Rabu, 21 Desember 2011

Perebutan Lampion Merah

Judul Asli: Raise the Red Lantern
Penulis: Su tong 
Penerjemah: Rahmani Astuti
Penyunting: Anton Kurnia
Pemeriksa Aksara: Dian Pranasari
ISBN: 978-979-024-375-0
Halaman: 136
Penerbit: Serambi
Rating: 4/5

Usia memang tidak kenal ampun dan aku tidak tahan untuk menggunakan obat perangsang seperti  salep tiga cambuk

Dasar pelacur kecil murahan!

Andai saya bisa bertemu dengan seorang wanita  dari Negara Cina, maka saya akan mengajukan sebuah pertanyaan yang mengganjal selama ini. Pertanyaan yang timbul akibat seringnya membaca cerita dengan latar belakang Cina. 

Apa yang membuat seorang wanita bisa menerima suaminya memiliki wanita lain, bahkan kadang mereka sendiri yang memilihkan istri bagi suaminya. Apakah karena status sosial, menjaga garis keturunan, penggabungan dua keluarga besar demi usaha, atau untuk urusan sex?

Dalam The Good Earth, Wang terlihat sangat mencintai dan menghormati O-lan  istri pertamanya. Tapi tetap  saja saat ia mulai sukses, ia mengambil selir. ” Dan kau jangan mengira, hai perempuan goblok, satu perempuan saja sudah cukup bagi seorang pria. Dan meskipun perempuan itu adalah perempuan yang sudah rela bekerja susah payah untuk suaminya.... Aku sudah merasa jenuh menggauli istriku saja, dan sebagai tuan tanah yang sanggup memberi makan kalian semua, apa aku tak boleh punya satu perempuan lagi?”  Seiring kesuksesannya, jumlah selirnya kian bertambah tanpa perduli bagaimana perasaan istrinya

Pada kisah Pavillion of Women, Madame Wu malah membelikan gundik bagi suami agar ia bebas tugas. Jika ditanya   bagaimana perasaan kedua, mereka  memang masih saling mencintai. Semua dilakukan Madame Wu justru untuk kebahagian sang suami. 

Ia sadar kondisinya sudah tidak seperti dulu sehingga sang suami butuh seseorang yang bisa melayaninya. Madame Wu mencarikan gundik yang cocok, bahkan Madame Wu mengajari gundik tersebut  bagaimana cara melayani sang suami.

Satu yang menjadi kesamaan para wanita tersebut, Walau di hadapan umum mereka sering terlihat kompak, minimal tidak menunjukkan konflik secara terbuka, persaingan memperebutkan gelar kesayangan tak bisa  dihindari lagi. 

Di depan sesama wajah mereka manis bak malaikat, dibelakangnya mereka memasang wajah bagaikan setan! Walau mereka mencarikan suaminya perempuan lain, tetap saja mereka ingin menjadi yang utama.

Sukacinta, yang selalu berusaha menjalankan ajaran Budha dengan benar, Mega, yang sangat menyukai kwaci  dan memiliki roman wajah yang memancarkan kehangatan, Karang, yang memiliki kecantikan fisik dan suara merdu, Teratai, yang baru satu tahun duduk di bangku kuliah. Mereka adalah empat wanita  dengan kepribadian yang berbeda, kesamaan diantara mereka adalah Chen Zuoqian, suami mereka.

Saat menikah dengan Tuan Besar Chen Zuoqian  usia  Teratai baru sembilan belas tahun. Sementara sang suami berusia lima puluh tahun. Pernikahan itu terjadi guna membayar hutang sang ayah yang bangkrut dan bunuh diri. Sebagai tanda kasih sayang ibu tiri kepada ayahnya, Teratai dicarikan tuan yang baik dan kaya.

Sebagai istri termuda, jelas sang suami menaruh perhatian lebih.  Wajar juga jika istri-istri yang lain merasa cemburu dan berupaya merebut perhatiannya. Mereka berempat berebut lampion  merah. Lampion merah sebenarnya hanyalah sebuah lampion biasa yang berwarna merah. Yang membuatnya menjadi istimewa justru fungsi lain dibalik gungsi utamanya sebagai penerang. 

Jika sang suami sudah menentukan pilihannya, maka kamar istri yang dipilih ditandai dengan pemasangan sebuah lampion merah. Semakin sering lampion  dipasang di depan kamar tersebut, artinya semakin sering tuan besar mengunjungi penghuni kamar itu. Maka bisa disimpulkan siapa yang sedang menjadi kesayangan.

Teratai yang masih muda beliau sudah harus bersaing dengan istri-istri yang lain demi mendapat perhatian sang suami. Persaingan diantara mereka  dalam kisah ini sedikit menyeramkan. Bahkan melibatkan para anak. 

Tapi mau tak mau saya harus mengangkat topi untuk Teratai. Walau usianya muda, ia mampu mempertegas posisinya sebagai istri, sejajar dengan yang lain.  Taktik yang dilakukan oleh Teratai kadang terlalu kejam buat saya, tapi.... dipikir-pikir pintar juga cara Teratai membalas dendam, terutama saat adegan potong rambut he he he

Selain  berkisah mengenai konflik antara para istri, kisah ini juga diberi bumbu mengenai kesulitan Tuan Besar Chen Zuoqian   dalam menjalankan kewajibannya. Buku ini  menunjukkan bahwa sex merupakan hal yang mendapat pertimbangan  matang saat seorang pria mengambil istri lagi. 

Bagaimana nasib sang istri juga ditentukan dengan seberapa pandainya ia mengurus suami dan membuat panas tempat tidur. Selain  urusan konflik, ada juga bumbu misteri, perselingkuhan dan asmara. Ada  suasana menyenangkan, mengharukan bahkan menakutkan!

Kover bernuansa merah selain sesuai dengan judulnya, lampion merah juga mengingatkan kita akan suasana pernikahan ala Cina yang didominasi dengan warna merah. Sosok perempuan menggunakan  cheongsam berwarna merah  membuat yang melihat bisa segera menangkap pesan terselubung, ada sesuatu dibalik warna merah. Andai saja warna cheongsam dibuat lebih terang tentunya kover buku ini secara keseluruhan lebih cerah.

Buku ini  sudah difilmkan dengan Gong Li sebagai Teratai.  Semula judul kisah ini dalam versi Bahasa Inggris adalah Wives and Concubines. Saat difilimkan, judulnya menjadi  Raise the Red Lantern mengambil adegan pemasangan lantera merah di depan kamar istri pilihan malam itu.

Sungguh kisah yang menggoda! Layak mendapat 4 bintang Untuk menghormati Teratai, mari kita renungkan perkataanya
Bunga bukanlah bunga dan orang bukanlah orang
Bunga adalah orang dan orang adalah bunga”

Sumber gambar:
https://www.goodreads.com/

Selasa, 20 Desember 2011

Dunsa, Antara Bakti dan Durhaka

Judul: Dunsa
Pengarang: Vinca Calista
Penyunting: Jia Effendie
Penyelaras: Ida Wajdi dan Fenty Nadia
Pewajah Isi: Aniza Pujiati
ISBN: 978-979-024-492-4
Halaman: 453
Penerbit: Atria

Anure vutar nakhalak retkatgna yhalil abmek! Gnugag nilapasa ugnephaluc numeknak iskay nemnaipot urpraga ini anugrebkat hubuti kusam! Anure vutar iskasgna yhalpu dihil abmek! Ukuta rgnugag nayhalil abmek!

Beberapa sahabat saya sudah mulai menguliti  kisah ini. Belakangan buku ini  memang sedang gencar dibicarakan. Bahkan saat MATA GRI  2011 yang lalu, buku ini menjadi rebutan saat keberadaannya sebagai buku hadiah diumumkan.

Sepertinya kisah  mengenai buku ini sudah diketahui banyak orang. Maka izinkan saya menguliti dari sisi lain. Pertama saya hanya bisa bilang MENYEBALKAN!
Betapa tidak...., buku ini hadir saat saya sedang kejar tayang urusan kantor sehingga tertunda untuk membacanya. Tapi... terus terang duet dua oknum, Jia dan Ida sudah menjadi  jaminan buat saya, ada ”sesuatu” di buku ini. 

Nekat mencuri-curi waktu untuk membaca, malah kian MENYEBALKAN karena saya sering kehilangan sensasi keseruan  cerita. Akhirnya diputuskan untuk begadang guna menuntaskan buku ini tanpa disela apapun!  Setelah kejar tayang semalam, harus menyebutkan lagi kata MENYEBALKAN!  Kenapa enggak dibaca dari kemarin he he he

Idenya sungguh patut dipuji!  Seorang anak yang harus bertarung dengan ibunya, bahkan harus membunuhnya demi kebaikan orang banyak.. Bagaimana juga  seorang ibu adalah tetap menjadi ibu. Walau Phi, panggilan untuk Merphilia, tokoh kita sudah dimantrai agar melupakan masa lalunya, tapi ia  tetap tidak mengubah sebuah fakta  bahwa ia  memiliki seorang ibu yang kebetulan harus bersebrangan. 

Membunuh berarti menyelamatkan banyak orang, tapi di sisi lain berarti berbuat dosa besar dengan menyakiti seorang ibu yang selama sembilan bulan menjaga dalam kandungan.

Akan lebih mengusik emosi pembaca jika Phi dibuat tidak begitu saja pasrah akan :”takdir” yang disandangnya. Mungkin dengan membuatnya merasa penasaran dan mencari tahu siapa ibunya, tidak hanya puas  dengan cerita dari pihak istana dan  Bruzila pengasuhnya. 

Sisi ini harusnya bisa diolah dengan lebih optimal sehingga menjadi lebih  menarik.tidak hanya adegan perkelahian saja  antara Ratu Merah dan Phi yang selalu kelihatan begitu bernapsu membunuhnya.

Tokoh Bruzila sepertinya kurang diberi peran kecuali sebagai seseorang yang mengasuh Phi. Kalau pun sedikit menonjol hanya betapa besar pengaruhnya pada Phi  di halaman  sekian he he he Begitu juga dengan beberapa tokoh yang sepertinya hanya  sebagai bumbu penyedap saja. Jadi berkesan seperti sinetron kolosal.

Kisah di halaman  322-323 sebenarnya sedikit membingungkan saya, bagaimana bisa  benda itu ditemukan dengan begitu mudahnya? Bukannya Ratu Veruna seharunya sudah mengantisipasi hal tersebut dengan melakukan penjagaan yang ketat dan sejenisnya? Andai saja ini bisa dikembangkan, kisah Dunsa bisa lebih dari satu buku.

Kisah kasih antara tokoh utama  memang selalu menjadi bumbu penyedap. Begitu juga kisah kasih Phi. Sudah tertebak bahwa kelak akan ada bagian yang menyebutkan bagaimana Phi dijodohkan dengan pangeran Z tapi justru menjalin cinta terlarang dengan pangeran Q.  Sikap mereka yang bersikap acuh tak acuh pada status mereka membuat pembaca langsung bisa menebak kemana hubungan mereka akan dibawa (alah!)

Belakangan ini penulis kisah fantasi sering menambahkan data pendukung seperti peta dan silsilah guna membantu pembaca kian menikmati cerita. Dalam Dunsa kita akan menemukan peta serta silsilah keluarga kerajaan.

Peta yang ada persis dengan penggambaran penulis mengenai suatu lokasi. Konsisten dan sangat teliti. Saat membaca sebuah lokasi, saya langsung terbayang  dengan peta yang ada di  halaman awal buku. Membuat saya kian berasa ikut bersama mereka dalam kisah ini, berada  di sisi Pangeran  Skandar (gak mau rugi cari yang guanteng)

Lain  lagi terkait urusan silsilah, selain tidak nyaman dibaca, saya harus menduga-duga perbedaan kotak yang satu dengan yang lain, yang menandakan si pemilik nama masih hidup atau sudah meninggal. Coba ada penjelasannya dan font lebih nyaman pasti lebih menyenangkan untuk dibaca.

Penjabaran penulis mengenai suatu hal langsung di kalimat berikutnya sungguh sangat membantu pembaca menikmati kisah yang ada. Misalnya perihal  Zauberei dihalaman  tiga puluh, lalu Oro-Roku  di halaman 10-11. Disana ditulis, “  Kabarnya mereka terkena Kutukan Ora-Roku…. Ora-Roku adalah monster ular raksaksa berkepala enam yang legendari  dan dianggap telah punah.”  Pembaca tidak perlu bolak-balik  mengintip  glosarium agar mengerti apa itu Ora-Roku.

Di  akhir buku  ternyata terdapat  glosarium, sayang kurang lengkap. Andai perihal Ora-Roku dan lainnya juga dicantumkan kembali di glosarium tentu akan lebih membantu menikmati kisah ini, terutama bagi mereka yang menikmati kisah tidak dengan sekali baca. Maklum begitu banyak makhluk dan tumbuhan yang ada 

Usul jahil, bagaimana jika diciptakan sebuah suplemen yang berisi  hal-hal yang ada di Dunsa, seperti hewan, tumbuhan, mosnter dan sebagainya. Jika ditambah dengan ilustrasi tentu kian seru. Oh yah  makhluk fantasi favorit saya adalah  Wyattenakai.

Satu lagi kelebihan buku ini, penulis tidak  latah membangun sebuah dunia seperti  LOR, HP dan lainnya. Unsur lokal  juga  ditawarkan disini. Lebih baik hanya sedikit dari pada tidak ada sama sekali.

Secara garis besar kisah ini diramu dengan apik. Semuanya  mengalir dengan manis, walau ada kekurangan di sana-sini tapi cukuplah tertutup dengan kelebihan yang disajikan. Hanya kadang  perpindahan  sebuah peristiwa atau lokasi masih kurang manis sehingga  terasa janggal seakan ada bagian yang dibuang. Harry K. P, Bonmedo Tambunan, Andry Chang awas... ada pesaing baru!

Setelah Tasaro dengan bahasa Kedalunya, buku ini juga menawarkan sebuah bahasa khusus yang membuat kisahnya kian seru.Hem ada artinya atau sekedar permainan huruf yahhh 

Saat membaca nama-nama di belakang saya baru sadar nama saya tidak ada di sana. Sepertinya saya sudah melakukan preorder. Tapi biarlah, enggak penting. Toh buku ini mendarat dengan manis atas jasa Bapak Peri Buku a.k.a M Dyan Prianto.

Apa lagi yahhhh?
Sementara itu dulu lah....

Ekzh ierebu aziam admal-as ekzh.

Minggu, 11 Desember 2011

Perburuan Eduard Roschmann, Jagal dari Riga


Penulis: Frederick Forsyth
Penerjemah: Ranina B. Kunto
Penyunting: Adi Toha
Pemeriksa aksara: Dian Pranasari
Pewajah Isi: Dinar Ramdhani Nugraha
ISBN: 978-979-024-372-9
Tebal: 507 hlm.
Penerbit : Serambi


Aku tidak memedam kebencian kepada rakyat Jerman, karena mereka bangsa yang baik. Suatu  bangsa sebenarnya tidaklah jahat, hanyalah pribadi-pribadi, individu-individulah yang jahat.

Tidak ada dosa kolektif, tidak ada dosa bersama.
 
Mendengar atau membaca perihal NAZI (NazionaliSozionalisme), sebuah partai besar dan tunggal yang berkuasa di Jerman  antara  tahun 1933 sampai 1945 (semasa perang dunia II), tak lengkap tanpa menyinggung  perihal Adolf Hitler sosok yang dianggap paling bertanggung jawab akan pembantaian Bangsa Yahudi yang dikenal dengan istilah Holocaust. Holocaust sendiri berasal dari Bahasa Yunani yang berarti berkorban dengan api.

Kisah dalam novel ini adalah seputar petualangan seorang wartawan muda bernama Peter Miller yang menyelidiki perihal seorang  kapten SS bernama Eduard Roschmann. Ketertarikan Miller pada Roschmann, bermula dari ditemukannya sebuah catatan harian Salomon Tauber  seorang Yahudi Jerman yang pernah tinggal di kamp konsentrasi. Catatan harian tersebut diberikan oleh rekannya di kepolisian, Karl Brandt. Tauber sendiri ditemukan tewas bunuh diri dengan gas.

Catatan harian tersebut memuat kekejaman yang dilakukan oleh Roschmann selama berada di Ghetto Riga dan bagaimana Tauber berupaya bertahan hidup sesuai janjinya kepada seorang wanita tua agar bisa menceritakan kenistaan yang mereka alami pada dunia.

“Kau harus tetap hidup. Bersumpahlah padaku bahwa kau akan tetap hidup. Berjanjilah kepadaku kau akan keluar dari tempat ini hidup-hidup. Kau harus tetap hidup agar dapat bercerita kepada mereka yang ada di dunia luar, apa yang telah menimpa rakyat kita di sini. Berjanjilah demi Sefer Torah.” (halaman 74)

Odessa bukanlah nama tempat namun akronim dari Organisation Der Ehemaligen SS-Angehörigen, Organisasi mantan Anggota SS.  Menyadari akan kekalahan yang sudah di depan mata, para pimpinan SS berusaha menghilangkan jejak serta  menjalani hidup baru.

Guna  mempermudah  pelarian maka  organisasi Odessa dibentuk. Sementara itu SS merupakan kependekan dari  Schutz-Staffel   dikomandani oleh Heinrich Himmler dengan  tugas khusus membersihkan Jerman dan Eropa dari semua yang dianggap tak berharga bagi kehidupan dan membinasakan setiap orang Yahudi.

Dalam buku ini disebutkan beberapa misi yang diemban oleh Odessa, misalnya untuk  membayar pengacara terbaik untuk memberikan bantuan hukum bagi para pembunuh SS yang diajukan ke pengadilan, penyusupan kembali mantan SS  ke dalam setiap lini kehidupan di Jerman, serta terpenting adalah  menggiatkan propaganada  bahwa tindakan pembunuhan yang dilakukan oleh SS adalah tindakan yang dilakukan oleh prajurit patriotik. Keberdaan Odessa sendiri bak bayang-bayang.

Pada awalnya  saya mengira kisah dalam buku ini penuh tentang  upaya Miller berupaya menyeret  Roschmann. ke penjara karena perlakuannya dimasa lalu serta membongkar jaringan Odessa Tapi ternyata belakangan terungkap alasan lain  mengapa  Miller berupaya menemukan Roschmann. 

Saya sudah mulai membayangkan aneka kisah yang mencekam. Apalagi dalam kisah ini diceritakan keterlibatan dua wanita dalam kehidupan Miller, ibu dan kekasihnya. Sayangnya dugaan saya salah! Serunya buku ini justru mulai dari halaman  348. Sebuah kesalahan kecil yang diakibatkan terlalu bersemangatnya Miller membuat jiwanya berada dalam bahaya.

Membaca kekejaman yang terjadi sungguh membuat saya merinding. Uraian terinci di halaman 105 sungguh membuat saya mengutuk mereka! Saya tidak akan menguraikan apa saja kekejaman yang mereka lakukan sebaiknya dibaca sendiri saja yah..

Satu adegan yang paling membuat mata saya (sedikit)  mengeluarkan air mata adalah saat Tauber yang berupaya bertahan hidup dengan segala cara termasuk menjadi musuh bagi kaumnya  sendiri demi janjinya pada seorang wanita tua, suatu hari harus mengantarkan isterinya, belahan jiwanya menuju gerbong tempat eksekusi. 

Selama dua puluh tahun ia mencoba mengartikan arti tatapan mata terakhir Esther istrinya. Apakah cinta, kebencian, penghinaan atau rasa kasihan, kebingungan, bahkan mungkin pengertian? Saat itu tanggal 29 Agustus 1942. Hari itu jiwa di dalam tubuhnya telah mati.

Swastika () diyakini sebagai salah satu simbol tertua di dunia, berdasarkan temuan pada makam di Aladja-hoyuk, serta  ditemukannya berbagai variasi Swastika pada peninggalan  arkeologis.  Swastika sendiri  terdiri dari kata Su yang berarti baik,  serta  Asti yang berarti adalah dan akhiran Ka yang membentuk kata sifat menjadi kata benda. Sehingga lambang Swastika merupakan bentuk simbol atau gambar dari terapan kata Swastyastu , terjemahan harafiahnya adalah semoga dalam keadaan baik

Foto-foto dari:
http://www.qualityinformationpublishers.com/historicalpictures/nazi%20concentration%20camp10.gif http://mt1.google.com/vt/lyrs=m@167000000&hl=id&x=599&y=361&z=10&s=Galile

Sabtu, 10 Desember 2011

Sweetly, Tak Semua Hal Semanis Kelihatannya


Pengarang :Jackson Pearce
Penerjemah : Melodi
ISBN: 978-979-024-485-6
Halaman :  408
Harga:: Rp 50.000,00

Aku memegang tangan mereka berdua, tapi harus kami lepas supaya bisa lari lebih cepat. Aku lepas adik yang di kiri dulu, lalu adik yang di kanan, tapi aku tidak tahu itu siapa atau kapan dia hilang….”

Layla, Emily, Whitney, Jilian, Danielle, Allie, Rachel, Taylor

Aku ingin si penyihir mengambilku juga

Sekian lama Gretchen hidup dalam rasa disalahkan atas menghilangnya orang lain, adik kembarnya padahal itu bukan salahnya. Bermula dari keisengan ia, saudara kembarnya serta sang kakak Ansel berjalan-jalan ke hutan yang ada di dekat rumah orang tua mereka. 

Di sana mereka bertemu dengan makhluk menyeramkan. Mereka lari tunggang langgang. Awalnya mereka masih saling berpegangan, namun agar bisa berlari dengan cepat mereka saling melepaskan tangan. Gretchen dan Ansel selamat sampai ke rumah orang tua mereka, tetapi saudari kembarnya lenyap!

Tak lama kemudian sang ibu yang merana kehilangan salah satu  putrinya meninggal. Sang ayah menikah lagi. Saat sang ayah meninggal dan Ansel berusia sekitar 19 tahun, ibu tiri mereka mendepak keduanya dari rumah.

Keduanya memutuskan untuk pergi ke laut  melewati negara bagian. Dalam perjalanan mereka mengalami kerusakan mobil di dekat  Live Oak, sebuah kota yang nyaris ditinggalkan penduduknya. Sambil mengumpulkan uang guna membayar ongkos perbaikan mobil, mereka  melakukan pekerjaan serabutan dan menumpang di rumah  Sophia Kelly, pemilik toko cokelat.

Sophia merupakan sosok yang menyenangkan. Ia selalu ceria walau banyak orang yang menyalahkan dirinya atas hilangnya beberapa anak gadis setelah mengikuti Festival coklat yang diselenggarakannya. Festival Coklat adalah semacam perayaan yang diadakan dengan menyuguhkan semua makanan olahan dari coklat.

Gretchen merasa senasib dengan Sophia yang sering dipergunjingkan orang. Ia sangat memahami bagaimana rasanya orang-orang mengamati dirinya, bagaimana orang-orang berbisik-bisik tentang dirinya, bagaimana rasanya takut sekaligus ingin lenyap seperti kembarannya. Tanpa sadar mereka menjadi dekat.

Sesaat. Gretchen dan Ansel mulai melupakan masa lalu mereka yang kelam. Mereka merasa  sudah waktunya mereka bangkit dan tak  bersembunyi lagi. Kehidupan seakan berjalan dengan normal, bahkan Ansel dan Sophia  menjalin  kisah cinta.

Semuanya mendadak berubah  saat Gretchen bertemu Samuel sosok misterius yang mengendarai sepeda motor. Dia berkata kalau Fenris  masih bersembunyi, mengintai dari hutan, memangsa para gadis setiap kali Sophia menggelar Festival cokelat. Artinya mereka yang akan hadir ke festival Coklat Sophie terancam nyawanya.

Bagi Gretchen dan Ansel  mereka berurusan dengan penyihir kejam yang menculik saudara mereka. Namun ternyata mereka berurusan dengan Fenris. Gretchen memutuskan sudah saatnya untuk melawan!

Mulailah Gretchen belajar bagaimana  menembak untuk melindungi diri dan membunuh Fenris. Perburuannya digambarkan dengan menarik tapi tidak berkesan brutal. 

Simak  saja kalimat berikut, ”Monster itu membungkuk, biji matanya melebar dengan liar, lalu kaki belakangnya berderak dan meledak menjadi bulu. Giginya menonjol keluar dan meletus menjadi taring-taring tajam. ”

Jika Sister Red merupakan adaptasi dari kisah Gadis Kecil Bertudung Merah, maka Sweetly adalah adaptasi dari kisah Hansel & Gretel dongeng terkenal asal Jerman yang dikumpulkan  oleh Grimm bersaudara dan diterbitkan pada tahun 1812. Membaca nama tokohnya saja sudah terlihat jelas sumber inspirasi kisah ini.

Dalam melakukan adaptasi, penulis tetap mempertahankan unsur utama yang ada dalam kisah aslinya yaitu;  gadis, warna merah serta serigala.  Unsur gadis bisa ditemukan dalam sosok Sophie, Gretchen serta peserta festival. Serigala ada pada Fenris. Sedangkan warna merah ada pada... ada saja baca sendiri dung ^_^

Judul yang dipilih sungguh mampu mencerminkan isi buku. Kehidupan Sophie yang terlihat nyaman dan usaha toko coklatnya ternyata tidak seperti yang terlihat. Banyak rahasia kelam yang disimpannya. Sementara kehidupan Gretchen dan kakaknya tidak terlalu menyedihkan juga jika dipikir-pikir, setidaknya mereka masih memiliki sesama. Dengan kover yang menggoda bintang 3,5 sepertinya layak diberikan.
 
Kisah dalam versi ini  mengajarkan mengenai persaudaraan yang cukup mengharukan. Bagaimana kedua kakak-adik itu saling menjaga sesama setelah saudara mereka hilang di hutan. Keduanya digambarkan teramat dekat. Kisah kelam mengenai Sophia juga berhubungan dengan persaudaraan. Hidupnya ternyata tidak semanis coklat buatannya. Upsss  spoiler he he he he.

Kita memang harus melindungi sesama, entah itu saudara, sahabat atau orang yang semuanya atas nama cinta  kasih. Dalam buku ini tertulis, ”Kita warga Live Oak harus bersatu. Harus saling melindungi. Cuman manusia yang membuat tempat ini tetap bertahan jadi setiap orang berharga

Dalam kisah  ini juga disebutkan mengenai aneka macam panganan yang terbuat dan mengandung coklat. Salah satu bagian malah menyebutkan Oreo.  Lama-lama panganan ini  sudah menjadi sebuah brand,  seperti odol yang sering digunakan orang saat menyebutkan pasta gigi. Konon odol adalah nama sebuah produk. Demikian juga dengan Coca-cola yang sering diidentikkan dengan minuman ringan
Sekedar usul, buat teman-teman penggemar kisah fantasi sebaiknya beli buku ini  dan jadikan buku koleksi. Beberapa kesalahan yang terdapat dalam buku ini tidak akan ditemui di cetakan kedua. Misalnya saja salah setting di halaman 346.
Gambar dari:
http://en.wikipedia.org/wiki/Fenrir
http://en.wikipedia.org/wiki/Hansel_and_Gretel

Sabtu, 26 November 2011

Shangri-La The Hidden City : Rahasia Sihir dan Angka 13



Penulis : Ken Budha
Penyunting : Dita Sylvana, Salahuddien Gz
Penindai Aksara : Muhammad Bagus SM
Penggambar Sampul : Yudi Komarudin
Penggambar Ilustrasi : M. Komarudin
Penata Letak : MT Nugroho

Daya yang ada di pundakku, bangkitlah
cacing putih yang ada di tulang belakangku, bangkitlah
sang puter putih yang ada di mata kaki, bangkitlah
sang jati putih yang ada di telapak kaki, bangkitlah
aku kuat dan perkasa
mendapat tenaga dari Allah
Laillah Haillalahtak
Muhammadurasullulah

Mantra Menambah Kekuatan
dari Buku Mantra Orang Jawa oleh Supardi Djoko Damono

Kalian percaya sihir?
Frencine tidak pada awalnya hingga suatu saat ia mengalami kejadian aneh dalam kehidupannya.

Kehidupan Francine awalnya  biasa-biasanya saja. Maksudnya biasa saja bagi ukuran keluarga oposisi. Hobinya memang sedikit aneh, bukannya belajar memasak seperti anak perempuan berusia 13 tahun lainnya, ia malah sangat  menyukai ilmu pengetahuan terutama proses terjadinya  halilintar.

Hingga suatu malam, seluruh  keluarganya dibantai oleh orang bertopeng. Ia nyaris mati jika tidak dengan cerdik bersembunyi. Lolos dari senapan, Francine malah nyaris di perkosa! Saat ketakutan ia teringat kejadian saat sore beberapa teman laki-lakinya mengejeknya. Amarahnya mendesak rasa takut. Ia membayangkan dengan mata terbuka awan gelap di atas kepala pria yang menyekapnya dan mengeluarkan halilintar menyambar mereka.

Mendadak matanya membalik! Bola mata hitamnya lenyap di balik kelopak mata,  giginya gemeretak, tubuhnya bergetar dan diselimuti kabut kelabu dengan pijar-pijar halilintar keluar menyambar pria yang menyekapnya. Tanpa sadar Francine sudah mempratekan  sihir tingkat tiga tanpa pernah mempelajarinya terlebih dahulu!

Untungnya John seorang  Perantas di dunia sihir    menyelamatkan dirinya dan menjadikannya murid. Ternyata Francine mengembang tugas besar menyelamatkan dunia sihir bersama  tujuh  orang Perantas  dan enam  anak  murid magang pilihan lainnya. Mereka berasal dari berbagai suku bangsa yang telah dipilih secara teliti. Tiga belas orang, jika biasanya tiga belas sering dianggap angka sial, maka dalam  buku ini tiga belas justru merupakan jumlah orang yang bisa melindungi dunia sihir


Mereka ditempa dalam segala macam pengetahuan praktis mengingat waktu yang tersedia hanya 13 minggu di Kota Shangri-la, kota yang tersembunyi dan penuh dengan aneka pengaman sihir. Dalam kota ini sihir dipadukan dengan teknologi moderen sehingga para penyihir bisa bertahan dan menjalani hidup dengan lebih nyaman.
Pada saat melihat buku ini di toko buku favorit saya TM Bookstore  sudah tergoda. Tapi entah mengapa seakan ada sesuatu yang membuat saya untuk tidak segera memindahkannya ke tas belanjaan, Terutama saat ada tulisan  Dracul dan pengisap darah. Sepertinya saya sedang jenuh dengan kisah seputar mereka. Saat Sis Dina  merekomendasikan buku ini saya masih  pikir-pkir, namun ketika Mas Zupri memberikan hadiah buku ini maka mau tak mau saya harus membacanya. Semoga tidak mengecewakan.

Saat membaca, awalnya  semua berjalan dengan lancar hingga muncul sebuah kata manag dinghwa. Saya segera menghentikan laju membaca saya, ini apa yah sepertinya tidak ada di depan. Sampai 3 kali saya mengulangi membaca halaman awal tidak juga menemukan maknanya. Untung  sis Dina Begum memberikan "bocoran" agar saya mau bersabar karena di belakang akan diterangkan bahkan sampai di dua halaman yang berbeda. Sekedar usul kenapa tidak dicantumkan di awal saja?

Paragraf mengenai perantas yang menggunakan t-shirt gambar seorang penyihir remaja berkaca mata bundar berjubah hitam dengan sebatang tongkat pendek berdiri di depan Downing Street no 10 bertuliskan Prime Minister of Magic   menunjukan walau bagaimana penulis  mengagumi tokoh tersebut hingga memberikan sebuat kalimat khusus.

Sedangkan paragraf mengenai Hikoza, Si Pedang Tujuh Bintang segera mengingatkan saya pada Mas Yudhi Herwibowo penulis kisah J-novel dari Solo. Bagian ini menunjukan keaneragaman bacaan sang penulis.

Penulis juga beberapa kali menggunakan kata "meluruk" Maafkan pengetahuan bahasa saya yang minim, tapi sepertinya kata tersebut masih jarang digunakan. Saya mencoba mencari di KKBI kok malah mumet, duh sepertinya saya kurang konsentrasi nih.

Setuju sekali dengan penulis yang mengambil murid  magang dari berbagai  bangsa demi menunjukan bahwa dunia sihir tidak tergantung dari satu bangsa saja.  Juga dengan menyebutkan mengenai negara kita, sayangnya tidak dikembangkan misalnya dengan menciptakan sebuah mantera khas dari tanah air.

Beberapa hal  menjadi ganjalan buat saya. Misalnya tokoh utama kita, Francine yang mendadak bisa menguasai sihir tingkat tiga tanpa pernah belajar sebelumnya. Tentunya dalam waktu 13 minggu setiap murid magang dan Francine ditempa agar siap bertempur, sepertinya sangat sedikit digambarkan bagaimana proses belajar Francine yang tentunya berbeda dengan murid lainnya dimana mereka memulainya dari dasar.

Mohon maaf sekali lagi untuk konsentrasi saya yang terbagi tapi saya masih sedikit bingung mengenai asal usul keahlian Francine. Jika HP disebutkan memiliki keahlian warisan dari orang tuanya dibagia mana yah yang menyebutkan dari mana asal kemampuan sihirnya? Sis Dina mohon bantuannya ^_^

Lalu efek dramatis yang diberikan penulis di bab belakang sangat etrasa kurang. Bukannya terkejut saya malah merasa heran dan aneh. Di bagian awal kisah ini mengalir lancar namun kian kebelakang kisahnya menjadi seakan "garing" bagi saya.    Beberapa kejadian mau tak mau mengingatkan saya pada kisah HP. Mulai dari anak yatim piatu, tidak tahu dirinya adalah penyihir, terhebat di kelasnya, nekat dan sembrono. Sayang sebenarnya, ide cerita yang menarik jadi tertutup dengan gaya bercerita yang buat saya seakan bertele-tele dan alurnya sangat lambat.

Walag begitu, buku ini juga sarat akan petuah kehidupan.  Contohnya bagaimana sikap iri hati mampu membuat seseorang celaka tapi di lain sisi membuat seseorang jadi belajar akan makna kehidupan. Kekuatan sihir berjalan dengan berbagai cara tergantung bagaimana penyihirnya.

Dibanyak bangsa, angka 13 dianggap angka yang membawa kesialan.  Sebenarnya, kepecayaan tahayul dan aneka mitos yang ada berasal dari pengetahuan kuno bernama  Kabbalah. Kabalah merupakan sebuah ajaran mistis kuno, yang telah dirapalkan oleh Dewan Penyihir tertinggi rezim Fir’aun yang kemudian diteruskan oleh para penyihir, pesulap, peramal, paranormal, dan sebagainya—terlebih oleh kaum Zionis-Yahudi yang kemudian mengangkatnya menjadi satu gerakan politis—dan sekarang ini, ajaran Kabbalah telah menjadi tren baru di kalangan selebritis dunia. Bangsa Yahudi sejak dahulu merupakan kaum yang secara ketat memelihara Kabbalah.

Di Marseilles, Perancis Selatan, bangsa Yahudi ini membukukan ajaran Kabbalah yang sebelumnya hanya diturunkan lewat lisan dan secara sembunyi-sembunyi. Mereka juga dikenal sebagai kaum yang gemar mengutak-atik angka-angka (numerologi), sehingga mereka dikenal pula sebagai sebagai kaum Geometrian. Menurut mereka, angka 13 merupakan salah satu angka suci yang mengandung berbagai daya magis dan sisi religius, bersama-sama dengan angka 11 dan 666.
(http://aziztheripper.blogspot.com/2011/11/misteri-angka-13.html)

Terakhir marilah kita menutup repiu ini dengan membaca  Mantra Menggenggam Kilat dari Buku Mantra Orang Jawa
Sang hitam putih
lemaslah kau
tak lain akulah
hakikat Allah

Foto dari
http://thetripmaster.vickiechan.com/news/2011/02/28/shangri-la.html

Minggu, 20 November 2011

Petualangan Nono Bersama Kaos MU


Judul : Anak Rembulan - Negeri Misteri di Balik Pohon Kenari
Penulis : Djokolelono
Ilsutrator isi : Ferly Leriansyah
Penerbit : Mizan Fantasy
Cetakan : I, Agustus 2011
Tebal : 350 hlm

Bermula dari rasa penasaran dengan aneka kisah fantasi yang saya baca. Menarik memang, bahkan beberapa membuat saya terpesona. Sangat jarang mengandung banyak unsur lokal. Kalau ada, biasanya tokohnya ya dia lagi, dia lagi. Padahal dengan begitu banyak legenda masih banyak yang bisa kita olah.

Bisa buat sebuah kisah fantasi dengan unsur lokal? Tantang saya ke Andry Chang salah satu penulis kisah fantasi. Dengan ketekunannya dalam melakukan riset serta semangatnya untuk memberikan yang terbaik , tentunya hal ini bukanlah mustahil. Terbukti ada sepenggal kisah dengn judul  Reog besutannya. Ternyata membaca  kisah fantasi dengan unsur lokal juga menarik.

Sebuah buntelan dari Kang Fanfan yang mewakili sebuah penerbit favoritku rupanya menjadi sarana pencapaian angan-anganku. Sebuah buku fantasi dengan judul Anak Rembulan – Negeri Misteri di Balik Pohon Kenari besutan Djokolelona mendarat dengan manis di mejaku diiringi rintik hukan.

Perkenalanku dengan Djokolelono bermula dari kisah-kisah Enid Blyton terjemahan beliau dulu. Lalu ada juga seri misteri ala Astrid.  Tapi kiprahnya  tidak terbatas menerjemahkan buku saja, beliau  juga menulis banyak kisah.  Konon kisah yang berjudul “Jatuh ke Matahari” dianggap sebagai pelopor novel fiksi ilmiah.


Anak Rembulan – Negeri Misteri di Balik Pohon Kenari, merupakan sebuah kisah  fiksi fantasi yang serat unsur  lokal. Tokohnya Nono, anak lelaki berusia 10 tahun. Nono menggemari sepak bola, layaknya anak lain Nono juga sering menggunakan kaos bola, Salah satu yang disayanginya adalah kaos berwarna merah dengan lambang Manchester United yang oleh-oleh Om Wiedha dari Bangkok.

Dalam perjalan berlibur ke rumah kakeknya di Wlingi, kaos yang dikenakannya sudah nyaris direbut berandalan dengan paksa. Tidak hanya sampai disana, siapa yang mengira kaos itu malah membuatnya terseret petualangan aneh bin ajaib!

Suatu saat Nono bersepeda sendirian sambil menikmati pemandangan kota. Mendadak ia tertarik untuk melihat  dari dekat pohon kenari raksaksa  yang berada pinggir kali Njari di kaki Gunung Kelud. Konon seorang anak kecil yang membantu pejuang pernah hilang masuk ke dalam pohon itu.


Tanpa sengaja, Nono terseret air sungai Njari  hingga ke balik pohon. Saat ia sadar ternyata ia  sudah dikepung oleh Pasukan Belanda  dengan tuduhan sebagai mata-mata karena kaosnya. Ternyata ia berada di  masa Cornelis de Houtman tiba di tanah Jawa, atau sekitar 415 tahun yang lampau. Saat itu memang Belanda dan Inggris adalah musuh.
Lolos dari kepungan Pasukan Belanda bukan berarti aman! Keluar dari lubang macan sekarang masuk lubang harimau. Nono tanpa sengaja  terjebak  sebagai pembantu warung di warung Mbok Rimbi.

Banyak keanehan yang ditemuinya. Misalnya  setiap kali ia kabur ke manapun,  tetap  kembali ke warung Mbok Rimbi. Belum lagi ejekan anak-anak lain yang menyebutnya sebagai Anak Rembulan. Khabarnya pembantu warung Mbok Rimbi hanya bekerja selama satu bulan lalu menghilang secara miterius seperti kemunculannya. Karena Nono menggunakan pakaian yang berbeda,kaos merah MU-nya  ia sedikit mendapat perhatian yang berbeda rdai penduduk yang merasa  penasaran. Belakangan Nono baru tahu bahwa Mbok Rimbi memiliki kekuatan mistis dan sengaja mengurungnya untuk dijadikan korban bagi Dewi Kali, Anak Rembulan Sebutannya.

Lolos dari Mbok Rimbi, Nono belum juga bisa kembali ke tempat dimana ia terseret arus kali. Ia masih harus berurusan dengan seorang ratu yang kejam. Sang ratu justru tertarik dengan kaosnya. Disana Nono mengalami banyak petualangan aneh.  Ia bahkan terlibat dengan perang dan pertempuran adu kanuragan ala pendekar sakti. Chiattttttt!


Dalam kisah ini,  juga diceritakan mengenai Legenda Gunung Kelud , kisah   Pangeran Mahesasuro dan Lembusuro. Sayang kisahnya kurang dikembangkan. Padahal kisah seputar Lembusuro dikembangkan bisa menjadi bumbu penyedap yang mengasyikan.

Kisah ini ditutup dengan dramatis ala film menurut saya. Sosok yang selama ini selalu membayang-bayangi kisah Pohon Kenari  justru dihadirkan melengkapi seotong kain sisa kaos MU yang membawanya ke dalam petualangan aneh.

Beberapa hal  janggal dalam kisah ini seperti  bagaimana bisa Saarche dikira anak dubes, lalu yang ditanya oleh Suhu Tanzil seputar ilustrasi di halaman 196 dan 329 (bukan 327 Suhu) tak membuat buku ini kehilangan gregetnya. Tapi yang paling mengganjal buat saya justru pada urusan ilustrasi. Sosok Nono di kover depan. Manta kok seperti mata orang kesurupan yah. padahal dalam kisah ini digambarkan bahwa Nono adalah seorang anak yang cerdas, tapi ini kok selain seperti orang kerasukan juga berkesal bengal dam menyebalkan yah.Beda sekali sosok di kover dengan gambaran yang ada dibuku serta ilustrasi di halaman 110. Belum lagi kaos yang berbeda dihalaman 306 dengan kover.

Karya-karya Djokolelono antara lain:
Karya awal
▪     Genderang Perang Dari Wamena
▪     Terlontar ke Masa Silam
▪     Getaran
▪     Putri Indraswari
▪     Lawa dan Kusya
▪     Hancurnya Jembatan Beru
▪     Sesaji Raja Surya
▪     Seri ACI
▪     ACI : Gatal Gatal Tenar
▪     ACI : Bunga Buat Bu Hardilah
▪     ACI : Nuk, Semua Cinta Padamu
Seri fiksi-ilmiah
▪     Jatuh ke Matahari
▪     Bintang Hitam
▪     Penjelajah Antariksa: 1.Bencana di Planet Poa
▪     Penjelajah Antariksa: 2.Sekoci Penyelamat Antariksa
▪     Penjelajah Antariksa: 3. Kunin Bergolak

Buku berseri
Candika: Dewi penyebar Maut
Serial Pachar
▪     Pachar: Bom
▪     Pachar: Tuyul Memble
Serial Raras si Cilik Ceria
▪     Raras dan Teman-temannya
▪     Raras Jalan-jalan
Serial Astrid
▪     Astrid & Bandit
▪     Astrid dan Pelarian
▪     Astrid di Palungloro
▪     Astrid: Duel 2 Dukun
▪     Astrid: Penculikan Tamu Negara
▪     Astrid: Dibajak
▪     Astrid: Shooting di Pulau Bencana
▪     Astrid: Jatuh Cinta
▪     Astrid: Rumah Pohon
Terjemahan
▪     Empat Orang Djendral (editor dan penerjemah)
▪      Pembebasan puteri Matahari
▪     Wasiat Orang Moor
▪     Pilih Sendiri Petualanganmu: Penjelajah Antariksa
▪     Sang Pangeran dan Si Jembel
▪     Dataran Tortilla
▪     Prajurit Schweik
▪     Petualangan Tom Sawyer
▪     Tangkap Guru Itu
▪     Kelas Dua di Mallory Towers
▪     Empat Tahun Pertama 
Lain-lain
▪     Bencana di Watu Kambang
▪     Hilangnya Ayam Bertelur Emas

Sabtu, 19 November 2011

NH Dini Bagiku








Kadang hidup ini penuh dengan kejutan. Sejak membaca dan terpesona dengan karya Eyang NH Dini, salah satu keinginan terbesarku adalah bisa  bertemu beliau. Butuh waktu panjang dan aneka lika-liku untuk bisa  mewujudkan impian itu. Dulu aku sudah sangat puas bisa menatap  buku dengan tanda tangan beliau hasil mohon bantuan Amang S saat yang bersangkutan pulang kampung.

Beberapa waktu lalu, melalui info Amang jugalah aku bisa bertemu langsung dan mewujudkan salah satu impianku. Sungguh, kadang hidup ini berjalan dengan cara yang tak terduga. Yang pasti terus bermimpi akan membuat kita lebih menghargai hidup. Sekarang aku justru bisa menatap puas foto bersama eyang.

 Perkenalanku dengan karya-karya Eyang NH Dini dimulai saat SMP. Guru Bahasa Indonesia meminta setiap siswa untuk membuat semacam rangkuman sebuah novel karangan  penulis Indonesia. Syarat tambahan kisahnya tidak boleh kisah menye-menye. Pening aku!  *ala Poltak*   

Buku-buku yang bacaan serta koleksiku adalah besutan Enid Blyton, cergam ala harge, seri Trio detektif dan lainnya, jauh dari urusan penulis dalam negeri.  Saat ke toko buku, persoalan juga belum tuntas, bagaimana membedakan karya sastra yang dimaksud guru dengan novel biasa. Untuk mamaku sempat berpesan, " Cari saja bukunya NH Dini"  Ok-lah kalau begicu.

Dilihat, dipilih dan dibeli. Akhirnya sebuah buku aku bawa pulang dengan semangat juang membuat tugas he he he. Buku pertama yang kubaca adalah langit dan Bumi sahabat kami, salah satu autobiografinya. Ada yang menyebutkan kalau buku ini juga merupakan autobiografinya, bahkan khabarnya dibutuhkan waktu yang lama untuk bisa menuntaskan buku ini.

Buku ini berkisah mengenai kehidupan  NH Dini  dan keluarganya di Semarang.  Saat itu mereka dan banyak penduduk lain hidup serba kekurangan. Bahkan kucing-kucing peliharaan mereka juga hilang!  Peran sang ibu sebagai manager rumah tangga terlihat sekali. Misalnya saja bagaimana sang ibu mengajak Dini kecil ke padang ilalang di belakang rumah, menyisir tempat-tempat dekat saluran parit.  Disana banyak terdapat tumbuhan yang sering dipergunakan  sebagai makanan jangkrik. Berkat keahlian sang ibu, krokot dan kremah disulap menjadi lauk yang sedap demikian juga tumbuhan lain. 

Walau hidup dalam kesusahan,keluarga tersebut masih  mau berbagi dengan sesama. Rumah mereka disekat menjadi beberapa kamar guna menampung beberapa keluarga lain. Tidak ada bayaran yang dipungut, yang ada hanya mohon pengertian untuk membantu mengurus rumah tangga. Misalnya membersihkan halaman, mengambil air juga  saling mengawasi.

Halaman mereka belakangan juga direlakan menjadi tempat persinggahan para petani yang hendak ke pasar kota. Kebaikan orang tua Dini saat merelakan barang mereka untuk keluarga Pak Sayur yang baru melahirkanm sungguh terpuji. Disaat kekurangan mereka masih mau berbagi.

Kisah mengenai Yu  Saijem yang  tinggal  bersama laki-laki selama satu atau dua jam, dibayar dan diantar pulang atau diberi uang becak  memberikan gambaran betapa beratnya hidup saat itu.  Yu Sarijem sangat sadar akan  dirinya yang tidak memiliki kemampuan apapun, sementara itu ia butuh uang untuk mengirim makanan bagi suaminya yang dipenjara. Dari pada mencuri, baginya lebih baik tidur dengan laki-laki  lain yang mau membayar. Dini kecil saat itu hanya memahami mencuri adalah salah.

Bagaimanapun kesukaran yang menimpa mereka, semua itu dihadapi keluarga Dini dengan tabah dan tawakal. Seperti kata Ibu Dini, `Sabar dan dermawanlah seperti bumi. Dia kauinjak, kauludahi. Namun tak hentinya memberimu makanan dan minuman.` Kalimat tersebut yang selalu terekam dalam memori otak saya, mempengaruhi sikap dan pandangan saya mengenai kehidupan ini. 

Buku lain yang sangat aku sukai adalah  Pada Sebuah Kapal.  Buku  ini terdiri dari dua sudut pandang cerita kedua tokohnya,  sisi sang wanita serta dari sisi si pelaut.  Buku ini  bercerita mengenai cinta keduanya. Cita seorang istri diplomat  bernama Sri, yang sudah tidak mencintai suaminya lagi, serta seorang pelaut  bernama Michel  Dubaton yang juga sudah kehilangan cinta untuk istrinya.

Buat saya pribadi, buku ini bisa dikatakan tergolong berani. Karena disini digambarkan bahwa sex atas dasar cinta diperbolehkan. Sri seakan menjelma menjadi seorang perempuan yang tahu akan keinginannya. Hal ini justru kontras dengan latar belakang keluarga Sri,  perempuan Jawa selalu didik untuk serba halus dalam berkata dan bersikap Di hadapan sang kekasih, Sri bisa menjadi dirinya snediri tanpa perlu khawatir. Setelah sekian lama tertekan dalam perkawinannya,  Sri seakan merasa mendapatkan kebebasannya.

Dalam Bincang Tokoh #6 yang diselenggarakan oleh  Dewan Kesenian Jakarta, NH Dini sempat bercerita dalams ebuah bedah buku ada seseorang yang menyerang adegan sex dalam Buku Pada Sebuah Kapal. Beliau sangat heran ada orang yang bisa menilai  jelek sebuah buku hanya karena  saru atau dua halamannya yang berisi sesuatu yang berbeda.

Anehnya, di sebuah pesantren, beliau malah menemukan buku tersebut dibaca oleh para siswa tanpa membuat para pengurusnya kebakaran jenggot. Saat ditanyakan, para pengurus menyatakan bahwa  para siswa mendapat bimbingan saat belajar. Mereka juga diberi tahu bahwa apa yang mereka baca adalah kebiasaan di negeri barat dan bukan sifat yang baik. 

Dibandingkan dengan penulis lain pada zaman itu, NH Dini menawarkan  sesuatu yang berbeda. Jalan cerita, cara penyampaian hingga judul berkesan berani .Walau ada unsur sex, namun itu hanya sekitar satu atau dua halaman saja dan dituturkan dengan sopan. Beda sekali dengan kisah-kisah jaman sekarang yang urusan napsu digambarkan kadang malah terlalu terinci. 

Menari sepertinya sering ada dalam kisah-kisah NH Dini. Menari juga sempat menjadi kegiatan rutin saya saat kecil. Saya sangat bisa memahami bagaimana saat menari kita akan menjadi orang yang paling autis, waktu serasa berhenti dan kita adalah pusat seluruh alam semesta. Setiap gerakan  memiliki makna yang berbeda. Untuk bisa menyajikan semua tarian yang menawan, tidak hanya gerakan gemulai yang dibutuhkan, tapi juga mengeluarkan seluruh perasaan saat menari. 

Dalam bercerita, NH Dini cenderung mengambil wanita sebagai tokoh serta  tidak mengambil alur simpel. Walau tokoh wanita banyak yang digambarkan memiliki sifat pemberontak, tapi digambarkan dengan anggun. Mereka masih bersabar hingga batas tertentu. Bahasa yang dipilih juga simpel dan tepat pada sasaran, persis dengan kepribadian beliau yang apa adanya dan terbuka.

Nurhayati Sri Hardini Siti Nukatin  alias NH Dini merupakan anak bungsu dari  pasangan Saljowidjojo dan Kusaminah.   Ulang tahunnya dirayakan empat tahun sekali. Beberapa karya  yang dikenal antaranya Pada Sebuah Kapal(1972), La Barka (1975) atau Namaku Hiroko (1977), Orang-orang Tran (1983), Pertemuan Dua Hati (1986), Hati yang Damai (1998), serta beberapa karyanya dalam bentuk kumpulan cerpen, novelet, atau cerita kenangan. 

Tanggal 11-25 Juni 2010 ini,  Nh Dini mengadakan pameran lukisan tunggalnya Alam Versi Hitam Putih setelah sejak tahun 1956 menerbitkan novelnya. Tahun ini, beliau mendapat Penghargaan Achmad Bakrie untuk bidang kesusastraan. Semoga kisah pilu di masa lampau sudah bisa diatasi sekarang yah Eyang....

*Jujur aku masih terpesona dengan pertemuanku kemarin, jadi harap maklum jika  tulisan coret-coret ini ngawur he he he*