Minggu, 09 Februari 2014

Review Bersama 2014 #8: Lucid, Maggie atau Sloane?


Judul Asli : Lucid
Penulis: Adrienne Stoltz & Ron Bass
Alih Bahasa : Sujatrini Liza
Editor : Tendy Yulianes
Lay-out : Fakhri Fauzi & Axin Makruf
Ilustrasi isi : Rheza Purbawasesa
Desain sampul : Windu Budi
ISBN 978-979-433-774-5
Halaman: 502
Penerbit: Noura Books/Mizan Fantasi
Harga: Rp 64.000

Aku Sloane Margaret Jameson
Rambutku pirang
Siswa teladan di sekolah
Columbia University tujuangku selanjutnya
Aku menjalani kehidupan sederhana
di tengah keluarga sub-urban
Aku tidak pernah memukul apa lagi kenal Devin Cruishank
Kehilangan Bill merupakan pukulan bagiku 
Mesti  James mulai menghiasi hariku dengan cinta
Gordy , Lily dan Dana sebagai sahabat juga selalu mendukungku

Aku dipanggil  "Maggie"
Calon artis brilian dengan sejuta talenta
Mataku berwarna biru dan rambutku gelap
Glamor gaya hidup yang ku pilih
Aku hidup bersama adikku Jade serta Nicole
Ku pukul  Devin Cruishank
Belakangan aku sedang jatuh cinta pada  Andrew
Aku tak pernah tertidur pulas

Dengan kepribadian yang sangat bertolak belakang
Keduanya saling mengagumi
Saling memimpikan kehidupan yang lain

Tapi....
Hanya ada satu yang nyata
Hanya ada satu yang boleh terus ada

Siapa yang harus menghentikan mimpinya? 
Siapakah yang nyata bagimu?
Maggie atau Sloane?
Bagiku yang nyata adalah...


Buku ini berkisah tentang dua sosok yang memiliki kepribadian sangat bertolak belakang Sloane dan Maggie. Saat Sloane tertidur, ia akan memimpikan tentang aktivitas Maggie. Begitu juga sebaliknya. Tak jelas siapa yang memimpikam siapa, siapa yang nyata.Hanya jika salah satu menghentikan mimpinya dengan yang lain maka kehidupan tersebut akan lenyap. Jelas bukan, jika Sloane berhenti memimpikan kehidupan Maggie maka sama artinya kehidupan Maggie akan berhenti. Begitu juga sebaliknya.

Maggie sudah sering diingatkan untuk melupakan perihal Sloane. banyak hal yang dilakukannya dengan mengatasnamakan perbuatan Sloane. Saat kedapatan memukul salah satu teman misalnya, ia berkeras itu adalah tindakan Sloane. 

Awalnya sang Ibu, Nicole menganggap hanya khayalan anak-anak. Kelamaan mereka semua makin cemas akan celoteh Maggie tentang Sloane. Maggie merasa Sloane memasuki pikirannya saat ia terkantuk-kantuk atau tertidur pulas. Itu sebabnya ia jarang tertidur pulas. " Seperti biasa, Sloane berkedip-kedip melalui pikiranku saat aku terkantuk-kantuk. Aku memejamkan mata."

Sloane sendiri sangat takut ia harus pergi karena Maggie menghentikan mimpin tentang kehidupannya. Simak kalimat pada halaman 42, "Namun, ketakutanku yang terbesar dari semua ini adalah yang selalu kukatakan pada diriku sendiri takkan pernah terjadi. Yaitu, bahwa suatu malam Maggie akan tidur dan akulah yang pergi."

Kisah dalam buku ini disajikan secara bergantian antara sisi Maggie dan Sloane. Tak perlu repot membaca bagian siapa sekarang, hanya dengan melihat ilustrasi yang ada pada awal kisah kita bisa mengetahui ini bagian Sloane atau Maggie.

Kisah Sloane selalu dibuka dengan ilustrasi sebuah jendela yang menghadap sebuah kebun asri dengan sebuah pohon rindang tumbuh di pojok. Pagar kayu terlihat mengelilingi halaman tersebut. Korden yang ada terlihat sederhana dan diikat di sisi kanan jendela. Gambaran sederhana seperti Sloane.

Sementara pada bagian Maggie, yang terlihat adalah jendela yang menghadap ke aneka gedung bertingkat. Satu-satunya tanah yang ada adalah  pada pot bunga yang diletakan di sisi kanan jendela. Sementara korden terbagi dua sama rata di sisi jendela dan diberi kaitan menawan. Mewah dan elegan seperti layaknya Maggie.

Lucid Dream bisa dimaknai sebagai sebuah pengalaman di alam mimpi, di mana kita bisa mengontrol mimpi, merasakan hal-hal di dalamnya, terpenting tetap tersadar selama bermimpi. 

Perlu diperhatikan perbedaan dengan  mimpi biasa. Dalam Lucid seseorang benar-benar mengalami segala sesuatu secara sadar sehingga mampu mengingat semuanya dengan jelas. Melalui Lucid seseorang bisa memenuhi keinginannya yang tak tercapai dalam dunia nyata karena segala sesuatu berada dalam kontrolnya.

Sedangkan dalam mimpi kita seakan-akan hanya melihat berbagai hal sehingga seakan ada yang hilang dalam ingatan. Sebagai penonton tentunya tidak bisa melakukan apa-apa.

Awalnya saya kira kisah ini mengenai seseorang yang memiliki kepribadian ganda. Ternyata kisahnya lebih kompleks dari itu. Cerita yang diuraikan dengan menawan ini butuh trik khusus dalam menikmatinya. Pembaca harus memilah saat menikmati kisah Meggie dan Sloane karena keduanya sangat bertotal belakang. Nikmati saja kisahnya, biarkan semuanya  berjalan dengan ada adanya. Jangan ada perasaan kok begini bukannya harus begitu, kenapa dia berlaku begini dan sebagainya. Santai dan nikmati kisahnya dengan tenang.

Dugaan bahwa kisah mengenai seseorang dengan dua kepribadian juga yang membuat saya merasa harusnya buku ini termasuk buku dengan kisah  yang mengambil latar belakang psikologi bukannya fantasi. Kian kebelakang, saya merasa memang ada beberapa bagian yang bisa kita masukan dalam kategori fantasi.

Apapun itu, nikmatilah kisah ini.
Jangan-jangan, kita juga pernah atau bahkan sering mengalami Lucid.
Penasaran...





2 komentar:

  1. Wah, saya juga kemaren sempet ngincer buku ini. Ini terbitan 2014, mbak?

    BalasHapus
  2. Ga tau kenapa saya selalu melewatkan buku ini buat dibeli. Dari pengantarnya aja, saya kok enggak tertarik. Hem, dan setelah baca resensinya, saya emang ga bakal beli buku ini deh....

    BalasHapus