Rabu, 14 Mei 2014

Review 2014#28: Misteri Penculikan Kolektor Serakah




Penulis: M.V Carey
Alih Bahasa: Hendarto Setiadi
ISBN: 979-515-014-4
Halaman: 192
Penerbit: PT Gramedia Mustaka Utama

Siapa yang mendendam pada Jeremy Pilcher? Siapa yang TIDAK? Kolektor buku ini punya banyak musuh dari siapapun yang dikenal Trio Detektif. Karena itu, mereka sempat kelabakan waktu orang tua itu diculik.

Jawabannya terkubur di antara jutaan buku, di dalam arsip komputer, dan di masa lalu Mr. Picher yang kelam. Trio Detektif harus menyelidiki semuanya untuk memperoleh petunjuk. Tetapi semakin banyak yang mereka ketahui, semakin jelas bahwa Mr Pilcher sendiri memang mencari perkara!
  
Terkubur di antara jutaan buku!
Kalimat itu yang paling saya sukai dari buku ini. Sejak dulu pastinya.  Pertama kali membaca serial ini saat di sekolah menengah. Saya yang bukan penyuka kisah percintaan tentunya memilih kisah detektif dan misteri, selain kisah petualangan.

Saya masih ingat, dengan beberapa sahabat seakan berlomba siapa terlebih dahulu menemukan buku baru dari seri ini. Rasanya bangga menjadi yang pertama memamerkan, soal membaca urusan nanti. Saat kuliah, saya mulai mengumpulkan kembali beberapa buku yang hilang dalam serial ini. Kebetulan saat itu masih terjual di toko buku.

Kecintaan saya pada buku yang membuat seri ini tetap  terawat  dalam koleksi saya. Sebagian besar sudah bisa dipastikan adalah terbitan pertama. Sebenarnya tidak terlalu  terawat juga, maklum saat itu saya belum memperlakukan buku dengan begitu manisnya ^_^ Tapi kondisinya minimal masih utuh.

Suatu saat, tanpa sengaja saya melihat salah satu seri buku ini berada dalam tumpukan buku yang dijual pada sebuah stand buku lawas. Harganya lumayan membuat saya melongo saat iseng bertanya. Baru mata saya terbuka dan menyadari bahwa seri saya bernilai ekonomis disamping nilai sentimentil.

Perburuan dimulai!
Mulai saya mencari beberapa buku yang tidak ada dalam koleksi saya. Ada yang raib digondol oknum semprul, ada juga yang dulu saya memang tidak membelinya, Nyaris semuanya terkumpul kembali, kecuali judul yang satu ini. Sungguh susah mencarinya!
Kalau memang jodoh tak lari kemana.
Begitulah saya dengan buku ini. Kebetulan dapat tugas membereskan pembayaran pembelian buku antik bagi kantor pada sebuah bazar. Sambil  mengobrol dengan si penjual,mata mulai meneliti setiap buku yang digelar. Nyaris putus asa karena sepertinya tidak ada buku ini. Sekedar menghibur hati, saya beli sebuah buku lawas, Hardy Boys.

Sambil menunggu buku-buku pilihan untuk kantor didata, iseng saya mulai membaca buku yang saya beli tadi. Melihat itu, si bapak penjual menawarkan buku-buku sejenis. Semuanya dijawab dengan gelengan kepala hingga kalimat, "Trio Detektif mau?" Langsung melotot kok tadi ngak lihat yah.

Perlahan sambil menahan gejolak hati saya menelusuri seikat  Trio Detektif yang disodorkan oleh sang penjual. Perlahan.... menarik napas kecewa ternyata tidak ada. Saya kembalikan  ikatan seri Trio Detektif yang tadi saya lihat kepada penjual, Niatnya mulai kembali menekuni buku yang tadi saya baca, namun sang bapak penjual rupanya sangat gigih, disodorinya saya satu set lagi. " Coba lihat yang ini, lebih lengkap siapa tahu tertarik"Dengan agak malas saya terima seikat buku yang disodorkan. Asal-asalan saya baca judul yang ada.

BINGGO!!!!!!!!!!!!!!!
Alhamdullilah ternyata ada. Saking semangatnya saya langsung pasang wajah acuh. Maklum ingat pesan tetua jika belanja buku jangan tunjukan wajah tertarik bisa pasang harga tinggi. Sedikit tawar menawar dengan penuh perjuangan dan menahan semangat akhirnya buku ini pindah ke tangan saya. Maka lengkap juga seri ini.

Sebelum makin melantur. sebaiknya saya mulai menelaah isi buku ini. 
Seperti yang tertera pada sinopsis, buku ini mengisahkan tentang sosok seorang pria yang paling menyebalkan di Rocky Beach. Pria itu, Jeremy Pilcher merupakan seorang kolektor buku.Sebenarnya ia menjadi kolektor secara tidak sengaja. Tujuannya adalah untuk dibaca suatu saat jika ia ada waktu luang. Sayangnya waktu luang adalah sesuatu yang jarang ia punyai. Begitulah jugalah alasan yang dipakai oleh para penimbun buku sejati.

Suatu saat ia mengadakan pesta guna merayakan pertunangan anak satu-satunya. Walau ia sebenarnya tidak ingin mengadakan pesta, tapi demi sang anak maka dibuatlah sebuah pesta walau jauh dari kelayakan. Misalnya saja para pelayan menggunakan ketiga tokoh utama seri ini agar bisa mengeluarkan biaya sesuai dengan batas standar biaya minimum.

Bagi Jupiter, Pate dan Bob tidak penting berapa banyak mereka bisa mendapatkan uang dari bekerja menjadi pelayan, tapi berada di rumah milik Jeremy Pilcher yang membuat mereka bersemangat. Sebagai penyuka misteri, sosok Jeremy Pilcher sudah menimbulkan rasa ingin tahu ketiga sahabat muda kita.

Seperti kisah yang lain, mereka bertiga berada diwaktu dan tempat yang salah. Jeremy Pilcher diculik di depan hidung mereka, ditengah ramainya pesta. Sebuah surat ancaman diterima tak lama sesudahnya. Ketiganya harus berpacu dengan waktu mengingat keselamatan Jeremy Pilcher.

Dibandingkan dengan buku-buku yang lain dalam seri ini, kisah ini merupakan kisah yang paling sederhana menurut saya. Pemecahan misteri yang ditawarkan sangat sederhana berbeda dengan kisah yang lainnya. Ketiga tokoh utama juga seakan tidak diberi peranan yang cukup. Keahlian ketiganya tidak dieksplor secara mendalam dalam kisah ini.

Biasanya pembaca akan mendapat banyak tambahan pengetahuan saat membaca buku seri ini. Bahkan dalam salah satu buku memuat tentang Indonesia. Tapi dalam buku ini, tambahan pengetahuan sungguh sangat minim. Greget buku ini seakan menghilang. Penulis seakan ingin segera menuntaskan kisahnya.

Ketiga sosok detektif remaja selalu menunjukkan kekompakan dalam bekerja. Secara tak langsung hal ini memberikan pesan moral bahwa sebuah kerja tim akan memberikan hasil yang maksimal. Penelaahan deduksi yang merupakan keahlian Jupiter dibantu dengan data mutahir hasil riset yang merupakan keahlian Bon diwujudkan dalam sebuah tindakan nyata yang merupakan keahlian Pete. Setiap orang memiliki peranan yang sama penting dalam kerja tim. 

Jupiter membuat saya yakin bahwa membaca akan membuat kita cerdas dan bijak. Bob membuat saya berkhayal suatu saat sedang sibuk menyampul buku dan mengembalikan buku yang baru dikembalikan ke rak, sambil sesekali memisahkan buku yang mungkin berguna bagi saya. Sementara Pate mamacu saya untuk menjadi sosok yang gesit. Ketiganya sungguh merupakan sosok yang handal dengan keahliannya masing-masing.

Sebagai bukti kehandalan mereka, kepala polisi Rocky Beach, Samuel Reynolds,  memberikan semacam kartu pengenal yang menunjukkan bahwa ketiga remaja tersebut adalah petugas muda yang membantu kepolisian Rocky Beach. Kartu tersebut sering dijadikan senjata pemungkas oleh Jupiter terhadap calon klien yang meragukan kemampuan mereka.

Hal tersebut menunjukkan sifat rendah hati, yang sebenarnya jauh dari sifat Jupiter. Mereka lebih menyukai tindakan menyakinkan calon klien dari pada langsung menunjukkan kartu sakti tersebut. Tindakan tersebut juga mencerminkan sifat percaya diri, yang merupakan sifat utama Jupiter Jones.

Pada beberapa kisah disebutkan bahwa mereka disewa untuk menyelesaikan sebuah masalah. Saya penasaran, kenapa tidak disebutkan seberapa besar nilai penghargaan atas bantuan yang mereka lakukan. Apakah penulis ingin menghindakan kisah komersial? Atau kemungkinan dituntut karena memberikan kesan remaja boleh bekerja? Entahlah

Pada kover depan buku kita akan menemukan tulisan," Alfred Hitchock &  Trio Detektif dalam" lalu diteruskan dengan judul kisah. Bisa dipastikan judulnya dimulai dengan kata "Misteri" Di pojok kiri atas juga terdapat  semacam siluet  sosok seorang pria dan dilingkari dengan tulisan Alfred Hitchock -Trio Detektif.

Sekilas akan terlihat seakan-akan ada peranan  Alfred Hitchock dalam proses penulisan buku ini.Padahal tidak ada satu pun kisah yang ditulis olehnya.Untuk  buku ke-1 sampai  ke-9 dan ke-11  penulisnya adalah Robert Artthur Jr. Lalu masih ada 4 orang penulis lagi yang menulis seri ini,mereka ialah  William Arden, M. V. Carey, Nick West, serta Mark Brandel.

Pencantuman nama  Alfred Hitchcock bisa dianggap sebagai salah satu strategi promosi dari penerbit, random house. Ia diminta untuk mencantumkan namanya guna  menarik minat para pembaca. Dan hasilnya sangat memuaskan!

Sir Alfred Joseph Hitchcock (13 Agustus 1899-29 April 1980) adalah seorang sutradara  berbakat  dari Inggris, beliau terkenal dengan film-film thriller sekitar 50 judul.

Bagi mereka yang tertarik membaca kisah lainnya dalam seri ini bisa mengunjungi beberapa laman berikut:
1. http://madro99.wordpress.com/2011/02/18/download-ebook-gratis-karya-alfred-hitchcock/
2. http://trio-detektif.blogspot.com/2009/07/free-download.html
3. http://tyaditty.wordpress.com/2011/06/19/e-book-trio-detektif/
4. http://downloadnovelgratis.com/novel-terjemahan-alfred-hitchcock-dan-trio-detektif-2/
5. http://downloadnovelgratis.com/novel-terjemahan-alfred-hitchcock-dan-trio-detektif-3/
6. http://rezka-j.blogspot.com/2011/12/download-buku-trio-detektif.html
7. http://cerita-silat.mywapblog.com/files/triodetektif04-mister.pdf

Pada laman http://profdownload.blogspot.com/2012/06/novel-alfred-hitchcock-trio-detektif_20.html,  beberapa kisah lebih mudah diundah. Pilihannya adalah:
Koleksi “Novel Alfred Hitchcock”,
Koleksi “Novel Trio detektif” gratis
Misteri Cakar Perunggu. Download ebook 
Misteri Warisan Hitchcock. Download ebook 
Misteri Teka-Teki Aneh. Download ebook 
Misteri Penyamun Horor. Download ebook 
Trio Penyamar Download ebook 
Misteri Naga Batuk. Download ebook 
Misteri Tambang Jebakan Maut. Download ebook 
Misteri Setan Menandak. Download ebook 
Misteri Rumah yang Mengkerut. Download ebook 
Misteri Nyanyian Kobra. Download ebook

Seri ini terdiri dari 43 kisah, yaitu:
  1. The Secret of Terror Castle (Misteri Puri Setan)
  2. The Mystery of the Stuttering Parrot (Misteri Nuri Gagap)
  3. The Mystery of the Whispering Mummy (Misteri Bisikan Mumi)
  4. The Mystery of the Green Ghost (Misteri Hantu Hijau)
  5. The Mystery of the Vanishing Treasure (Misteri Kurcaci Gaib)
  6. The Secret of Skeleton Island (Misteri Pulau Tengkorak)
  7. The Mystery of the Fiery Eye (Misteri Mata Berapi)
  8. The Mystery of the Silver Spider (Misteri Laba-laba Perak)
  9. The Mystery of the Screaming Clock (Misteri Jeritan Jam)
  10. The Mystery of the Moaning Cave (Misteri Gua Raungan)
  11. The Mystery of the Talking Skull (Misteri Tengkorak Berbicara)
  12. The Mystery of the Laughing Shadow (Misteri Bayangan Tertawa)
  13. The Secret of the Crooked Cat (Misteri Kucing Bengkok)
  14. The Mystery of the Coughing Dragon (Misteri Naga Batuk)
  15. The Mystery of the Flaming Footprints (Misteri Jejak Bernyala)
  16. The Mystery of the Nervous Lion (Misteri Singa Gugup)
  17. The Mystery of the Singing Serpent (Misteri Nyanyian Kobra)
  18. The Mystery of the Shrinking House (Misteri Rumah Yang Mengkerut)
  19. The Secret of Phantom Lake (Misteri Danau Siluman)
  20. The Mystery of Monster Mountain (Misteri Gunung Monster)
  21. The Secret of the Haunted Mirror (Misteri Cermin Berhantu)
  22. The Mystery of the Dead Man's Riddle (Misteri Teka-Teki Aneh)
  23. The Mystery of the Invisible Dog (Misteri Anjing Siluman)
  24. The Mystery of Death Trap Mine (Misteri Tambang Jebakan Maut)
  25. The Mystery of the Dancing Devil (Misteri Setan Menandak)
  26. The Mystery of the Headless Horse (Misteri Kuda Tanpa Kepala)
  27. The Mystery of the Magic Circle (Misteri Kelompok Penyihir)
  28. The Mystery of the Deadly Double (Misteri Kemelut Kembar)
  29. The Mystery of the Sinister Scarecrow (Misteri Boneka Beringas)
  30. The Secret of Shark Reef (Misteri Karang Hiu)
  31. The Mystery of the Scar-Faced Beggar (Pengemis Buta Bermuka Rusak)
  32. The Mystery of the Blazing Cliffs (Misteri Tebing Menyala)
  33. The Mystery of the Purple Pirate (Misteri Perompak Ungu)
  34. The Mystery of the Wandering Caveman (Misteri Manusia Gua)
  35. The Mystery of the Kidnapped Whale (Misteri Penculikan Ikan Paus)
  36. The Mystery of the Missing Mermaid (Misteri Hilangnya Putri Duyung)
  37. The Mystery of the Two-Toed Pigeon (Misteri Merpati Berjari Dua)
  38. The Mystery of the Smashing Glass (Misteri Kaca-kaca Remuk)
  39. The Mystery of the Trail of Terror (Misteri Kejaran Teror)
  40. The Mystery of the Rogues' Reunion (Misteri Reuni Berandal Cilik)
  41. The Mystery of the Creep-Show Crooks (Misteri Penyamun Horor)
  42. The Mystery of Wrecker's Rock (Misteri Karang Bencana)
  43. The Mystery of the Cranky Collector (Penculikan Kolektor Serakah
Favorit saya adalah Misteri Kurcaci Gaib. Kisahnya luar biasa karena sedikit berbeda dengan yang lain. Terutama karena mengusung tema kurcaci, makhluk dari khayalan.

Sebuah paragraf yang paling saya suka adalah, "Ayah saya hanya gemar membaca buku. Dia selalu mengatakan bahwa semua akan dibacanya suatu hari, kalau dia punya lebih banyak waktu. Tapi sementara itu, dia terus membeli buku baru. Ayah saya memang suka memiliki  buku banyak. Dengan demikian dia merasa lebih terpelajar. Dan sekali membeli buku, dia tak akan membuang atau memberikannya kepada orang lain."

Jika kita telaah banyak yang memajang banyak buku di rumah agar terkesan pintar padahal belum tentu buku-buku tersebut sudah dibacanya. Atau berpose dengan membaca sebuah buku yang dianggap mampu menunjukan kepandaiannya. Bahkan sering kali mahasiswa sengaja membawa-bawa buku agar berkesan sedang sibuk belajar hingga kemana saja harus dibawa untuk dipelajari.

Sepertinya situasi tersebut mungkin sudah tidak cocok lagi. Dengan perkembangan jaman, buku fisik sudah mulai didampingi oleh buku elektronik. Selain dianggap mampu menghemat sekian banyak rak, membantu proses cinta lingkungan dengan mengurangi penggunaan kertas.

Jadi kepikiran bagaimana nasib Bob jika seri ini memunculkan kisah baru. Jika buku fisik sudah mulai ditinggalkan bahkan sering dianggap kurang terkini, lalu apakah mencari informasinya melalui intenet saja  atau  internet dilengkapi dengan buku.
Kalimat, "Dan sekali membeli buku, dia tak akan membuang atau memberikannya kepada orang lain." sepertinya menggambarkan para penimbun sejati. Yang terus memperbanyak timbunan dan mengurangi berbagi.

Selamat bergabung "peluq-peluq"

Sumber:
Goodreads
Wikipedia

Jumat, 09 Mei 2014

Review 2014 #27: Journey 2 Papua


Penulis: Swastika Nohara
Judul Asli: Papua Berkisah
Penyunting: Stanley v.d Meulen
Penyelaras Akhir: Andri Agus Febianto
Penata Letak: Erina Puspitasari
Pendesain Sampul: Larung
ISBN : 978-602-7689-70-1
Halaman : 212
Penerbit : Loveable
Harga: Rp 43.000

"... tara ada anak yang mengurusnya. Masih jauh lebih beruntung aku ini, punya anak yang baik, yang mau menemani hari tuaku di Wamena nanti!"

Salah satu alasan saya mau membaca dan mereview buku ini adalah karena kata Papua. Tanpa kata itu saya mungkin tidak akan membacanya. Bukan karena sentimen pribadi namun lebih karena saya bukan penyuka genre yang diusung oleh penerbit ini.

Kisahnya tentang sepasang anak perempuan dan bapaknya yang menuju Papua untuk bertemu dengan samak saudara dan kembali menerap di sana. Sang bapak, Saulus, sangat ingin pulang kampung setelah sekian lama meninggalkan kampung halaman, Sementara bagi sang anak, Evalin Maria Tibul perjalanan tersebut dilakukan karena terpaksa. Sejak sang ibu meninggal, praktis hanya gadis berusia 21 tahun itu yang merupakan kerabat Saulus. Anak pertamanya bermukim di Surabaya. Ia sunggguh tak tega membiarkang Saulus pergi sendiri. Walau dengan rasa dongkol dan berat hati Eva menemani Saulus.

Perjalanan keduanya penuh dengan aneka warna. Dari debat mulut, salah jalan, membayar utang lama, mencari restoran yang dulu adalah tempat bekerja Saulus dan istrinya, kerampokan hingga tertinggal kapal membuat perjalan tersebut menjadi kian penuh warna. Bagi yang sudah pernah membaca buku Honyemoon with my Brother, tentunya akan menyukai buku ini. Perjalanan yang dilalui keduanya membuat keduanya kian dekat.

Lalu apakah Eva yang semula sangat tidak ingin pindah ke Papua akhirnya memutuskan menetap di sana? Atau Eva kembali ke rencana awalnya untuk kembali ke Jakarta setelah mengantarkan orang tuanya dan sekedar berlibur bertemu keluarga di Papua? Silahkan disimak sendiri yaaaa ^_^

Secara garis besar, kisah dalam buku ini cukup menghibur. Nilai kekeluargaan yang terkandung membuat seseorang bisa menyadari bahwa kadang kita begitu bersemangat menunjukan rasa cita pada seseorang tapi lupa menunjukan rasa cinta pada orang yang ada di sekitar kita seperti pada orang tua dan saudara.

Beberapa bagian dalam kisah ini juga menunjukan perkembangan pembangunan di Papua. Penulis juga membuat bagian kisah yang menunjukan adegan dimana seorang ibu ternyata sukses membuka usaha di sana. Kisahnya tentang bagaimana ia bangkit dari keterpurukan di Jawa dan berkembang di Papua menjadi motivasi Eva untuk optimis melihat hidup.

Selain mengenai sebuah lokasi, buku ini juga sarat dengan penggunaan  bahasa dan dialek Papua. ADa juga tetang kehidupan sosial dan aneka istilah di sana. Pada halaman 12 ada sebuah catatan kaki tentang Noken, yaitu tas khas Papua. Sungguh membantu bagi pembaca yang tidak mengerti kebudayaan Papua. Namun ada baiknya juga ada catatan mengenai apa itu kalimat,   "nona deng Mace pu barang."  Saya menebaknya sebagai barang milik mama si nona karena di bawah kalimat tersebut ada kalimat, "Mama saya sedang pi keluar."

Sementara kata Pace saya anggap berarti om atau paman. Dengan membuat catatan kaki tentunya pembaca juga akan mendapat tambahan pengetahuan budaya tentang aneka kata dalam Bahasa Papua. Padahal di halaman 127 penulis sudah melakukan hal tersebut dengan menuliskan, "Paling tidak, tong(kita) cobalah tinggal di sana...."

Kekurangan buku ini terutama mengenai logika dan typo. Kalimat ,"Eva dan Saulus baru saja menyelesaikan makam malam pertama di atas kapal." bagi saya menunjukkan bahwa Eva dan Saulus baru saja selesai makan, kalimat "makam" saya asumsikan sebagai makan. Namun  membaca kalimat, "Begitu mereka memasuki ruang makan, Eva langsung berbalik badan, tidak jadi makan" memuat saya bingung. Bukannya kalimat tersebut mengacu pada maksud mereka baru saja akan masuk ke ruang makan untuk bersantap malam. Tapi membaca kalimat sebelumnya menjadi kontras dan membingungkan. Apa lagi jika terus dibaca hingga halaman 144 yang mengisahkan mereka sedang menikmati bekal makan malam. Jadi sebenarnya penulis ingin menyampaikan Eva dan Saulus, sudah makan malam atau baru makan malam?

Sebagai orang yang tidak bisa membuat draf review, typo jelas merupakan kelemahan saya. Saya tidak bisa seperti teman-teman membuat catatan atau tulisan dulu baru diketik. Jika itu saya lakukan maka bisa dipastikan apa yang saya tulis akan berbeda dengan yang saya ketik. Dari pada kerja dua kali lebih baik langsung saya ketik review saya.

Memang bukan hal yang layak dimaklumi tapi setidaknya hal tersebut bisa dianggap wajar jika dibandingkan dengan typo pada buku. Buku ini jelas-jelas memuat berbagai typo. Contohnya selain kata "makam" di atas, pada halaman 19 seharusnya tertulis, "Kemudian Lisa memecah kesunyian" Bukankah seharusnya tertulis  "Kemudian Eva  memecah kesunyian" Bayangkan jika Lisa yang sudah meninggal mendadak memecah kesunyian dengan sapaannya. Bisa bubar semua orang!  Atau pada halaman 84 pada baris pertama tertulis warnet selanjutnya di bawah disebut wartel.  Padahal  jika memgacu pada kalimat-kalimat sebelumnya maka jelas bahwa yang dicari Eva adalah wartel, bukan warnet.

Jadi berpikir bagaimanakah proses penyelesaian buku ini? apakah tidak ada peran dari penyunting, editor, proofread atau apalah namanya yang bisa membantu penulis agar tidak terjadi kesalahan-kesalahan kecil yang bersifat konyol. Tugas utama penulis adalah membuat ide tentang sebuah cerita menjadi sebuah  kisah tertulis. Tugas yang lain membantu penulis memoles, mengedit dan membuat cerita tresebut menjadi sebuah kemasan cerita yang layak disampaikan pada khalayak umum. Jangan sampai kisah yang berpotensi disukai masyarakat berakhir di gudang karena hal-hal sepelel!

Mungkin karena sudah membaca banyak buku, saya sudah merasakan dan menebak ada sesuatu pada point yang menyebutkan sahabat Eva sedang berbicara mesra dengan seseorang di telepon. Atau saat muncul beberapa tokoh lain, saya sudah bisa merasakan bahwa keduanya pasti memiliki peran sebagai orang jahat dalam buku ini.

Saya sempat tergoda untuk sekedar mengirim sms jahil begitu membaca sebaris nomer telepon genggam di halaman 75. Tapi saya segera mengurungkan niat, kasihan juga jika nomer itu benar-benar nomer seseorang, tentunya aia pasti aka kesal mendapat sms iseng jam sebelas malam, Saya sebenarnya penasaran, nomer siapakah itu?

Sekedar saran pada penerbit, ada baiknya jika sinopsis serta aneka kalimat yang tertera pada kover dicetak dengan menggunakan tipe huruf yang lebih tebal atau menggunakan font yang lebih besar sehingga tidak berkesan tipis dan suram. Dibutuhkan tenaga ekstra untuk membacanya. hal tersebut bisa membuat calon pembeli potensial membatalkan niatnya untuk membeli.

Sementara untuk urusan pilihan warna serta ilustrasi yang ada di kover sudah cukup menggoda mata minimal untuk melirik. Apalagi dengan adanya ilustrasi di bagian dalam buku. Seandainya ilustrasi yang dipergunakan dalam trailer buku dimasukan juga dalam buku cetak tentunya akan mempemanis dan memberi nilai tambah pada buku ini.

Terlepas dari segala hal di atas, penulis wajib diberi acungan jempol. Saat penulis lain sibuk mengambil lokasi di luar negeri sebagai tempat kejadian atau setting lokasi, penulis dengan berani memilih Papua.  Secara tidak langsung penulis mengajak pembaca lebih mengenal Papua.

Misalnya disebutkan tentang Tifa. Tifa merupakan  alat musik khas Indonesia bagian Timur, khususnya  Maluku dan Papua. Alat musik ini bentuknya menyerupai  kendang dan terbuat dari kayu yang di lubangi tengahnya. Ada beberapa macam jenis alat musik Tifa seperti Tifa Dasar,  Tifa Potong, Tifa Bas dan lainnya


Tifa mirip dengan alat musik gendang yang dimainkan dengan cara dipukul. Alat musik ini terbuat dari sebatang kayu yang dikosongi atau dihilangi isinya dan pada salah satu sisi ujungnya ditutupi, dan biasanya penutupnya digunakan kulit rusa yang telah dikeringkan untuk menghasilkan suara yang bagus dan indah. Bentuknyapun biasanya dibuat dengan ukiran. Setiap suku di Maluku dan Papua memiliki tifa dengan ciri khas nya masing-masing


Oh ya, saya tidak setuju dengan  kalimat, "Hidup bukan selalu soal cinta." Bagi saya cinta membuat hidup menjadi lebih berarti. Masalahnya orang sering mengartikan kata cinta sebagai cinta kepada lawan jenis. Padahal cinta bisa dimaknai dengan cinta pada orang tua, cinta pada saudara, cinta terhadap lingkungan. Lisah dalam buku ini juga mengusung kuat tema tentang cinta sebenarnya, cinta Eva pada sang papa yang membuatnya mau menemani ke Papua, cinta Saulus pada Lisa. Cintalah yang membuat hidup berwarna. Seperti juga cinta saya pada buku-buku  disamping cinta saya pada keluarga.

Jangan lupa menyimak http://youtu.be/Oplcwwy4jgk
Menghibur


Sumber gambar:
http://id.wikipedia.org/wiki/Papua
http://www.divingbali.cz/id/papua-safari

Senin, 05 Mei 2014

Review 2014 #26: Surat Untuk Muthia Esfand tentang Assassin's Creed: Forsaken

Sudut Bumi 2014

Dear Muthia Esfand


Bagaimana khabarmu saat ini?  Terima kasih tak terhingga akan kiriman bukumu beberapa waktu yang lalu. Sungguh menawan. Buku setebal 520 halaman ini selesai dalam waktu yang lama. Sebelum kisahnya selesai, aku sungguh  tak ingin menutupnya. Kalau pun aku berhenti membaca,  itu karena harus melakukan aktivitas seperti berjalan dari stasiun kereta ke kantor,  pergi ke kamar kecil  dan sejenisnya. Hanya saja......, aku butuh waktu agak lama  untuk membuat reviewnya.


Aneh? Memang begitu adanya.

Bukan! Bukan aku berbohong mengenai keseruan kisah ini.!
Hanya saja..., aku butuh waktu untuk mengilangkan residu keseruan kisah ini. Ada saat aku begitu berinding ketakutan membaca sebuah adegan, lain waktu aku seakan  menangisi nasib tokoh utama. Tapi ada juga saat aku menemukan diriku memiliki pemikiran dan mungkin saja bertindak sama seperti yang dilakukan tokoh utama dalam buku ini. Agak menakutkan bagi diriku sendiri jadinya. Perasaan bercampur aduk saat membaca buku ini.

Jika tidak mengganggu waktumu, ingin sekali kubagi kesan setelah membaca buku tersebut. Sekedar mengingatkan, buku yang aku terima memiliki data sebagai berikut:

Judul: Assassin's Creed : Forsaaken
Penulis: Oliver Bowden
Penerjemah: Melody Violine
Penyunting: Puti Amaranta
Penyelaras Akhir: Muthia Esfand
Penata Letak: Erina Puspitasari
Pendisain Sampul: Kiki Maryana
ISBN: 978-602-7689-73-2
Halaman: 520
Penerbit: FANTASIOUS
Harga: Rp 89.000

 Buku ini merupakan intisari dari jurnal  seseorang yang  bernama Haytham Kenway. Jurnal tersebut dimulai sejak ia kecil hingga akhir hayatnya. Ditulis antara tahun1735 hingga 1774. Catatan kehidupan seseorang selama 39 tahun sejak berusia 10 tahun tentunya penuh warna.

Haytham Kenway, yang berarti elang muda  merupakan anak satu-satunya dari  Edward Kenway. Sebenarnya masih ada  kakak tiri perempuannya, namun bagaimana juga ia yang harus bertanggung jawab atas keluarga. Setidaknya ia selalu berusaha menenuhi pesan ayahnya untuk menjaga sang ibu.

Seperti saat terjadi penyerangan tepat pada hari ulang tahun kesepuluhnya, Haytham membunuh seseorang guna melindungi sang ibu dan dirinya. Membunuh demi kelindungi diri bukanlah hal yang sepele walau hanya itu satu-satunya pilihan. Tapi bayangkan bagaimana beban yang harus ditanggung anak usia sepuluh tahun, pengalaman membunuh dan melihat ayahnya mati terbunuh. 


Seorang pembunuh

Demikanlah sekarang diri Haytham di mata sang ibu. Terakhir ia melihat sang ibu, ada sinar kecurigaan di matanya. Sesuatu yang menyerupai kebencian. Saat Haytham membunuh pria yang hendak membunuh sang ibu, ia berubah di matanya. Haytham bukan lagi anak laki-laki yang dipangku ibu. Ia sudah menjadi seorang pembunuh. Meski demikian,  Haytham melakukannya untuk menepati janji dengan sang ayah untuk selalu menjaga ibu. Itu yang penting, ia sudah memenuhi janjinya.

Para ver de manera diferente, primero debermos pensar diferenre
Agar bisa melihat dengan cara yang berbeda, pertama-tama kita harus berpikir dengan cara yang berbeda.

Begitulah Haytham  selanjutnya. Ia bukan lagi seorang anak kecil yang sedang berlatih pedang atau bermain prajurit. Ia sekarang  berada dalam pengawasan seorang kesatria Templar untuk dilatih  dan ditempa sehingga menjadi seorang Templar sejati.  Ia begitu menjiwanya kalimat "Kita bergerak dalam Gelap, untuk melayani Terang" 

Apa yang diajarkan oleh tutornya sungguh berbeda dengan apa yang selama ini diajarkan oleh ayahnya, seorang Assassin. Haytham merasakan ketakjuban, kekaguman yang amat besar pada sang ayah  sehingga kadang seakan dikendalikan. Ia merasa harus menandinginya, dewasa dalam bayang-bayang kebesaran sang ayah. Pada sang tutor, Haytham menghormati semua ajarannya atas dasar keinginan kuat untuk membalas dendam.

Dibesarkan dengan dua prinsip yang bertolak belakang, Templar dan Assassin membuat Haytham tumbuh menjadi pribadi yang unik.  Amarah dan dendam akan pembunuh sang ayah serta keinginan untuk mencari orang yang bertanggung jawab atas penculikan sang kakak tiri membuat Haytham kuat. Amarah berubah menjadi kekuatan. Walau tak begitu dekat dengan sang kakak tiri, bagaimana pun juga ia merasa wajib mencari sang kakak yang diculik. Rasa sayang bukanlah dasar tindakannya, tapi  karena  nilai-nilai tanggung jawab akan  keluarga yang ditanamkan sang ayah.


Seiring waktu, Haytham kian menjadi seorang pria dengan akar Assassin dan kepercayaan Templar.  Ia juga sudah menyerahkan hatinya pada seorang wanita Mohawk. Oleh karena ia sangat ingin menyatukan kedua ajaran yang bertentangan tersebut. Satu sisi mewakili masa kecilnya, satu sisi lainnya merupakan diri Haytham di masa sekarang. Bukan hal yang mudah ternyata.

Dear Muthia,
Buku ini sungguh unik. Terutama memberikan pesan moral kepada kita tentang nilai-nilai sebuah keluarga. Haytham menikmati masa kecilnya dengan bahagia dan mendapat banyak pengajaran bagi bekalnya kelak. Keluarga yang tercerai-berai menjadi kekuatan baginya untuk menuntut balas tak perduli berapa lama waktu yang dibutuhkan. Saat ia berkeluarga pun, ia juga harus memutuskan nasib sang anak. Kata hati dan rasa sayang kadang lebih menang dari pada logika,

Beberapa adegan pembunuhan yang dilakukan tanpa perasaan oleh Haytham membuat saya merinding. Tapi entah mengapa saya merasa apa yang dia lakukan bisa diterima dalam situasi peperangan seperti itu.  Saat peperangan, sepertinya orang hanya memiliki dua pilihan, membunuh atau dibunuh. Sungguh  tak heran jika ada yang menyebutkan perang itu kejam.


Walau emosi seakan tercabik-cabik saat membaca kisah kehidupan Haytham, seperti  ada sesuatu yang kurang. Memang saya bisa merasakan kepedihan hati,  rasa amarah dan kesal hingga rasa kebas saat membunuh. Namun tetap saja ada rasa yang kurang. Jiwa dari buku ini seakan tidak ada. Ibarat masakan, kita bisa menikmati masakan nikmat segala macam bumbu, namun terasa kurang nikmat karena tiada rasa garam.
 
Menurut info yang saya baca,  buku ini dibuat berdasarkan sebuah game. Game yang tidak hanya mengandalkan kekerasan tapi juga mengambil aneka lokasi bersejarah sebagai setting pertempuran. Memang ada unsur kekerasan dalam game tersebut. Tapi ada juga pelajaran sejarah yang bisa diambil. Mungkin dengan mengurangi unsur kekerasan sedikit  dan menambah bobot pengetahuan sejarah, game tersebut bisa jadi sebuah permainan yang layak direkomendasikan.

Secara garis besar, buku ini sangat menghibur. Mungkin perlu ditambahkan tulisan untuk 17+ mengingat beberapa adegan kekerasan. Mungkin dalam game banyak terdapat adegan kekerasan dengan visualisasi darah dan bagain tubuh yang terpotong, pemain tinggal menerima apa yang sudah divisualisasikan. Dalam buku, yang ada uraian kata-kata sehingga pembaca akan berimajinasi dalam memvisualisasikan  ungkapan kata-kata menjadi sebuah kejadian.

Oh ya Muthia,
Pembatas buku yang disertakan dalam buku ini sungguh menawan. Ide untuk membuatnya bisa berdiri tegak sungguh mengagumkam. Dengan melihat pembatas buku saja, pembaca bisa tergoda untuk membaca buku ini lebih lanjut. Minimal akan memiliki pertanyaan, siapakah sosok Haytham Kenway itu? Memang pada sinopsis sudah disinggung tentang sosoknya. Tapi hal itu juga membuat rasa ingin membaca kian besar. bagaimana nasib si kecil Haytham Kenway selanjutnya?

Sementara melihat sosok Connor Kenway juga mengundang rasa ingin tahu. Sosoknya memang sama dengan yang ada di kover muka, tapi apa hubungannya dengan Haytham Kenway? Lalu mengapa keduanya memiliki nama keluarga yang sama, Kenway? Pertanyaan itu sempat timbul di benak saya. Setelah mulai membaca buku ini, pertanyaan kian bertambah menjadi kapan giliran Connor muncul dan beraksi?


Aku ingin membuat sebuah pengakuan ,
Dahulu aku pernah tertarik untuk membeli seri Assassin's saat pertama kali terbit. Seseorang sahabat yang juga penggemar kisah fantasi menyatakan buku ini tidak cukup bagus untuk dibaca. Sialnya aku menyetujui penilaiannya dan tidak jadi membeli. Setelah membaca buku ini aku sungguh menyesal! Seandainya sejak dahulu sudah membaca seri ini.

Sudah cukup lama aku menyita waktumu.
Semoga kesan yang aku tangkap dalam membaca buku tersebut bisa dijadikan bahan pertimbangan dalam menerbitkan kisah-kisah selanjutnya. Aku, tentunya sangat berharap mendapat satu eksemplar lagi.


Salam buku



TR