Kamis, 29 Januari 2015

2015 # 21: Bulan Merah

Penulis: GIN
Penyunting:Indradyap, SP
Proofreader: Ocllivia D.P
Desainer sampul: Agung Wulandana
ISBN: 9786021637333
Halaman: 256
Cetakan: 1-Agustus 2014
Penerbit: Qanita
Harga: Rp 49.000


Angin-angin punya rencana

Perjuangan kemerdekaan bangsa ini berhasil dicapai berkat kerja keras para pejuang kita. Perjuangan tidak hanya dengan menangkat senjata, tapi juga bisa dengan cara lain. Salah satunya dengan cara menjadi pembawa pesan rahasia. 

Tugas utama pembawa pesan rahasia adalah menyampaikan informasi kepada dan dari para pejuang. Para pembawa pesan perjuangan berpindah-pindah dari satu titik perjuangan ke titik perjuangan lainnya. Sebentar menjadi pedagang dipasar, lain waktu menjadi kuli kasar. Apa saja dilakoni untuk mencari informasi tentang tentara.

Seperti juga para pejuang, pergerakan para pengirim pesan juga tak semuanya berjalan seperti yang diharapkan. Ada yang ketahuan, lalu ditangkap  dan ditahan. Bahkan ada yang ditembak mati. Atau yang paling tak berperasaan, digantung di tanah lapang untuk disaksikan banyak orang. 

Orang tua Bumi dan Siti juga seorang pembawa pesan. Mereka terbunuh oleh pihak Belanja, untungnya salah seorang sahabat sang ayah, Rawi membawa mereka tepat sebelum terjadi penggeledahan yang berujung penembakan di rumah tempat orang tua dan kerabatnya berkumpul. Saat itu, bulan bulat penuh yang dipacak merah. Ingatan itu membuat Bumi memberi nama kelompok keroncongnya  Bulan Merah.

Banyak cara yang dilakukan untuk bisa menyampaikan pesan. Salah satu ide brilian Bumi, salah satu pembawa pesan adalah menyusupkan pesan dalam lagu yang dinyanyikan saat pertunjukan. Mengambil setting saat   pra kemerdekaan sampai setelah kemerdekaan, kisah dalam buku ini adalah tentang bagaimana pembawa pesan rahasia menyelesaikan tugasnya dengan menyamar sebagai sebuah kelompok keroncong, Bulan Merah.

Salah satu ciri utama Bulan Merah adalah mereka hanya menyanyikan lagu gubahannya sendiri. Maka dengan mudah Bumi menyisipkan pesan rahasia yang harus dipecahkan oleh para pejuang. Pesan rahasia yang Bumi buat juga merupakan pesan yang disusun kembali dari pesan rahasia yang ia terima. Semacam recode dan decode.

Bumi dan Siti  bagaikan  Cuk dan Cak, sejenis ukulele. Cuk tidak bisa berdiri sendiri, ia membutuhkan Cak untuk melengkapi. Perbedaan keduanya hanya pada jumlah dan jenis dawainya.  Dan tentunya kunci nada yang dimainkan harus berbeda karena nanti harus saling menimpali.  Demikian juga dengan Bumi dan Siti, sepasang kakak adik yang saling melengkapi. Banyak sekali kalimat yang ditulis, "Bumi dan Siti" dalam buku ini. Hal tersebut kian memperjelas kedekatan keduanya. Siti selalu mendukung Bumi, sementara Bumi akan selalu menjaga Siti dari segala hal.

Menjadi pembawa pesan memang bukan hal yang mudah bagi Bulan Merah. Selain mereka harus melakukan persiapan pertunjukan dengan cepat, mereka juga harus bisa menghilang secepat kilat. Keberadaan mereka hanya diketahui oleh kalangan tertentu. 

Belum lagi soal musik dan lagu yang harus digubah Bumi. Para pemain harus menghafal beberapa kompisisi lagu. Dengan demikian Bumi akan lebih mudah mengubah syair yang sudah disisipi pesan rahasia. Misalnya bisa saja mereka memainkan komposisi X  tapi yang dinyanyikan adalah syair yang digubah Bumi dengan sisipan tentang berita kedatangan Jepang. Lain waktu mereka memainkan komposisi X dengan syair yang mengandung pesan rahasia tentang hal lain. 

Jadi ingat salah satu fim import tentang mata-mata cilik. Ada adegan dimana mereka menonton semacam film anak-anak di televisi. Para tokohnya bernyanyi dengan kata-kata yang unik. Tapi jika lagu diputar terbalik maka akan ada pesan rahasia yang terdengar.

Menjadi tidak mudah lagi karena ada konflik diantara mereka.Kisah percintaan antara anggota Bulan Merah menambah meriah kisah. Cinta memang tak pandang bulu. Bisa hadir kapan saja, mengenai siapa saja, melalui cara yang unik. Meski harus menahan cemburu, namun demi kelangsungan perjuangan semua hal harus disisihkan.

Kita akan menikmati ramuan kisah perjuangan, cinta, intrik serta musik dalam sebuah paket lengkap. Menarik. Jika menilik kovernya saja sudah menimbulkan rasa penasaran. Kenapa ilustrasi orang yang ada terdiri dari tiga pria dan satu wanita? Kenapa mereka membawa alat musik? Apa hubungannya dengan bulan yang berwatna merah sebagai latar?  Saat membaca tulisan, " Kisah Para Pembawa Pesan rahasia" Mungkin baru bisa menerka-nerka apa hubungannya. Ajung jempol buat mas yang bertugas mendesain kover.

Buku ini terbagi dalam tiga bagian. Pada tiap pergantian bagian, terdapat ilustrasi yang sama dengan kover hanya  dibuat dengan warna hitam putih. Ada sebuah kata yang tercetak di sana. Saya menduga itu adalah bahasa Belanda mengingat kisah dalam buku ini adalah kisah tentang perjuangan saat dijajah Belanda.  Tapi jika dikaji ulang, perasaan saya lebih mengarah bahwa ketiga bagian dalam buku ini bisa dikatakan seperti bagian dari musik keroncong. Entah benar atau tidak, ini hanya opini saya karena membaca kalimat yang menyebutkan bahwa kakek buyut penulis adalah pemain keroncong keliling. Seandanya ada keterangan arti atau terjamahan kata tersebut akan membuat pembaca lebih bisa menikmati  kisah. 

Penulis sepertinya adalah penyuka kopi, jika melihat kalimat "Jadi, nyamankan saja posisi dudukmu. Pastikan kopi terisi penuh di cangkir kesayanganmu." Bumi bisa disebut juga gemar membaca.  Hal tersebut terlihat pada kalimat, " Dari Semarang, perjalanan Bumi ke Batavia membutuhkan waktu berjam-jam lamanya. jadi, bumi sengaja membawa beberapa buku untuk membunuh kebosanan,.... Sayangnya, buku-buku itu pun tak mampu mengatasi waktu yang rupanya melebihi perkiraan Bumi." 

Penasaran. Kenapa harus ada yang mempergunakan ejaan lama? Misalnya untuk surat wasiat dari Rawi dan bait lagu.  Kita semua sudah tahu bahwa ini merupakan kisah yang diceritakan ulang oleh narator, yang bersumber dari kisah yang diceritakan oleh kakeknya.  Hal tersebut bisa dilihat pada kalimat, " Aku mendapatkan cerita Bulan Merah ini dari kakek setelah ia mendapatiku mati kebosanan oleh cerita-cerita yang sering ia kisahkan kepadaku sedari kecil." Selanjutnya perhatikan kalimat berikut, "Jangankan engkau Bre, yang baru memasuki  usia dua puluh, orang-orang yang usianya jauh di atas usiamu  dipastikan tak banyak yang mengetahui cerita tentang Bulan Merah karena sejarah tak sempat mencatatnya. Dan aku sangat terpaksa akan menceritakan padamu, Bre." Juga kaliamt yang ada di halaman 15, "....Karena aku akan menceritakan kepadamu atas apa yang kakek ceritakan kepadaku...." 

Dengan demikian bisa dipastikan seting kejadian ada pada zaman dahulu tanpa perlu menggunakan penulisan dengan ejaan lama. Lagi pula baik surat atau lagu tetap dibaca sama saja toh? Jika untuk menimbulkan kesan zaman dahulu bisa dipergunakan dengan cara lain.

Sikap "Aku" pada Ku Chen kadang seperti menghormat, tapi dilain waktu menganggap sebagai teman. Misalnya kalimat, " Iya Chen, maksudku itu berhenti. Lalu apa yang Bulan Merah kerjakan setelah itu?" halaman 206.   Sementara di halaman 211 tertulis, Aku berhitung,  "Kira-kira masih separuh perjalanan. Bisa saya bantu, Paman Chen?"

Ku Chen merupakan sosok yang cukup patriot meski bukan orang pribumi asli. Orang tuanya adalah pelarian dari Cina daratan. Ketika sebagian pelarian kembali ke China setelah berubah menjadi republik,  kerabatnya tetap memilih tetap tinggal karena di sinilah  tanah hidup mereka. "Ku Chen, kelak kowe akan tahu, tanah hidup bukan melulu tempat kowe dilahirkan. Namun lebih, karena ada yang kowe mau bangun. Ada harapan besar di sana. Nadk peduli darahmu itu apa."  (halamana 124)
  
Selain semakin menumbuhan rasa menghormati pada jasa pejuang tak dikenal, buku ini juga memberikan pengetahuan tambahan mengenai musik keroncong. Seperti diketahui bahwa Musik Keroncong masuk ke Indonesia sekitar tahun 1512, yaitu pada waktu Ekspedisi Portugis pimpinan Alfonso de Albuquerque datang ke Malaka dan Maluku  tahun 1512. Selanjutnya pada tahun 1880 Musik Keroncong lahir. 


Akhir kisah ini cukup mengejutkan. Sudah sering akhir kisah dibuat dengan harapan memberi kejutan bagi pembaca. Misalnya dalam kasus ini,  bisa saja dibuat bahwa ternyata kakek “aku” adalah salah satu anggota dari Bulan Merah.  Pastinya pembaca sudah bisa menebak dengan memperhatikan bagaimana sang kakek selalu merasa terluka setiap bercerita tentang Bulan Merah. Tapi penulis justru menawarkan hal yang lain. Kejutan tetap ada pastinya, tapi keterlihatan sang kakek ternyata lebih dari yang diperkirakan pembaca. Dan pastinya ia bukan aggota Bulan Merah.  

Terakhir,  saya harus memberikan banyak jempol untuk gaya penulisan dalam buku ini.  Untuk tema pembawa pesan memang beberapa kali sering disinggung dalam novel lokal. Tapi memadukan dengan musik merupakan hal yang jarang. Ide yang hebat. Saya akan memberikan bintang 4,5 untuk buku ini.

Belum lagi kata-kata yang dipilihnya. Misalnya untuk menggambarkan kondisi Rawi yang cukup parah, penulis menuliskan, "Seribut  kesehatan Rawi yang semakin  digerogoti sakit tubuhnya" Atau kalimat kasih yang diungkapkan Ratna Melati, " Terlahir sebagai perempuan Jawa, memberi isyarat bahwa aku juga mencintai seorang lelaki yang aku tahu ia sangat mencintaiku saja tidak diperkenankan akannya." Sementara kalimat kesedihan ditinggal Rawi dibuat menjadi, "Jika kelak kalian telah mengenal hati, bersiaplah akan ketakutan-ketakutan atasnya." 

Sekarang, marilah kita berdendang mengenang kejayaan Bulan Merah 
Telah tiba kami si Boelan Merah
habis perdjalanan noesantara
Kabar jang dinanti siap dibawa
Marilah toean rapat semoea

















Senin, 26 Januari 2015

2015 #20: Ini Karyaku, Mana Karyamu?


Judul: Show Your Work
Penulis: Austin Kleon
Penerjemah: Rini Nurul Badariah
Penyunting: HP Melati
Penyelaras aksara: Putri Rosdiana
Penata aksara: Isti
Desain sampul: Hedotz Kliwon
ISBN: 978-602-1306-67-3
Halaman: 224
Cetakan: 1- November 2014
Penerbit: Noura Books
Harga: Rp 49.000

Berbagi
Tunjukan karyanya
Tidak perlu malu

Berkarya bagus ternyata tidaklah cukup. Bagaimana bisa orang mengenal karya kita jika tidak ada yang tahu? Harus ada yang menemukan, mengetahui karya kita dan memberitahu ke orang lain. Agar ditemukan, maka kuncinya adalah harus mudah ditemukan. Menurut penulis, ada cara mudah untuk menyebarkan karya kita dan menjadikannya gampang ditemukan sementara kita berfokus menjadi ahli di bidang yang kita geluti.

Ini merupakan buku bagi orang yang tidak suka mempromosikan diri. Merupakan buku tentang mempengaruhi orang lain dengan membiarkan mereka mencuri dari kita. Apa yang dicuri? Segala hal, ide, karya. Dengan demikian karya kita akan tersebar luas dan dikenal. Di zaman serba digital ini sudah bukan hal sulit untuk menunjukan sebuah karya.

Ada sepuluh hal  penting dalam buku ini yang perlu kita telaah. Penulis secara spesifik mengatakan, "Tidak semua nasehat itu sehat. Jangan ragu mengambil yang sesuai, dan abaikan lainnya." Maka  uraian point yang saya ambil adalah yang menurut saya sesuai, mungkin saja tidak menurut orang lain.

1. Tak Perlu Menjadi Jenius
Perubahan dunia yang cepat membuat setiap orang harus menjadi amatir-orang yang melakukan sesuatu atas dasar kesenangan, memperjuangkan karya dengan semangat cinta, tanpa menghiraukan potensi kesohoran, uang atau karier-keuntungan yang kerap didapatkan oleh para profesional. Amatir melalukan   tanpa ada rasa takut salah atau kelihatan memalukan di depan umum. Mereka belajar secara terbuka hingga orang lain busa belajar dari kegagalan dan keberhasilan mereka. 

Cara terbaik untuk mulai membagi karyamu adalah memikirkan apa yang ingin kau pelajari, lalu komitmenlah mempelajarinya melebihi apapun.  Perhatikan apa yang orang lain bagi, lalu catatlah apa yang tidak mereka bagikan.  Cermati kekosongan yang dapat diisi dengan usaha sendiri. Lupakan hal lain.

Ingat tentang Blue Ocean Strategy? Strategi tersebut  bisa diaplikasikan pada point ini.

2. Pikirkan Proses, Bukan Hasil
Tengok sebuah gerai makanan ringan di pusat perbelanjaan terkenal. Selain memajang aneka panganan yang bisa dilihat dari dekat oleh pembeli, pelayanan juga dilakukan secara swalayan. Silahkan tentukan pilihannya, diskusi dengan keluarga atau teman yang datang bersama bahkan bisa dengan sesama pembeli, lalu bayar. Terpenting, pembeli bisa melihat bagaimana proses pembuatannya.  Yang ditawarkan tidak hanya kenikmatan rasa pada makanan tapi juga sensasi mengikuti bagaimana proses pembuatannya.

Melalui publikasi, secara konsisten kita membangun hubungan dengan konsumen. Mereka bisa melihat orang di balik suatu produk. Masyarakat tidak hanya disodori karya bagus tapi juga ingin berkreasi dan menjadi bagian proses kratif.

Bagamana menunjukan karya bila tidak ada yang diperhatikan? Maka yang harus dilakukan adalah meraup potongan dan sisa-sisa proses lalu bentuk menjadi semacam media menarik yang dipublikasikan. Kita harus mampu mengubah yang tak tampak menjadi sesuatu yang bisa  dilihat orang.  Untuk itu sangat perlu mendokumentasikan apa yang kita kerjakan. Dokumentasi bukan untuk dijadikan karya, namun sebagai catatan saja bagaimana karya tersebut diciptakan.

3. Berbagilah Hal Kecil Setiap Hari
Sedikit demi sedikit, lama-lama menjadi bukit. Publikasikan karyamu setiap ada kesempatan. Satu kalimat per hari misalnya, maka dalam sebulan akan mejadi tiga puluh kalimat. Bayangkan berapa kalimat selama satu tahun. Tapi ingat juga untuk tidak melakukannya jika belum siap dilihat seluruh dunia. Setelah yakin siap baru mulailah mempublikasikan karyamu secara kontinyu.

Terbukalah, bagikan karya tak sempurna dan belum jadi untuk mendapat komentar, masukan dan kritik tapi bukan  berbagi segalanya.  Perhatikan perbedaan besar antara berbagi dan membanjiri. Berbagi adalah sebuah tindakan murah hati, mempublikasikan sesuatu karena menurutmu bermanfaat atau menghibur seseorang. 

4. Buka Koleksimu
Kita semua punya kumpulan koleksi, kumpulan beda kesayangan.  Kita semua membwa benda-benda ajaib dan menyenangkan yang ditemui ketika berkarya dan menjalani hidup. Semua itu membentuk selera, dan selera mempengaruhi karya kita. 

Sebelum siap berbagi karya dengan dunia, kita bisa berbagis elera dengan memperhatikan karya orang lain yang kita sukai. Semua hal yang memberikan pengaruh layak dibagi karena menjadi petunjuk tentang siapa dirimu dan apa yang kamu lakukan. Kadang itu semua bahkan lebih menunjukkan siapa dirimu melebihi karyamu sendiri.

Saat berbagi selera dan sumber pengaruh, beranikan diri mengakuinya. Jangan menyerah pada tekanan untuk terlalu mengoreksi diri. Jangan berusaha menjadi tren atau keren. Terbuka dan jujur akan apa yang disukai adalah cara terbaik untuk dekat demgan orang yang memiliki minat sama. 

5. Ceritakan yang Baik-baik Saja
Manusia ingin tahu dari mana asal suatu benda, cara membuat, siapa yang membuat dan hal lainnya. Kisah yang disampaikan terkait karya tersebut akan berpengaruh pada perasaan dan pemahaman mereka mengenai karya tersebut. Perasaan dan pemahaman orang lain mempengaruhi apresiasi mereka akan karya tersebut. 

Karya tidak lahir begitu saja, sadar atau tidak kita pasti pernah menyampaikan kisah tentang karya tersebut kepada orang lain. Bila ingin lebih efektif ketika berbagi, jadilah pendongeng yang baik. Karena itu, kita perlu tahu bagaimana membuat cerita yang bagus dan cara menyampaikannya. 

Bagian terpenting dalam menyampaikan sebuah cerita adalah strukturnya. Ciri struktur cerita yang bagus adalah rapi, kuat dan logis.  Isi struktur cerita dengan karakter, situasi, latar kehidupan. Namun jangan karena ingin menyampaikan sebuah kisah bagus mengenai diri sendiri kita menjadi mengarang. Sampaikan yang sebenarnya dengan wibawa dan penghargaan kepada diri sendiri. 

6. Ajarkan yang Kamu Tahu
Mengajar bukan menciptakan pesaing. Hanya karena tahu teknik bagaimana seorang pakar melakukannya bukan langsung membuat kita mampu menerapkannya dan juga menjadi pakar. Hal terbaik  ketika berbagi pengetahauan dan karya dengan orang lain adalah kita juga belajar. 

Dengan mengajari orang lain justru kita menambah keahlian kita. Kita bisa mengetahui mana yang menjadi kekurangan dari teknik yang kita ketahui, apa kelebihannya dan bagaimana kemungkinan mengembangkannya kelak. Sewaktu kita mengajarkan sesuatu maka secara otomatis kita akan menarik perhatian lebih atas karya itu. Dan orang akan merasa dekat dengan karya kita karena diizinkan mengetahui prosesnya.

7. Jangan Jadi Manusia Penyampah
Manusia penyampah tidak ingin berkorban, hanya mau idenya didengar tapi tidak mau mendengarkan ide orang lain. Penulis yang ingin karyanya dimuat tapi tidak mau membaca majalah dimana ia ingin karyanya dimuat. Yang penting bagi mereka hanyalah diri mereka sendiri. 

Salah satu bagian dari Seven Habits adalah mendengarkan baru didengar. Kurang lebih bagian ini memuat hal yang sama. Bagaimana seseorang bisa menyadari kita ada jika kita menghargai keberadaannya. 

Bagian dari proses kreatif adalah menemukan bidangmu. Itu ada di mana-mana. Tapi jangan cari di tempat yang salah (Henry Miler).  Berprestasi adalah satu-satunya cara untuk memperoleh relasi atau koneksi. Buat sesuatu yang disukai, bahas, hal tersebut akan menarik orang-orang yang menyukai hal semacam itu. Sederhana.

8. Belajarlah Menerima Pukulan
Ketika mempublikasikan karyamu, kamu harus siap untuk reaksi baik, buruk bahkan tidak ada yang bereaksi sekali pun. Semakin banyak yang menemukan karya kita maka akan semakin banyak kritik yang kita hadapi. Dan pukulan akan datang bertubi-tubi.

Menghadapinya perlu cara khusus; santai dan bernafaslah, tegakkan kepala, mengelaklah, lindungi bagian rapuhmu, serta jaga keseimbanganmu.  Brian Michael Bendis memberikan rik guna menghadapi pukulan. Triknya adalah abaikan anggapan  SEMUA ORANG tentangmu dan hanya pedulikan pendapat orang yang TEPAT. 
Jangan abaikan umpan balik. Langkah pertama dari evaluasi umpan balik adalah menilah sumbernya. Jangan ladeni provokator.  Umpan balik yang kita inginkan adalah yang berasal dari orang-orang yang peduli kepadamu dan pekerjaanmu.

Ada kalanya kita tidak ingin mendengar komentar sama sekali. Tapi memberikan ruang komentar di bawah karyamu sama saja dengan mengundang komentar. Itu sebabnya tidak ada ruang di bawah lukisan dalam geleri yang ditulisi pendapat orang, setelah berkarya kamu tak perlu cek pendapat irang lain mengenainya. Biarkan orang mengontakmu langsung atau membahas karyamu di ruang mereka sendiri (Natalie Dee). 

9. Juallah
Sudah saatnya kita mengakhiri pandangan senimat melarat serta pemikiran mengurusi uang bsia merusak kreativitas. Ketika khalayak mulai berkumpul mencari karya yang selama ini disebarkan gratis, mungkin sudah saatnya menjadikan mereka sebagai sponsor. Hati-hati  menjualnya, ketika orang diminta merogoh dompet, kita akan tahu nilai penghargaan mereka akan karya kita. 

Hal yang penting dilakukan adalah berkarya bagus dan memanfaatkan setiap peluang yang ada. Kreativitas sangat lekat dengan perubahan-maju mengambil peluang, mendobrak batasan-batasan. Ambisius. tetaplah sibuk. Berpikirlah lebih besar. Perluas audiensi. Jangan terbelenggu hanya demi 'lebih pasti" atau  "takut tidak laku' Cobalah hal baru. 

Jika kesempatan datang dan membuat kita bisa berbuat lebih di bidang yang kita inginkan, katakan "ya" tanpa ragu. Jika kesempatan yang datang berarti lebih banyak uang tapi bukan jenis yang disukai tolak saja. 

10. Bertahanlah

Setiap perjalanan karier memiliki pasang surut. Jangan pernah mundur di tengah jalan. Kita tidak merencanakan apapun, hanya menyelesaikan kerja. Kita tidak memastikan kesuksesan, hanya membuka kemungkinan untuk itu, lalu bersiap melompat dan maju ketika saatnya tiba. Bertahan jauh lebih sulit dari pada upaya meraih keberhasilan. 

Dari pada jeda di tengah proyek menunggu umpan balik dan mencemaskan proyek yang akan datang, jadikan akhir satu proyek sebagai amunisi yang baru. Kerjakan apa yang ada di depan mata. Setelah selesai periksa apa yang terlewat, apa yang bisa diperbaiki atau apa yang belum dicapai. Kemudian mulai proyek baru. 

Ketika merasa cukup menguasai sesuatu, sudah waktunya berganti arus dan menemukan hal baru untuk dipelajari supaya lebih maju. Jenuh? Berhentilah sejenak agar bisa berlari jauh lagi. Dengan membuang karya lama, sesunggunya kita menyediakan ruang bagi karya baru. 


Halaman buku ini boleh saja sedikit tapi isi yang terkandungnya sangatlah besar. Bagi mereka yang memiliki karya tapi terlalu takut untuk membagikannya pada khalayak umum, sudah saatnya meninggalkan rasa minder dan mulai memperlihatkan karyanya dengan percaya diri.

Hal yang sedikit kurang nyaman dalam buku ini adalah penulis mempergunakan kata "kamu" sehingga kesannya menggurui. Padahal saya menganggap buku ini bergaya "sharing" atau berbagi karena pada judul tertera kalimat "to share" maka sapaan yang cocok adalah "kita" bukannya "kamu" Meski harus saya akui sang penulis memberikan pelajaran yang mengagumkan dalam buku ini.

Bagan serta kalimat yang perlu kita cermati dibuat dengan mempergunakan latar hitam. Hal ini langsung memberikan pesan pada otak kita untuk lebih memberikan perhatian pada bagian tersebut. Bagan atau gambar semakin mempermudah kita untuk memahami bagian yang diuraikan.

Sudah saatnya keluar dari Zona nyaman dengan memperlihatkan pada dunia sebuah karya.
Ini karyaku, mana karyamu





Minggu, 25 Januari 2015

2015 #19: Terminal

Penulis: Roderick Gordon &  Brian Williams
Penerjemah: Maria A Lubis
Penyunting: Esti  A. Budihapsari
Proofreader: Emi Kusmiati
Desain sampul: David Wyatt
ISBN: 9789794338476
Halaman: 475
Cetakan: 1-11 Oktober 2014
Penerbit: Mizan Fantasi
Harga: Rp 65.000

Akhirnya terbit juga!
Kalimat tersebut spontan saya ucapkan ketika mengetahui seri pamungkas dari Tunnels terbit. Seingat saya, kisah sebelumnya, Spiral saya baca sekitar tahun 2012. Maklum cukup lama menunggu, sekitar dua tahun, sampai saya was-was takut pamungkasnya tidak terbit dalam bahasa lokal.

Semula saya mengira buku pamungkas ini pastinya tebal karena memuat banyak hal yang masih belum jelas diuraikan dalam buku-buku terdahulu, ternyata hanya 475 halaman. Tidak beda jauh dengan buku-buku lain dalam seri ini. Sebut saja Tunnels setebal 464, Deeper setebal 655, Freefal setebal 577, Closer setebal 508, Spiral setebal 443.

Saya hampir lupa sedang berada dalam keseruan seperti apa di Spiral. Untungnya kita mendapat semacam inti kisah dari Spiral sebelum mulai membaca. Sehingga pembaca bisa mengingat  kisah sebelumnya dan menikmati kisah yang ini.

Kisahnya dimulai dengan Jiggs yang berhasil selamat menemukan  tubuh  Rebecca Satu tergeletak hangus di dekat Drake . Kondisi Drake juga tak kalah memprihatinkan. Sepertinya ia terpapar radiasi. Jiggs menemukan Drake hanya untuk mengetahui bahwa ia akan kehilangannya. Denyut nadi yang semula lemah menghilang, tubuh itu berhenti bernapas.


Sementara itu Will dan Elliot  tak mengira bertemu dengan manusia yang mampu bertahan meski dengan bantuan alat. Werner, Jurgen dan anaknya Karl bisa bertahan di luar karena menggunakan helm slinder. Werner berupaya mengidentifikasi virus-virus tersebut guna mengisolasi. Bertemu dengan Will membuat ia bisa melakukan penelitain lebih lanjut guna menciptakan vaksin.


Di tempat yang lain, Chester sedang berupaya menerangkan apa yang sebenarnya terjadi ke presiden Amerika Serikat. Namun situasi mendadak berubah menjadi kacau. Styx mulai mengacau lagi.


Pihak lain,  Hermione mengerahkan anak-anaknya untuk membersihkan pusat perbelanjaan. Ia mengeluarkan suara panggilan yang tak bisa didengar oleh manusia. Armagi mengalir dari segala sisi dengan bentuk seperti monster-monster semitransparan, bagaikan dibuat dari es yang mencair, bulu sayap mereka yang tajam berkilau di bawah bola cahaya.

Singkat kata, dalam buku keenam ini kedua belah pihak habis-habisan bertempur. Segala daya dan upaya dikeluarkan untuk mencapai tujuan masing-masing. Aneka keseruan ada pada bagian ini.Will dan teman-temanya berusaha bertahan dari virus yang dilepaskan oleh  pihak Styx.


Pada akhir buku ini, Will menemukan dirinya di dalam rumah sakit tanah, bersatu kembali dengan ibunya dan dengan Bartleby, salah satu dari anak-anak kucing Bartleby yang asli, yang menyerupai ayahnya

Sepertinya kehidupan mulai berjalan normal hingga ibunya mengatakan bahwa ia seakan-akan mencium bau Styx di rumah mereka. Will langsung menjadi waspada, jangan-jangan ada yang telah berubah di dirinya, meskipun ia telah dioperasi setelah Alex menempatkan telur di dalam dirinya. Biasanya tak ada yang mampu bertahan hidup setelah dubuahi oleh Styx, tapi Will jelas berbeda.  Tidak ada yang pasti bukan?

Secara garis besar buku ini menawarkan keseruan dari halaman pertama hingga terakhir. Aneka pertanyaan yang selama ini mengganjal bisa ditemukan jawabannya dalam buku pamungkas ini. Sayangnya jarak terbit yang jauh membuat pembaca bisa saja lambat menikmati kisahnya. 

Gaya berkisah yang cenderung memiliki irama lambat juga bisa membuat pembaca menjadi bosen jika tidak hati-hati. Aneka kejutan membuat kisah dalam serial ini bisa lebih dinikmati.

Kisah yang dimulai dari Will menemukan sebuah lorong berkembang menjadi upaya penyelamatan bumi serta umat manusia. 

Ada yang membandingkan kisah ini dengan HP mengingat salah satu editornya adalah yang menemukan kisah HP. Bagi saya kisah ini berbeda dengan HP, jika harus memilih saya akan memilih HP karena kisahnya lebih mudah dicerna.

Konon berita serial ini akan diangkat ke layar lebar. Mungkin saja justru jika dibuat film malah lebih mudah dimengerti kisahnya. Atau bahkan bisa juga menjadi makin tidak dimengerti.