Jumat, 27 Februari 2015

2015 # 29: Kisah Cinta Pangeran dan Tukang Kue


Judul asli: Bukan Cinderella
Penulis: Ifa Avianty
Penyunting: Endah Sulwesi
Penyelaras aksara: Hilda, Lani Rachmah
Penata aksara: Axin Makruf
Desain sampul: AAA
ISBN : 6021606876
ISBN13 : 9786021606872

Halaman: 320
Cetakan: Pertama-February 2015
Penerbit: Noura Books
Harga: Rp 44.000,-

"Bu, ini Upik Abu mau belajar jadi Cinderella. Jadi dia kudu ditatar dulu bagaimana seharusnya putri berlaku. Biar nggak kelihatan sudranya."


Nyaris setiap anak kecil tahu kisah Cinderella, seorang gadis yatim piatu yang disiksa oleh ibu dan dua saudara tirinya. Mereka bertiga cemburu akan kecantikan Cinderella, cantik dalam arti lahir bathin. Saat ada pesta dansa istana Cinderella dibuat sibuk hingga tak bisa ikut pergi, untung ada ibu peri yang menolongnya.Cinderella pun disulap menjadi seorang putri cantik. Sebelum tengah malam ia harus kembali ke rumah, sayangnya Cinderella lupa waktu. Saat berlari pulang sebuah sepatu kacanya tertinggal. Kisahnya berakhir menggembirakan, Cinderella bisa bersatu dengan pangeran dan hidup bahagia. Tapi jarang ada yang mengetahui bahwa masih ada kelanjutan kisahnya. Saya masih ingat pernah mendengarkan kisah lanjutannya dulu melalui kaset Sanggar Cerita *duhh ngaku jadul banget yaa*

Cinderella yang bukan siapa-siapa berubah menjadi istri seorang pangeran, calon tunggal raja. Demikian juga Laili, seorang anak yatim piatu yang berjualan kue dan menjahit demi menghidupi dirinya dan sang adik, berubah menjadi nyonya R.M  Mahendra Prabowo, Andra. Seorang anak tunggal yang dipersiapkan untuk memimpin perusahaan sukses milik keluarga.   Tapi Laili bukan Cinderella! Ia hanya seorang perempuan  biasa yang mendambakan cinta  suaminya.

Meski sudah menjadi nyonya besar Laili tetap bersemangat menerima pesanan kue dan jahitan. Hal ini membuat Andra  merasa heran. Bukankah uang bulanan yang selama ini ia berikan lumayan besar, hingga jika perlu Laili bisa makan-makan setiap hari di salah satu pusat perbelanjaan elit di pusat kota Jakarta. Andra tidak mengerti bukan uang yang menjadi tujuan utama  Laili, tapi hal lain. Begitulah jika pernikahan dilandasi atas dasar perjanjian bukan cinta. Banyak hal yang belum dipahami Andra tentang Laili, demikian juga sebaliknya.

Pernikahan Laili dan Andra dianggap pernikahan yang sempurna meski usia Laili lebih tua lima tahun. Andra yang anak tunggal cenderung manja cocok dengan Laili yang memiliki sifat keibuan dan penyayang. Jika suatu saat Andra menjadi pengganti ayahnya mengurus bisnis keluarga, Laili merupakan sosok yang paling tepat  sebagai permaisurinya. Kedua orang tua Andra juga sangat menyukai Laili. Andra bahkan bersahabat karib dengan adik Laili. Rumah mereka yang bersebelahan membuat keakraban bisa terjalin dengan mudah.

Tapi ternyata urusan hati tidak semudah itu. Andra kerap meragukan hatinya, apalagi masih ada percikan cinta dari masa lalu yang begitu lekat pada hatinya. Sering kali tindakan dan perbuatannya dilandasi akan kebutuhan akan sosok seorang istri semata. "Aku bukan simpananmu, yang kamu miliki, tapi tak perlu kamu cintai. Kamu kan hanya butuh aku, bukan mencintaiku ..." ujar Laili.

Sementara Laili mulai menyukai Andra dan berharap menjadi istri seutuhnya bagi Andra. Ia berusaha mengubah dirinya menjadi sosok yang layak bagi Andra. Ia juga mulai belajar segala hal yang dulu tidak permah terlintas dalam otak untuk dipelajarinya seperti etiket makan, bagaimana berbusana, menyetir mobil, bergaul di dunia maya dan lainnya.

Begitulah cinta. Tak ada yang tahu kapan mereka datang, kapan mereka pergi. Tanpa disadari keduanya berada dalam posisi yang membingungkan. Apakah hati mereka saling bertaut? Bagaimana harusnya mereka saling bersikap? Dimana mereka harus tidur? bagaimana mereka harus saling menyapa?  Butuh kedewasaan kedua belah pihak serta sedikit campur tangan orang terpercaya untuk menguraikan benang kusut tersebut.

Beberapa bagian seharusnya bisa dimuat lebih panjang lagi hingga menimbulkan efek dramatis. Singkatnya peran pria masa lalu Laili dalam kisah ini bisa diperpanjang minimal menjadi 1-2 bab. Demikian juga kisah wanita berjilbab yang membuat bimbang hati Andra selama ini. Riak-riak tersebut membuat rumah tangga mereka berkesan lebih manusia bukan sekedar kisah yang disusun penulis.

Selain unsur hiburan, kita juga menemukan Unsur relegi dalam kisah ini. terselip dengan manis diantara percakapan dan perenungan tokoh. Misalnya dalam renungan ibu Andra, "Pasangan suami istri yang tidak berhubungan seks adalah anomali terbesar sepanjang sejarah peradaban manusia. dan bukanlah salah satu tujuan pernikahan adalah menghalalkan yang tadinya haram." Saat itu beliau sedang merenungkan kondisi rumah tangga putra semata wayangnya. 
Dari sisi Laili juga ada unsur tersebut yaitu ketika ia  mengajak ibu mertuanya untuk sholat di Mesjid UI dan berdiskusi akrab. Lalu saat Laili merenungi nasib rumah tangganya dan teringat akan petuah seorang ustaz. Saya ingat ustaz saya pernah bilang, "Ada dua hal dalam kehidupan kita. Pertama, hal-hal yang tidak bisa kita ubah, seperti takdir tentang jodoh dan saat kita mati. Kedua, hal-hal yang bisa kita ubah, seperti nasib dan cara kita mati, apakah khusnul khatimah atau khatimah. Maka, pergunakanlah selalu kebijaksaan dan kearifan kita buat memilih-milih."

Karena Laili dikisahkan piawai membuat kue, maka kita juga diberikan sebuah resep membuat Teh Rusia. Bagian tentang bagaimana Laili kalap berbelanja  aneka keperluan membuat kue membuat saya kagum. Sebagai orang yang tidak bisa membuat kue, paling cuman bisa cetak coklat doang, tentunya tidak terbayang apa saja yang dibeli oleh seseorang yang jago membuat kue. Setiap kali ke toko yang disebutkan penulis, kebetulan toko yang sama dengan yang biasa saya kunjungi, paling yang saya beli hanya coklat batang, isi roti dan cetakan kue. Sisanya saya cuman mengagumi aneka benda yang tak saya ketahui fungsinya serta menikmati aneka bau harum bahan kue yang tak saya ketahui bagaimana mengolahnya. Jadi pingin belajar sama Laili nih. 

Ada tambahan pengetahuan bagi pembaca tentang Sindrom Peter Pan,   penyakit Diabetes terutama Diabetes Mellitus Gestational. Dalam http://webkesehatan.com disebutkan bahwa diabetes Gestasional (atau Diabetes Melitus Gestasional/GDM) adalah salah satu sub-tipe dari diabetes melitus, di mana perempuan yang tak pernah didiagnosis diabetes sebelumnya namun menunjukkan kadar glukosa darah yang tinggi selama kehamilan. Diabetes gestaional merupakan diabetes melitus yang terjadi hanya selama kehamilan dan pulih setelah melahirkan.  Siapa yang terkena diabetes? Beli dan baca yaaa ^_^


Jika kisah cinta biasanya dibuat dari dua sudut pandang dua tokoh utamanya, Andra dan Laili dalam kisah ini, maka keunikan kisah ini justru dari banyaknya sudut pandang yang dibuat oleh penulis. Selain tentunya Andra dan Laili, ada juga sudut pandang ibu Andra, adik Laili dan seorang dari masa lalu Andra. Sebuah kejadian dilihat dari banyak sisi  membuat pembaca mendapat banyak informasi sehingga bisa memutuskan bagaimana sikap yang  diambil terkait sebuah peristiwa dalam kisah ini.

Tokoh favorit saya justru pada sosok cinta masa lalu Andra. Sosok itu begitu tegar dan bersikap sangat realitis. Dia butuh aksi bukan sekedar ucapan manis di bibir.  "Yee, aku ngak perlu maafmu. Udah mau kejadian kok. Memang bisa, dengan  maafmu, kamu menolak pernikahan itu, lalu memperjuangkan kita? Ngak kan? Apalagi aku juga tahu banget gimana sikap dan sifat kamu." Makjleb nih ^_^

Ide kisahnya sangat menarik, cara penyajiannya juga menawan. bahasa yang dipergunakan mengalir dengan lancar bercampur antara bahasa percakapan sehari-hari dan beberapa istilah asing yang sering dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari, seperti see. Mungkin bukan hal penting tapi nyaman saja buat saya membaca kata "kamu" dalam bahasa pergaulan ditulis menjadi "lu" bukan "loe" 

Hanya saya tidak begitu menyukai akhir yang dibuat penulis. Terlalu ala Bollywood,  seakan semuanya berakhir dengan semestinya.  Ada kesan terburu-buru menyelesaikan suatu masalah. Dengan persoalan yang tidak mudah, biasanya penyelesaiannya ditemukan secara perlahan tapi pasti. Kisah ini seakan ditulis guna membuktikan teori bahwa setiap kisah tentang cinta pasti ditulis dengan akhir yang membahagiakan. Adegan Laili nekat mengemudikan mobil  keluar kota yang membuat saya merasa akhirnya terlalu Bollywood *joget ala India ah* 

Secara pribadi, saya menikmati kisah ini melalui kedekatan emosial dari tempat-tempat yang digunakan sang penulis sebagai seting kisah. Grand Indonesia, PIM 2, Stasiun UI Depok, Titans, Hotel Borobudur, Citos, dan Mesjid UI. Sepertinya next time bisa nih membuat   iklan buat tempat-tempat yang ingin disebutkan dalam novel. Dari sisi penulis dan penerbit lumayan dapat tambahan dana cetak dan promosi he he he. Sementara bagi mereka yang memasang iklan tentunya bisa menjangkau khalayak dengan lebih luas mengingat peredaran novel karya Ifa Avinta selalu ditunggu masyarakat dan jaringan penjualan Noura Books yang luas.

Bisa saja iklan dibuat seperti berikut, "Siang ini kami ngeteh di Brew and Co, Citos lantai X. Sebuah kafe yang menyajikan menu unggulan bla bla bla. Memandang aneka menu yang tersaji di situs resmi mereka www.bla bla bla membuat saya selalu ingin kembali."  

Hem..... saya musti hati-hati nih, jangan sampai tanpa sengaja menjadi obyek penulis. Siapa tahu penulis melihat sosok  saya di suatu tempat dan menjadikan saya inspirasi kisah selanjutnya tanpa tahu itu saya. Maklumlah, sepertinya  tongkrongan kita kok ya sama *waspada*

Iseng sambil menunggu kereta, saya bolak balik halaman pada buku ini. Mendadak mata saya melotot saat membaca sinopsis yang ada di belakang buku. Biasanya jika mendapat buntelan justru saya jarang membaca bagian ini, ini tumben sekali.  Pada promosi yang tersebar ramai di sosmed tertulis,
“Tidak ada satu suami pun yang mau istrinya ditatap sedemikian rupa oleh laki-laki yang diam-diam atau terang-terangan memuja istrinya. Demikian juga aku, Laili. Aku suamimu.”  Demikian juga yang tercetak di dalam buku ini.  Tapi......., pada sinopsis justru yang tercetak adalah Laila. 

Terkejut,  takut salah baca, saya mulai membaca ulang dari awal sampai akhir sinopsis itu. Sampai diulang dua kali! Tetap tertulis Laila! Ok jadi bukan mata saya yang salah.  Sepertinya ada salah ketik. Semoga saat cetak ulang bisa diperbaiki*berdoa semoga bisa cetak ulang*

Untung bintang saya memberikan 3,75 skala 5. Kenapa tidak 4 karena kisahnya terlalu pendek bagi saya he he he.

Menunggu kapan penulis produktif ini membuat workshop di kantor saya dengan moderator Lusiana Monohevita. Pastinya saya bakalan duduk manis mendengarkan plus lirik-lirik buas buntelan yang disiapkan bagi peserta oleh Rahmadiyanti Rusdi dan Putri Nimitta. DITUNGGU!!!

Sumber gambar:
https://www.goodreads.com/author/show/1156036.Ifa_Avianty

Kamis, 26 Februari 2015

2015 #28 :Melbourne: Rewind (Setiap Tempat Punya Cerita #4)

Penulis Winna Efendi
Penyunting: Ayuning, Gita Romadhona
Proofreader: Mita M. Supardi
Desainer sampul: Levina Lesmana
ISBN: 9797806456  
ISBN13: 9789797806453
Halaman: 340 
Cetakan: 1-Juni  2013 
Penerbit: Gagas Media
Harga: Rp 46.800

Hidup ini memang unik. 

Beberapa waktu yang lalu saya  melihat sebuah tayangan tentang seorang gadis yang bisa menikmati liburan keliling dunia gratis karena namanya sama dengan nama mantan sang pemenang undia.  Seorang pria memenangkan undian berlibur keliling dunia, sayangnya saat undian diumumkan ia sudah berpisah dengan kekasihnya. Sementara ia terlanjur memasukan namanya dan nama sang mantan. Dari pada paket  itu hangus, maka ia menawarkan bagi siapa saja yang memiliki nama sama dengan mantannya untuk ikut berlibur gratis. Dan seorang gadis beruntung menjadi pemenang.apakah selanjutnya terjalin kisah cinta diantara keduanya, itu urusan selanjutnya.

Pertemuan saya dengan buku ini juga unik. Meski saya penggemar kisah Winna tapi saya bukanlah seorang penggemar yang cukup ter-update mengenai buku Winna. Terutama sekali karena saya bukan pembaca kisah-kisah dengan genre seperti ini. Untungnya seorang teman yang menggemari genre ini memiliki buku Winna. Dan buku ini saya temukan ketika iseng membongkar timbunan bukunya. Lama setelah saat terbitnya. Tapi begitulah buku, tidak ada kadaluarsa. Bisa dinikmati kapan saja, dimana saja dan oleh siapa saja. Dan kali ini saya yang  menikmati buku lawas Winna.

Bagi teman-teman yang seumuran dengan saya *ngelas* pasti ingat betapa walkman merupakan benda yang paling digemari. masukan kaset, putar lagi, dengarkan melalui earphone.  Meski melalui earphone, kadang orang di sekitar juga masih bisa mendengarkan lagu yang diputar. Yang penting gaya he he he. 
 
rewind bermakna memutar ulang sebuah lagu. Generasi terdahulu mengenal istilah ini saat menggunakan walkman atau tape. Bisa diartikan kisah cinta dalam buku ini bagaikan sebuah lagu yang diputar ulang, pada akhirnya cinta itu akan kembali ke kisah yang pertama.


Kisah dalam buku ini terbagi dalam empat bagian layaknya pengoperasin tombol yang ada di walkman; rewind, pause, play, dan fast forward. Dia bagian terdiri dari beberapa "track" atau kisah yang diberi judul sesuai dengan nama sebuah lagu. Misalnya pada Fast Forward terdapat 4 track dengan rincian; Track 13: Fix you (coldplay), Track 14: All i know (Five for Fighting), Track 15: Kiss Me Slowly (Parachute) dan Track 16: Love Song (The Cure). Sayangnya tidak ada lagu dari pemusik tanah air. Uniknya,  penulis memberikan cuplikan lagu dari lagu yang dijadikan  nama untuk track. Pembaca jadi semakin bisa merasakan kenikmatan tersendiri saat membaca.

Marlbourne berkisah  tentang dua orang yang sama-sama menyukai kopi dan menderita insomania, dipertemukan oleh sebuah walkman tua, berpisah, lalu bertemu kembali. Max sangat menyukai cahaya bahkan ia membuat replika landscape Kota Melbourne di malam hari di kamarnya. Sementara Laura menyukai makanan manis dan lagu-lagu nyeleneh. Keduanya sering habiskan waktu bersama di sebuah bar, Prudence. Semula hubungan mereka berjalan lancar hingga suatu saat ketika Max ingin membawa Laura keliling dunia, Laura justru ingin mengahiri hubungan mereka.

Pada  Rewind, kita akan disuguhi kisah tentang bagaimana Max dan Laura berkenalan. Alasan apa yang membuat Max seakan terobsesi dengan cahaya hingga menjadi orang sukses di bidang lighting Design. Max yang sekarang menjadi orang sukses kembali ke Melbourne dimana ia menyadari rasa rindu pada seseorang. Ketika ia mendengarkan suara seorang penyiar radio di tengah malam, tahulah ia bahwa ia merindukan sosok Laura. Penyiar radio itu adalah Luara cinta lama MAx. Keduanya bertemua kembali dengan kondisi seperti sebelum berpisah. Duduk di dekat jendela, kopi hitam dan berbagi kisah. Pertemuan sebagai sepasang sahabat.

Pause mengisahkan tentang persahabatan keduanya setelah bertemu kembali. Max ternyata masih memendam rasa. Baginya tak mungkin mereka berdua bersahabat. Apa lagi ada yang mengatakan pada max ad dua hal yang membuat sepasang anak manusia mengaku sahabat, cinta tak sampai alias hanya memendam rasa atau saling jatuh cinta tapi enggan mengakui. Dan Max sangat tahu dia termasuk dalam golongan yang mana ketika ia cemburu pada seorang pria yang disukai Laura. Jika max seakan diam di tempat, maka Laura beranggapan bukan hal yang mustahil jika mereka berdua menjadi sahabat sejati.
Bagaimana persahabatan Max dan Laura setelah bertemu kembali diuraikan dengan manis dalam Play. Cemburu walau bagaimana tetaplah menjadi hal yang tidak bisa dihindari. Rasa sungkan kadang menghampiri. Tapi pastinya rasa saling menjaga tetap ada meski kadanya beda tiap orang berbeda. Sakit, senang, bahagia dan takut dirasakan bersama, karena itu gunanya sahabat. 

Hubungan keduanya menemukan titik temu pada Fast Forward. Pada akhirnya kisah cinta memang harus memiliki akhir. Ego harus ditahan, menerima segala kekurangan dan bersyukur atas segala kelebihan.

Kisah tentang cinta dan persahabatan yang cukup menghibur. Winna terlihat berusaha membuat sosok Max dan Laura berbeda dalam banyak hal namun memiliki banyak persamaan yang mampu mengurangi jumlah perbedaan diantara keduanya. Maz selalu diceritakan dengan menyebut dirinya "Gue" sementara Laura menggunakan kata "Aku" Sosok sahabat Laura membuat kisah ini lebih hidup.

Sejauh ini karya Winna yang saya sukai adalah Ai dan Happy Ever. Sementara untuk yang ini saya memberikan bintang 3 dari 5. Entahlah, tapi bagi saya ada yang kurang pas saja. Ide serta cara penyajiannya memang unik tapi saya merasa kurang menikmati sepak terjang kedua tokoh dalam kisah ini. Untuk lebih mengenal Winna silahkan berkunjung ke 


Melbourne merupakan ibu kota negara bagian Victoria di Australia. Kota ini terletak di dekat teluk besar alam, yaitu 'Port Philip Bay. Melbourne merupakan kota  kedua  terbesar di Australia.  Penduduk Melbourne biasanya disebut sebagai Melburnian. Sudah empat kali  kota ini mendapatkan predikat  The World's  Most liveable Cities, kota paling nyaman untuk ditinggali.

Melbourne dirikan pada tahun 1835, setelah 47 tahun kolonisasi Inggris di Australia, dan merupakan ibu kota Australia tahun 1901 hingga 1927. Pada masa 'Victorian gold rush' tahun 1850-an, Melbourne menjadi kota paling besar dan kaya di seluruh dunia.

Suber gambar:
http://id.wikipedia.org/wiki/Melbourne






I









Sabtu, 21 Februari 2015

2015 #27: Poster FIlm Indonesia: Masa Sesudah kemerdekaan





Penyusun: Adi Pranajaya

Editor: Woro Titi Haryati, Dina Isyanti
ISBN: 978-979-008-360-8
Halaman:76
Cetakan: Pertama-2010
Penerbit: Perpustakaan Nasional



Poster Film adalah poster yang dibuat dengan tujuan untuk mempopulerkan suatu film yang diproduksi dalam industri perfilman. (http://asalmadu.blogspot.com/2013/05/pengertian-macam-tujuan-dari-poster-dan.html)

Poster film merupakan salah satu media untuk mempromosikan film kepada masyarakat.  Meski sudah ada media promosi lain seperti televisi, baliho, dan situs tetap saja penggunaan poster film dipakai guna mempromosikan sebuah film. 

Tengok saja jika kita datang ke bioskop. Pasti pengunjung akan berdiri di depan poster film yang dipasang dalam display kaca. Baik untuk melihat film apa saja yang diputar, sebagai acuan mau menonton film yang mana, bahkan sebagai informasi akan film yang kelak akan diputar. 

Bisa dikatakan poster film merupakan bagian yang tak terpisahkan dari produksi film. Dengan demikian keberadaan poster film sangat penting sebagai wujud karya grafis.  Sebagai karya grafis tentunya dapat mengungkap bagaimana proses pertumbuhan dan perkembangan seni grafis itu sendiri di tanah air.

Buku ini  merupakan buku kedua tentang poster film, buku pertama berjudul Poster Film Indonesia: Masa Sebelum Kemerdekaan. Selain tentang poster film dibahas juga tentang ciri yang menonjol pada poster film sesudah kemerdekaan. Pertama lebih berani dalam mengungkapkan ide dan gagasan sesuai apa yang ingin disampaikan terkait film yang dipublikasikan. Kedua, tegas dalam menggunakan teknik yang ada, seperti antara lukisan atau foto-foto yang digunting lalu ditempelkan sesuai apa yang dimaksudkan. Ketiga, dicetak berwarna yang diperkirakan sesuai dengan perkembangan teknologi cetak saat itu.

Ada tiga puluh poster film yang  ada dan diberikan diberikan keterangan singkat dalam buku ini. Antara lain Tuan Tanah Kedawung (1970), Bulan di Atas Kuburan (1973), Jimat Benyamin (1973), Ateng Mata Keranjang (1975), Laki-laki binal (1978), Bukan Sandiwara (1980) dan lainnya.


Wajah Rana Karno dan Benyamins S menghiasi poster Si Doel Anak Betawai. Kisah ini diproduksi tahun 1973 oleh PT Matari Film, dengan sutradara serta skenario oleh Sjuman Djaja. Film ini dibuat berdasarkan novel karya Aman Datoek Madjoindo terbitan Balai Pustaka. Novel tersebut berkisah tentang semangat Doel seorang anak betawi untuk bersekolah agar bisa maju dan memiliki prestasi.
Film ini membuat nama Rano Karno melejit. 

Belakangan Rano Karto mengangkat kisah Si Doel menjadi sinteron yang banyak mendapat pujian. Rating serta serinya pun bagus. Review saya tentang buku yang menjadi inspirasi film ini bisa dilihat di http://trulyrudiono.blogspot.com/2014/08/review-2014-45-si-dul-anak-jakarta.html


Si Doel (Rano Karno) dibesarkan olah ibunya (Tuti Kirana) dan ayahnya (Benyamin S.) mengikuti budaya Betawi asli. Karena sebuah kecelakaan, ayahnya meninggal hingga ia hidup berdua dengan ibunya. Si Doel membantu ibunya berjualan untuk meneruskan hidup. Pada suatu saat datang sebuah bantuan dari Asmad (Sjuman Djaya), pamannya yang kemudian diterima sebagai ayahnya. Asmad memberi kesempatan pada si Doel untuk bersekolah, juga sekaligus untuk menolak anggapan jelek anak Betawi karena banyak yang tidak bersekolah. Jika tertarik silahkan menonton http://youtu.be/5N0m7qOgHOE
 
Tiada Maaf Bagimu  lagu yang dipopulerkan kembali oleh Yuni Shara ternyata juga menjadi judul film tahun 1971 disutradarai oleh Motinggo Boesje. Idris Sardi  bertugas mengurus musik. Judul tersebut mengambil judul dari lagu pop karya Jessy Wenan. Merupakan film pertama yang menghadirkan adegan lesbian.

Kisahnya tentang Tante Nana (Tuty S.), yang punya dua anak, tidak jelas kemana suaminya, tapi hidupnya bebas. Sebagai pemilik klab malam, sebuah gudang dan punya hubungan dagang dengan Hongkong, maka hidupnya mewah. Nana seorang tante yang "buas". Kalau tak ada lelaki, maka sekretarisnya yang cantik (Noortje Supandi) pun bisa jadi pelampiasannya. Dino Hehanusa (Farouk Afero) adalah pria yang berhasil merebut hati sang tante dan juga harta kekayaannya, hingga Nana jatuh melarat. Suatu saat Dino ditemukan meninggal tertembak. Pengadilan bingung Nana ataukah anaknya (Gatot Teguh Arifianto), yang sejak lama pergi sebagai awak kapal karena konflik dengan ibunya  yang menembak Dino. Kesaksian seorang pengemis tua (Bissu) yang membuat penembak sesungguhnya berhasil diketahui. Bagi yang tertarik menonton, silahkan mengunjungi http://youtu.be/BQzkkV89ej8

Melihat aneka poster yang ada, bisa ditarik kesimpulan bahwa sebagian besar poster menonjolkan tokoh utama, menghadirkan suasana atau keadaan sebagaimana isi film, serta menjelaskan pula tokoh pendukung yang terlibat melalui foto atau gambar.

Bagi mereka yang menyukai film lawas, dengan melihat poster film yang ada dalam buku ini mungkin bisa menjadi masukan tentang film mana yang belum pernah ditonton. Begitu juga bagi menikmat film lawas.

Mereka yang menyukai dunia grafis, selayaknya membaca buku ini karena mendapat banyak pengetahun terkait poster yang bisa diperoleh dalam buku ini. Misalnya mengetahui bagaimana ciri poster yang turut menghadirkan suasana atau keadaan sebagaimana isi cerita dan sekaligus tokoh pendukungnya, mana poster yang dibuat dengan pendekatan lukisan dan lainnya.

Nyaris tidak dijumpai kata-kata promosi baik terkait dengan isi atau cerita film, termasuk juga teknik film yang digunakan. Penekanan promosi pada judul yang dicetak sangat besar nyaris menonjol. Juga lewat gambar tokoh utamanya.

Pada film  keterangan mengenai  film Intan Perawan Kubu yang terdapat di halaman 25, sepertinya sama dengan keterangan untuk film Dr. Siti Pertiwi pada halaman 63. Jika menilik  poster serta kalimat yang ada maka seharusnya keterangan pada halaman 25 yang salah

Sayangnya yang ada dalam buku ini hanya memuat tentang poster film dan data sangat singkat seperti kapan diputar serta penghargaan apa yang diperoleh. Akan lebih menarik jika ada sinopsis film, sehingga generasi sekarang bisa mengetahui film tersebut berkisah tentang apa. Lebih menarik lagi jika ada link dimana film itu bisa ditonton kembali.

Film Indonesia pertama adalah Loetoeng Kasaroeng yang disutradarai oleh L. Heuveldrop dengan fotografer G. Krugers dalam bentuk film bisu pada tahun 1926. Para pemainnya  antara lain Martoanan dan Oemar yang merupakan anak-anak Wiranatakusumah, Bupati Bandung saat itu.

Hari Film Nasional  tanggal 30 Maret  ditetapkan berdasarkan tanggal shooting hari pertama film Darah dan Doa pada 30 Maret 1950. Film tersebut merupakan Film Nasional pertama dengan sutradara Usmar Ismail. Hal ini disebabkan karena film tersebut dikerjakan oleh Perusahaan Nasional Pertama, didukung oleh permodalan sendiri, seluruh kru dan artis yang terlibat berasal dari dalam negeri. Sungguh sayang.

Jumat, 20 Februari 2015

2015 #26: Mengenal Camera Branding



Judul asli: Camera Branding, Cameragenic Vs. Auragenic
Penulis: Prof.  Rhenald Kasali, Phd
Desain: Diana Kusnati, Rico Waas
ISBN: 978-979-22-9556-6
Halaman: 406
Cetakan: Pertama-Mei 2013
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Harga: Rp 150.000



Pengantar buku ini, yang memuat kisah tentang seorang asing  membuat saya merenung cukup lama (pengantar bisa dilihat di http://richardbejah.com/2014/04/17/the-stranger-.aspx). Saya memang sudah teramat sangat jarang menonton televisi, tapi masih tetap menyalakannya sekedar agar ada suara pengusir sepi.  

Istrinya, komputer adalah sahabat karib saya dahulu sebelum istri muda  alias  madunya  yang bernama laptop muncul. Anak pertama mereka Cell phone menjadi belahan jiwa saya. Sementara para cucu menemani keseharian saya dengan setia, Android, Twiter, Facebook.  Anak kedua iPod berserta cucu yang lain, iPad, Line, bersama dengan Android, Twiter, Facebook menemani Jagoan saya.

Tidak terbayang bagaimana rasanya jika satu hari saja mereka tidak ada.  Saya semakin jarang bergabung dalam kegiatan alam karena takut tidak bisa dihubungi keluarga dan kerabat. Padahal dulu saya tenang saya pergi ke daerah yang tidak ada jaringan telepon. Jagoan merasa kurang eksis jika mendadak raib dari sosmed. Kami, maksudnya saya dan Jagoan sudah sangat terikat dengan keluarga besar mereka, sepertinya Anda juga.

Saat memilih anak pertama untuk menemani, kamera menjadi salah satu pertimbangan. Minimal buat Jagoan yang hobi foto narsis meski sudah ada kamera digital. Begitu selesai foto bisa langsung upload di sosmed, bukti eksistensi diri. Seperti sekarang setiap orang sudah sangat sadar kamera.

Saya jadi ingat  teman kantor yang sangat hobi swafoto alias selfie. Sampai ada yang berujar, jika mau mengetahui sudah ada di kantor belum tak perlu  cek absen, cukup lihat saja sosmednya jika ada foto baru artinya ia sudah hadir. Belakangan hobi itu menular hingga banyak yang sibuk berfoto saat pagi
 
Mengutip perkataan Rhenald Kasali , sekarang adalah peradaban kamera, di mana setiap orang memiliki kamera (termasuk kamera ponsel) dan membentuk brand-nya. Orang juga makin sadar kamera. Begitu ada kamera gaya bicara Cinta Laura langsung berubah, padahal tadinya ia cukup fasih berbahasa Indonesia dengan baik dan benar.

Buku Camera Branding ini terdiri dari  empat bagian yaitu Televisi membentuk Karakter dan Pasar, Pergulatan Televisi Publik Indonesia, Pembentukan Jati Diri, serta Keep Cracking. Buku ini tidak saja memberikan pengetahuan tentang camera branding, cameragenic vs auragenic,  tapi juga tentang situasi televisi nasional kita.

Bisa dikatakan bahwa Camera Branding merupakan kajian terhadap 1.200 berita yang ada di televisi pada perilaku public figure di dunia politik atau keartisan (selebritis) dalam peradaban kamera ini.

Camera Branding merupakan sebuah teknik serta peradaban untuk mengangkat keluar sebuah nama dari kerumunan menjadi a branded name. A branded name merupakan sebuah kekuatan intangible yang tak kelihatan namun mempunyai daya pengaruh yang lebih kuat dari nama biasa

Ada dua dasar kuat yang harus dipenuhi guna menciptakan Camera  Branding yaitu cameragenic dan auragenic. Cameragenic menyangkut attractiveness subjek di hadapan kamera, sebuah  kesan yang ditangkap dari tampilan fisik. Merupakan sebuah keunikan seseorang yang membuatnya tampak menyenangkan ketika dilihat orang banyak. Para aktor tentunya lebih memperhatikan cameragenic.

Auragenic menimbulkan aura kekuatan perubahan, keindahan, atau kesenangan bagi pemirsa televisi. Secara sederhana bisa dikatakan sebagai sebuah rasa yang ditangkap dari interaksi. Merupakan keunikan seseorang yang membuat orang tersebut mampu membuat orang lain merasa bahagia, tenang, nyaman hanya dengan melihat atau mendengarkan kata-katanya. Contohnya adalah Ahok yang lebih dikenal karena kebiasaannya yang suka marah dari pada wajahnya.

Rhenald Kasali menjelaskan saat ini ada pergeseran trend, dari cameragenic ke auragenic. Menurutnya, saat ini penampilan fisik bukan lagi hal yang menentukan pilihan masyarakat. Justru yang "laku" adalah mereka yang bisa menampilkan sesuatu yang asli, jujur dan prososial.
 
Peremajaan brand bisa dilakukan dengan menggunakan  camera branding serta mempercepat kelahiran brand UKM tanpa menghabiskan biaya besar. Perilaku evil juga dapat terbentuk dengan membandingkan tokoh-tokoh dan perilaku kontroversia . Tapi dapat juga mentransformasi perilaku-perilaku buruk tersebut menjadi perilaku prososial dengan memunculkan heroism.
 
Ada sepuluh prinsip membangun camera branding, yaitu authentic, keunikan , Intangibles, fokus, gallery mindset,  connected, , meaningful, consistently deliverd, flavor dan terakhir sustainable.

Selanjutnya kita akan diajak membahas tentang televisi nasional yang ada di tanah air. Dengan berkembangnya aneka televisi swasta, posisi televisi nasional kita nyaris ditinggalkan. Hal yang menyedihkan tapi harus diatasi. 

Saat kecil, saya selalu menunggu acara Aneka Ria Anak-anak yang dengan dua tokoh sebagai host, Kak Seto Mulyadi dan Kak Heni Purwonegoro. Saya ikut menari, bernyanyi dan asyik mendengarkan dongeng. Selanjutnya seiring waktu, saya bersemangat menonton Asia Bagus, salah satu ajang pencarian bakat, Aneka Ria Safari plus Unyil sebagai hiburan. Semoga kejayaan tersebut bisa kembali hadir.
 
Dilengkapi dengan contoh kasus yang dekat dengan kehidupan kita, buku ini menjadi mudah dipahami. Teori yang ada langsung dibahas penerapannya terkait contoh kasus tersebut. Bahasa yang dipergunakan cukup mudah dipahami membuat buku ini menjadi buku pelajaran yang tidak bersifat textbook dan menggurui.