Sabtu, 30 Mei 2015

2015 #51: Bocah yang Tidak Pernah Dewasa

Penulis: J.M Barrie
Penerjemah: Harisa Permatasari & Tisa Anggraini Naraputri
Penyunting: Mery Riansyah
Proofreader: Raz Kaldenis
Illustrator: Arthur Rackham & Azisa Noor 
Pewajah sampul: Birgita Tyas & Deff Lesmawan
Pewajah isi: Yhogi Yhordan
ISBN: 9786020900339
Halaman: 360
Cetakan: Pertama-2015 
Penerbit: Fantasious
Harga: Rp 59.000

Aku ingin selalu menjadi anak kecil dan bersenang-senang. Jadi aku kabur ke Kensington Gardens dan hidup sangat lama bersama para peri

Ketika bayi pertama tertawa untuk pertama kali, tawa itu pecah hingga menjadi ribuan keping, dan kepingan itu berhamburan ke seluruh penjuru tempat, begitulah awal munculnya peri (hal 41).


Sejak kecil, sebenarnya tanpa kita sadari kita sudah dikenalkan dengan aneka kisah fantasi. Gadis muda yang memiliki peri pelindung yang dengan satu kali ayunan tongkat sihirnya  mampu membuat kereta antik dari labu, mengubah tikus menjadi kusir serta memiliki sepatu kaca. Anak kecil yang gara-gara mengikuti kelinci putih, memasuki dunia lain yang dikuasia oleh ratu dengan hobi memegal kepala. Di sana ia  membesar dan mengecil dengan ramuan ajaib.

Ada lagi kisah tentang seorang anak lelaki dengan pakaian serba hijau serta topi uniknya yang mampu terbang layaknya burung. Sang anak tidak pernah tua! Kok bisa? Ya bisa saja karena memang ia tidak ingin tumbuh menjadi dewasa dan tua.


Peter Pan mengisahkan tentang seorang bocah yang tidak pernah tua dan bisa terbang, yang tinggal di Neverland bersama dengan anak-anak hilang, peri dan suku Indian. Tentunya ada juga musuh bebuyutan, Kapten Hook.

Peter kadang mengunjungi  Kensington, London untuk mengintip jendela yang terbuka. Melihat anak-anak yang sedang tidur, kadang ia bahkan masuk ke dalam kamar mereka. 

Suatu saat Peter kehilangan bayangannya di rumah keluarga Darling. Saat berusaha mencarinya ia  tak sengaja membangunankan Wendy dan kedua adiknya. Mereka tertarik untuk ikut ke Neverland, belokan kanan kedua lurus sampai pagi. 

Dengan bantuan serbuk peri, ketiga anak tersebut bisa terbang mengikuti Peter Pan. Oh ya selain sebuk ajaib, mereka juga harus membayangkan hal yang menyenangkan untuk bisa terbang.
 
Petualangan mereka di Neverland sungguh seru dan menggemparkan! Menjadi pengalaman yang tak terlupakan.  Ketiga bersaudara memilih kembali ke dunia nyata, kembali ke keluarga, meninggalkan segara keseruan di sana. 

Ini merupakan perbedaan besar yang diungkapkan penulis antara Peter dan bocah lain. Bocah lain bisa kapan saja tahu mereka sedang berkhayal atau berpura-pura. Sementara Peter dikisahkan selalu hidup dalam khayalannya. Bagi Peter, khayalan dan kenyataan adalah hal yang persis sama.

Guna menghormati Peter, kamar tidur di rumah keluarga Darling tidak pernah ditutup jendela kamar tidurnya tiap malam,  sehingga Peter bisa terbang masuk berkunjung kapan saja ia mau. 

Dalam buku ini ada bagian yang memuat tentang Peter yang berjanji akan mengunjungi Wendy kembali pada suatu saat. Sayangnya karena Peter sering lupa  ia tak ingat kapan waktu yang dijanjikan. Begitu mendadak ia muncul, Wendy sudah tidak bisa ikut terbang lagi.

Saya jadi teringat akan salah satu film yang juga mengusung tema Peter Pan dengan unik. Pater Pan diperankan oleh aktor hebat Robin Williams. Jika tidak salah judulnya Hook.

Suatu saat saat ia menjemput Wendy, ternyata Wendy sudah menjadi seorang nenek yang memiliki seorang cucu perempuan. Peter jatuh cinta dan memutuskan untuk tinggal di London. Maka ia tumbuh menjadi pria dewasa dan menikah dengan cucu Wendy. Keputusannya itu membuat ia melupakan kenangan akan Neverland.

Secara garis besar, buku ini terbagi dalam dua bagian.  Bagian pertama Peter dan Wendy,  mengisahkan tentang  petualangan  heboh mereka. Sementara bagian yang lain mengisahkan tentang kisah awal Peter Pan,  Peter Pan in Kensington Gardens. Pembaca mungkin lebih sering disuguhkan kisah tentang Peter dan Wendy dari pada kisah yang lainnya.

Penerbit menjadikan kedua bagian kisah tersebut menjadi lebih unik dengan mempergunakan dua orang penerjemah serta mempergunakan seorang lagi ilustrator guna memperindah kisah. Penerjemah untuk Peter dan Wendy adalah Harisa Permatasari. Sementara untuk kisah Peter Pan in Kensington Gardens dikerjakan oleh Tisa Anggraini Naraputri

Meski dikerjakan  oleh dua orang yang berbeda, saya tidak menemukan ada perbedaan yang signifikan. Sepertinya kedua bagian ini dikerjakan oleh satu orang yang sama. kedua penerjemah cukup bersinergi menciptakan sebuah karya indah.

Illustrator  cantik untuk bagian Peter dan Wendy merupakan karya  Azisa Noor. Ada pun illustrator untuk  Peter Pan in Kensington Gardens merupakan karya Arthur Rackham dari projeck gutenberg.

Membaca kisah Peter Pan dalam buku ini membuat saya merenung. Apakah buku ini cocok untuk anak-anak. Maksud saya kisah versi aslinya. Selama ini yang sering beredar adalah kisah petualangan Peter Pan yang mendadak muncul di dalam kamar  ketiga anak keluarga Darling. Kemudian mengajak ketiganya terbang dan  mengalami petualangan seru di Neverland. 

Buku ini memuat hal-hal lain. Pada bagian awal tersedia tempat untuk menuliskan cerita masa kecil favorit pembaca. Lalu ada investigasi asal-usul kisah ini serta kisah orisinil Peter Pan. Menurut saya beberapa bagian yang agak kejam jika diperuntukan bagi anak-anak. 

Simak kalimat yang ada di halaman 159 berikut ini, "Dia masuk ke pohonnya sambil sengaja bernapas cepat dan pendek dengan kecepatan sekitar lima kali dalam satu detik. Peter melakukannya karena di Neverland ada pepatah yang mengtakan, setiap kali kau bernapas, satu orang dewasa mati. Dan dengan penuh dendam Peter membunuh mereka secepat mungkin." Bagi saya bagian ini mengajarkan kebencian pada orang tua bisa disalurkan dengan cara bernapas cepat sehingga mereka mati. Sungguh bukan hal yang layak diajarkan pada anak-anak.

Kemudian ada beberapa bagian yang juga mengisahkan tentang bagaimana kesalnya Peter karena melihat ibunya menidurkan seorang bayi laki-laki dan menutup jendela kamarnya. Ia merasa tidak diterima lagi dan dibenci ibunya. Ada nuansa sakit hati karena diacuhkan yang tersirat dalam tindak-tanduk serta perkataan Peter.

Mungkinkah karena sang penulis J,M Barrie merasa sang ibu lebih menyayangi kakaknya yang meninggal saat kecil, sehingga ia refleksikan dalam bagian tersebut. Sejak kakaknya meninggal, James berusaha meraih kasih sayang ibunya dengan menjadi kakanya,David.  Sayangnya sang ibu justru melihat sosok sang kakak pada dirinya. Bukan James. Sang ibu malah menganggap meninggalnya David merupakan hal yang patut disyukuri, karena paling tidak David akan selamanya menjadi bocah. Sama dengan Peter Pan yang selamanya menjadi bocah.

Demikian juga dengan bagian ketika Mr dan Mrs Darling tidur di kandang sebagai hukuman atas diri mereka sendiri yang membiarkan anak-anak pergi. Seakan James ingin bisa menghukum kedua orang tuanya.

Saya agak bingung membaca kalimat berikut, "Ketika bayi pertama tertawa untuk pertama kali, tawa itu pecah hingga menjadi ribuan keping, dan kepingan itu berhamburan ke seluruh penjuru tempat, begitulah awal munculnya peri." Maksudnya  bayi pertama tertawa atau tawa bayi untuk pertama kali?  

Disebutkan pada halaman xix, "Tragisnya, James harus kehilangan anak-anak kesayangannya itu satu persatu saat usia mereka masih tergolong muda."
Tapi jika James meninggal terlebih dahulu apakah bisa disebut kehilangan? Bukankah sebaliknya Peter, anak asuh paling muda yang kehilangan sehingga bunuh diri?

Terlepas dari segala kekurangan,  buku ini layak dibaca untuk para penggemar kisah klasik dan fantasi. Kita perlu mengetahui kisah asli selain menikmati kisah yang sudah disesuaikan demi kepentingan banyak pihak. 

Jika ada waktu luang, kunjungilah http://www.playbuzz.com/dawnburgandy10/how-much-do-you-know-about-peter-pa untuk menguji pengetahuan diri seputar Peter Pan.

Oh ya, cerita masa kecil favoritku adalah....eh apa yaaa *mikir dulu*

Sumber gambar:
http://scijou.com/j.m.-barrie.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar