Kamis, 31 Desember 2015

2015#116: Kisah Kehidupan Suti Perempuan konyal-kanyil


Judul: Suti
Penulis : Sapardi Djoko Damono
Desain sampul: AN Rahmawanta
Logo75th: Iwan Gunawan
ISBN : 9789797099862
Halaman: 192
Cetakan: Pertama-2015
Harga: Rp 49.000


Film, wayang, dan buku yang dibacanya selama ini menggodanya untuk berpikir bahwa tidak ada yang mustahil dalam hidup. (hal 144)

Urusan selera memang tidak bisa dipaksa dan tidak ada yang benar atau salah. Demikian juga dengan buku. Butuh pembca yang tepat untuk mengatakan bahwa cerita dalam buku itu bagus. 

Karena saya tidak cukup paham mengenai puisi, cara menikmati puisi sebenarnya, maka saya tidak pernah membeli buku kumpulan puisi karya penulis buku ini. Meski nama besanrnya sering saya dengar. Berhubung karya yang ini adalah novel, maka saya mencoba untuk mencicipi karya seorang Sapardi Djoko Damono

Dimulai dengan Daftar Kata dalam Bahasa Jawa, saya langsung merasa akan menemukan sesuatu yang menarik dalam buku ini. Membaca judul bagian tersebut, berarti akan banyak ditemukan istilah dalam bahasa Jawa dalam buku ini. Sebagai keturunan Jawa, jelas hal ini sangat menggoda rasa ingin tahu. Apa lagi ada 5 halaman yang memuat daftar kata itu.

Buku ini bercerita tentang Suti. Suti bukan perempuan biasa. Perempuan konyal-kanyil itu serta ibunya, Parni tiba di kampung itu, Desa Tungkal, ketika Suti baru belajar berjalan tegak. Ibunya membeli sebuah rumah kecil yang berdekatan dengan rumah ibu Tomblok. Ia dan Tombok menjadi sahabat sejak itu. Sang ibu bekerja sebagai makelar di kota. Sementara Suti kecil tumbuh dalam asuhan tetangga yang rela mengurusnya saat sang ibu bekerja. Kekerabatan masyarakat Jawa yang indah.

Semula sang ibu senang ketika Suti tumbuh menjadi gadis cerdas, suka omong aneh yang tak mudah ia pahami.  Namun sejak Parni mengetahui  Suti suka keluyuran nonton hiburan bersama gerombolan koboi ingusan yang konon hobi ciu, hatinya menjadi tidak tentram. Maka begitu  Sarno, lelaki seusia Parni yang tak memiliki kerja tetap melamar segera diterima tanpa pikir panjang.

Kehidupan Suti berubah sejak kedatangan keluarga Sastrosumardi dari Ngadijayan yang tinggal di dekat  makam keramat Pak Parmin. Mereka sering meminta bantuan Suti dan suaminya. Belakangan ibu Suti malah melepas anaknya untuk membantu secara penuh di sana.

Kian lama Suti seakan menjadi bagian dari keluarga itu. Panggilan Bu Satro kepadanya tidak lagi dianggap aneh. Perawakan Suti juga tidak mengecewakan hingga patut jika disebut sebagai anak bungsu keluarga Sastro. Suti hidup diantara sosok ibu yang tegar dan memperjuangkan keluarganya. Pak Sastro yang gagah, Kunto yang pintar dan sering mengajaknya pergi, Dewo si bungsu yang nakal hingga sangat ditakuti para pegundal desa.  

Apa sih, bibit itu? Apa pula bobot apa pula bebet di zaman sekarang ini? demikian Bu Sastro berkata ketika ada yang mengungkit tentang kedekatan keluarganya dengan Suti. Kedekatan itu yang diangkat menjadi konflik dalam kisah ini. Terutama ketika jiwa Suti menuntut lebih.

Buku ini terdiri dari tiga babak. Babak satu mengisahkan tentang kehidupan Suti mulai asal usulnya hingga ia bisa bergabung dan membantu keluarga Sastrosumardi. Babak kedua menguraikan tentang kehidupan Suti sejak menjadi bagian dari kehidupan keluarga Sastrosumardi.  Mulai sejak ia diajak nonton oleh Kunto anak tertua keluarga Sastrosumardi, perasaannya saat merawat Pak Sastro, atau mengunjungi kebun tebu dengan Dewo. Sementara Babak ketiga merupakan penutup.   Segala hal yang semula samar makin menjadi jelas. Kenapa, bagaimana, siapa dan apa terungkap dengan gamblang serta penuh kejutan tak terduga.

Pembaca semula seakan diarahkan untuk menduga pada siapa Siti berlabuh. Penulis seakan mengajak pembaca untuk memiliki khayalan sendiri mengenai para tokoh. Hati-hati, apa yang kita tanggap belum tentu yang sebenarnya.  Bahkan hingga akhir kisah, banyak hal yang masih membuat saya merasa seandainya bagian ini berakhir berbeda, tentunya kisah akan menjadi lebih menarik.

Membaca buku ini membuat saya terhibur. Benar-benar bacaan ringan yang menghibur. Andai konflik yang ada lebih dipertajam tentunya kisah akan berkembang, halaman makin bertambah, hiburan makin banyak didapat he he he.

Pembaca juga mendapat tambahan ilmu mengenai sejarah. Misalnya alasan mengenai pemerintah Belanda mengirim paksa sebagian orang Jawa ke Suriname adalah untuk membangun kebun tebu di sana. Batang-batang tebu itu bisa menjadi tiang penyangga ekonomi Belanda yang nyaris roboh saat itu. 

Tak ketinggalan juga tentang kehidupan masyarakat Jawa saat itu. Sebuah kalimat yang saya sukai karena mengandung banyak filosofi.
Sesuai adat istiadat yang telah berumur ratusan tahun di Jawa, jawaban ya itu sama saja dengan tidak. Jadi, tidak perlu dirisaukan.
Oh ya, ada lagi kalimat yang membuat saya tercenung,  merasa miris. Begitukah tanggapan masyarakat akan status Suti? Bukan mau dia jika ia menjadi seperti itu. Kalimat itu bisa dibaca di halaman 5. 
Perempuan muda itu yatim, dan itu mungkin sebabnya orang desa cenderung menerima sebagai hal yang wajar-sewajar-wajarnya kalau ada berita aneh tentangnya, meskipun mereka tentu juga tahu bahwa orang yatim tidak harus aneh tingkah lakunya.
Penulis juga memberikan uraian mengenai manfaat membaca  di halaman 136 dan 144. Disebutkan bahwa keluarga Sastro berlangganan aneka bacaan. Bu Sastro membaca Penyebar Semangat, mingguan berbahasa Jawa. Pak Sastro melanggan Suara Merdeka serta sering membeli koran dan majalah. Suti mengetahui banyak hal, jauh melampaui teman-temannya sekampung.

Semula saya agak heran dengan kover yang sangat sederhana. Tapi sesudah membaca buku, saya jadi memahami ada filosofi yang terkandung dari makna sumur itu. Dahulu Suti dan sahabatnya mencuci pakaian di kali. Sejak menjadi bagian dari keluarga Sastro, Suti naik derajat mencuci di sumur dengan mempergunakan sabun cuci baju. Kemewahan kecil yang membuat Suti ingin mendapat lebih. Sumur itu juga yang membuat keluarga Sastro menjadi bahan gunjingaan seluruh desa. Keluarga yang dianggap mampu karena memiliki sumur sendiri.

Ada nama seorang bintang film internasional yang sering disebut dalam buku ini, John Wayne.  Lahir di Winterset, Iowa, Amerika Serikat pada 26 Mei 1907, sosoknya mulai berkarier pada era film bisu. Pada tahun 1940-1970 membintangi film-film besar. Ia terkenal dengan perannya sebagai koboi serta film bertema Perang Dunia II. Meski sudah meninggal pada 11 Juni 1979, karyanya tetap masih diminati orang banyak.

Saya penasaran dengan kata ciu.  Dalam Daftar Kata dalam Bahasa Jawa, saya berusaha mencari makna atau kata itu dalam bukuternyata tidak ada. Selanjutnya saya berusaha menggali ingatan tentang minuman itu. Jika tidak salah, ciu sebenarnya adalah minuman tradisional yang terbuat dari tetes tebu yang difermentasi. Hal itu relevan dengan kisah yang sering menggambarkan Dewo serta teman-temannya beraktivitas di ladang tebu

Pengalaman membaca karya pertama yang tidak terlalu mengecewakan. Saya memberikan bintang 3,5. Jadi mau coba baca buku judul lain, siapa tahu cocok juga ^_^


Sumber gambar:
 https://en.wikipedia.org


Rabu, 30 Desember 2015

2015 # 115: Jo's Boys


Penulis: Louisa May Alcott
Alih bahasa: Djokolelono
Editor: Rosi L. Simamora
Desain dan ilustrasi sampul: Ratu Lakhsmita Indira
ISBN: 9786020322728
Halaman: 416
Cetakan: Pertama-November 2015
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Harga: Rp 66.000

Waktu berjalan tanpa kita sadari. Sudah sepuluh tahun berlalu sejak kisah tentang sekolah anak laki-laki Plumfield. Para gadis March sudah menjadi ibu dengan segudang masalah. Mereka juga sudah menjadi wanita anggun dengan pemikiran yang matang. 

Jo yang dulu terkenal tomboi dan serampangan misalnya. Saat Amy dan Laurie mengeluhkan tentang pembagian waktu bagi sang putri misalnya, Jo dengan bijak mengutip apa yang dikatakan sang ibu kepada Meg, "... ayah pun harus ambil bagian dalam pendidikan anak-anak, baik lelaki atau  perempuan." Karenanya kuberikan Ted kepada ayahnya kapan saja aku.


Tidak hanya para gadis March yang berubah, Plumfield juga mengalami perubahan pesat. Sekarang itu bukan sekolah anak laki-laki lagi tapi sudah menjadi sebuah universitas atas kemurahan hati  Laurie. Demikian juga dengan Bukit Parnassus. Waktu membuat perubahan pada banyak hal. 

Anak-anak Plumfield juga sudah menjadi pria muda yang memandang masa dengan dengan optimis dan bersemangat mengejar cita-cita. Bisa dikatakan kisah ini merupakan sekuel dari Little Men. Dimana kita akan bertemu lagi dengan  Emil, Demi, Nat, Dan, dengan situasi dan kondisi yang berbeda. Nat menjadi pemusik di Eropa dan sempat tergoda dengan kehidupan mewah sesaat, Emil menjadi pelaut dan menunjukkan jiwa besar dengan membantu kapten kapal saat kapal karam, Tom berusaha menjadi dokter demi memikat Nat. Dan selalu menjad pembela orang lain seperti dahulu.

Kita juga akan menikmati kehidupan mahasiswa di  Universitas Laurence. Di sana mahasiswanya bercampur pria dan wanita, kehadiran para wanita muda memberi warna kelembutan dan nuansa berbeda.  Mrs. Josephine Bhaer, tidak saja dianggap sebagai ibu presiden universitas tapi juga sebagai ibu para mahasiswa. Dengan perpaduan sifat tomboi dan keteguhan hatinya, ia mampu membimbing para mahasiswa menjadi sosok yang lebih baik.

Dalam buku ini juga dikisahkan Jo yang sudah menjadi penulis terkenal. Sebuah penerbit mengiginkan buku tentang anak-anak perempuan, maka tergesa-gesa ia menuliskan sebuah kisah tentang kehidupannya bersama para saudari. Beberapa adegan kisah diceritakan seakan mereka yang melakukan padahal sebenarnya anak-anak lelakilah yang ahli dibidang pekerjaannya.

Semula ia hanya menginginkan sedikit kesuksesan. Buku yang ditulisnya dengan tergesa-gesa itu, diluncurkan tanpa memikirkan penghasilan yang mungkin hanya sekedar saja, justru menjadi kesayangan para pembaca. Banyak yang begitu menyukai  kisah yamg ditulis Jo. Selanjutnya kisah yang lain meluncur dengan mulus.

Tapi kalian tentu tahu bagaimana Jo. Dengan cepat, bukan dengan niat tidak bersyukur yang manusiawi, ia merasa bosan karena kebebasannya  berkurang.  Banyak orang yang tak dikenal berkeras menemuinya. Entah sekedar memberi selamat, memberi nasehat bahkan melakukan hal konyol seperti meminta belalang yang hidup di halaman, kaos kaki yang tak terpakai untuk sambung dengan kaos kaki orang terkenal lain menjadi sebuah permadani

Begitulah kegilaan para fans. Mereka bahkan tak segan mengambil kenang-kenangan dari rumah sang idola tanpa memikirkan bagaimana perasaan pemilik rumah. Asisten rumah tangga Jo segera mengundurkan diri tak lama setelah bekerja di sana, terutama karena tak tahan karena bel rumah seakan tidak pernah berhenti berbunyi atau harus mengusir halus tamu tak diundang yang mendadak masuk tanpa izin ke dalam rumah.

"Mestinya ada hukum yang melindungi para pengarang yang malang." kata Mrs Jo. "Bagiku ini sesuatu yang lebih penting daripada copyright internasional. Waktu adalah uang, kedamaian adalah kesehatan. Dan aku kehilangan keduanya tanpa mendapat imbalan apa pun kecuali rasa hormat yang semakin berkurang dari sesama manusia." Ternyata menjadi orang terkenal tidak selalu menyenangkan. Tentunya saat itu situasi seorang pengarang beda dengan sekarang. Orang bisa saja keluar-masuk rumah seseorang dengan leluasa, mengetuk pinta menyatakan ingin bertemu. Dan atas dasar sopan santun mereka diterima oleh si pengarang.

Oh ya, meski buku ini mengisahkan tentang anak-anak lelaki Plumfield, para gadis juga mendapat porsi perhatian. Ada Nan yang berusaha menjadi dokter yang baik, Josie yang sangat ingin menjadi artis, Bess dengan keahliannya pada seni dan Deasy yang menjadi wanita bijaksana.

Membaca buku ini butuh waktu lebih, terutama karena gaya bahasanya. Kisah ini terbit pertama kali pada tahun 1886, tentu  gaya penulisannya berbeda dengan gaya penulisan saat ini.  Meski begitu, saya bisa mengikuti keriangan, rasa  sedih, semangat dan segala hal yang terjadi dalam kehidupan para tokoh. Misalnya, saat saya ikut merasakan semangat Demi, putra Meg yang ingin mencoba keberuntungan bekerja di sebuah penerbit setelah sebelumnya menjadi seorang wartawan. "...Aku akan mulai bulan depan, di ruang buku, mengisi pesanan. Aku kemudian beredar, mencari pesanan dan melakukan beberapa pekerjaan lain. Aku menyukainya. Aku siap melakukan apa pun yang berhubungan dengan buku. Bahkan kalau hanya  untuk mengelap debu dari buku-buku itu." Agaknya kecintaan pada buku diwariskan dari Jo

Pembaca juga terbantu dengan catatan kaki yang dibuat oleh penerjemah. Perihal Beau Brummel yang disebut pada halaman 337. Penerjemah mencantumkan catatan bahwa Beau Brummel (1778-1884 merupakan tokoh model pria Inggris yang sangat mempengaruhi gaya berpakaian. Atau perihal dansa Jerman di halaman 116, yaitu dansa berpasang-pasangan. Setiap pasangan memimpin pasangan lain membuat berbagai bentuk. Dan pasangan itu selalu berganti-ganti
 
Memang tidak semua hal berjalan dengan indah, justru hal ini yang membuat kisah seri ini menjadi dicintai pembaca. Unsur manusiawi yang begitu lekat dengan para pembaca. Kisah ini menawarkan kisah tentang kehidupan, dimana ada kebaikan juga ada kekurangan, ada ketegaran hati tapi ada rasa terpuruk dilain waktu. Ada tangis bahagia tapi ada juga tangis duka. Semua yang terjadi dikehidupan ditawarkan dalam kisah ini. 

Untuk pesan moral, pastilah banyak dalam buku ini. Tapi yang terutama adalah kita harus saling menyayangi, membantu sesama dan mau bekerja keras dalam kehidupan ini. Apa yang kita peroleh merupakan hasil dari perbuatan kita sendiri. Jujur dan tegar dalam menjalani kehidupan akan membuat segala masalah menjadi lebih mudah.

Meski ada beberapa typo seperti melomopat di halaman 391, saya yakin maksudnya adalah melompat, penerbit patut diacungi jempol untuk kesediaannya menerbitkan serial ini secara lengkap. Memang serial ini juga sudah dierbitkan oleh banyak penerbit tapi seinga saya baru penerbit ini yang mengeluarkan versi alih bahasa secara lengkap. Penerbit yang lain hanya mengeluarkan hingga Little Men, bahkan ada juga yang hanya sampai Little Women saja.

Apalagi dengan mengusung nama alih bahasa yang mumpuni, hal ini menunjukkan keseriuasan penerbit untuk membawa kisah klasik yang indah ini untuk para pembaca.

Untuk urusan kover, jelas saya menyukai. Bukan karena mengusung warna biru, baiklah sedikit sih, tapi ilustrasi yang ada sangat cocok dengan isi kisah. Para gadis March telah menjalankan kewajiban membesarkan anak-anak dengan baik, dan sudah waktunya mereka untuk pergi meninggalkan sarang.
Kini, setelah bekerja keras memberi semuanya pernikahan, sedikit kematian, dan sebanyak mungkin kemakmuran sesuai dengan yang diizinkan oleh kemampuan manusiawi yang kekal, biarlah musik berhenti, lampu mati dan layar  diturunkan selamanya untuk keluarga March.










2015 #114:Peti Akar


Penulis: El  Trias
Penyunting: Sulaiman
Perancang sampul: Irawan Prasetyadi
Penata letak: Ach. Sakti W
ISBN: 6028357006, 9786028357005
Halaman: 230
Cetakan: Pertama-2008
Penerbit: Grafidia


Biasanya saya tidak begitu terpengaruh pada endors. Tapi penasaran juga jika penulis sekelas mbak Sanie dan Mas Kef berkenan memberikan, maka pasti ada sesuatu yang spesial. Dan buku di area diskon ini segera berpindah dalam belanjaan saya.

Melihat kover buku ini, kedua alis saya langsung beradu dengan imuts.  Dibuat ala hantu Indonesia. Alih-alit atut pembaca merasa takut, mereka malah tertawa karena kekonyolan kisah, biasanya begitu. Pengalaman saya membaca beberapa kisah horor yang berujung tertawa riuh. Judulnya juga dibuat dengan huruf yang berkesan misterius dengan warna yang sangat kontras dengan latar. Andai tidak menangkap nama mas Kef di kover, mungkin saya tidak akan membeli buku ini.

Bermula  dari papanya yang  melakukan tindak korupsi, serta ibunya yang mendadak berpulang, Alien terpaksa pindah ke rumah warisan keluarganya di daerah Kuningan, Jawa Barat. Ia mengajak Linka anak kakaknya yang sudah meninggal. Berharap mereka berdua bisa membuka lembaran baru di tempat baru.

Di tempat baru itu, mereka justru harus menghadapi masalah baru. Selain rumah besar tua yang butuh perawatan, warga sekitar juga bersikap tidak bersahabat. warga merasa  mereka berdua harus bertanggung jawab atas berbagai penyakit yang menyerang beberapa warga, hingga kondisi Linka yang tidak seperti biasanya.

Seperti umumnya kisah, tentunya ada unsur roman dalam kisah ini. Aline harus menghadapi dua pemuda yang menaruh hati padanya. Yang satu teman kuliah dengan profesi wartawan, yang satu mahasiswa yang sedang melakukan penelitian dan menyewa kamar di rumah itu.

Sejak awal kisah, saya sudah menduga bahwa Linka adalah anak indigo. Penulis sepertinya sengaja membuat kesan ia anak yang suka berkhayal. Mungkin saja Aline dan keluarganya masih menganggap anak indigo itu sesuatu yang patut disembunyikan hingga mereka lebih menganggap Linka adalah anak nakal yang suka berkhayal. Mengingat latar belakang keluarga Aline yang cukup terpelajar dan cukup mengenal teknologi, sedikit mengkhawatirkan jika ia tidak menduga ada hal lain yang terjadi pada Linka selain kejiwaan. Perihal anak indigo sudah banyak informasi tersaji dalam dunia maya.

Biasanya, judul kisah mengacu pada isi. Peti akar semula saya kira nama sebuah tempat, atau sejenis benda yang dianggap keramat. Tapi ternyata memang sebuah peti yang menyimpan akar. Pada bagian belakang, baru hal itu terungkap. 

Dan untungnya, penulis menyajikan sebuah penjelasan ilmiah yang bisa diterima akal sehat. Memang tidak semua hal bisa diterima logika, tapi dengan menawarkan penjelasan ilmiah, karya ini menjadi berbeda. Sosok seorang peneliti sangat pas untuk menjelaskan tentang hal tersebut. Meski begitu, hal ini kontras dengan dokter rumah sakit jiwa yang tidak bisa mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan pasiennya menghirup suatu zat yang mampu membuatnya berhalusinasi.

Akhir kisah  juga mengusung gaya yang berbeda. Sederhana dan simpel tanpa ada kesan ala film Hollywood seperti kisah misteri pada umumnya ^_^

Penasaran juga dengan kalimat Hr nz per zan gi na ...Hr nz per zan gi na...Hr nz per zan gi na. Jika memang mempergunakan bahasa asing, ada baiknya penulis mencantumkan penjelasan mengenai arti dari kalimat itu.

Secara keseluruhan kisah dalam buku ini mampu menghibur saya. Plot memang tergolong bisa ditebak, tapi kejutan-kejutan kecil membuat kisah menjadi menarik.

Ada beberapa typo dalam buku ini yang saya temukan tanpa sengaja. Sedang seru-serunya sebuah bagian eh mendadak muncul si typo, jadi tahu saya. Misalnya saja di halaman 95, "ibu-ibu yang mengantar anaknya juga menyingk dariku." Maksudnya pasti menyingkir. Sementara di  halaman 217 tercetak, "Semua telah mengering dan sebagian membisuk." Pasti maksudnya membusuk.

Kalimat indah yang saya sukai ada di halaman 97.
Memiliki teman baru selalu menimbulkan warna-warna pelangi dalam hidupmu. Coba saja kalau tidak percaya! 

Sabtu, 26 Desember 2015

2015 #113: Yang Sulit Dimengerti Adalah Perempuan

Penulis: Fitrawan Umar
Penyunting: Pringadi Abdi
Penyelaras Akhir: Shalahuddin Gh
Pemindai Aksara: Chandra Citrawati
Pendesain Sampul: Iksana Banu
Penata Letak: desain651 
ISBN: 9786027279339
Halaman: 242
Cetakan: Pertama-Desember 2015
Penerbit: Exchange publishing 

Harga: Rp 59.000

Para sahabat pria saya memiliki pandangan nyaris serupa mengenai sosok perempuan. Menurut mereka, perempuan itu makhluk yang susah dipahami. Ia akan berkata jangan ganggu aku, padahal maknanya hayuh terus paksa aku dengan kata manismu. Jika ia berkata aku tidak apa-apa, bisa berarti memang ia tidak apa-apa atau justru ia merasa tidak nyaman dan butuh bersandar. Mereka ingin tahu segala hal tanpa ada yang ditutupi, tapi jika aku bercerita semua mereka akan merasa sakit hati dan tersinggung. Hingga aku merasa tidak berkata jujur pada mereka kadang lebih baik. Sungguh butuh seni tersendiri untuk bisa memahami sosok seorang perempuan. Tapi begitu kau bisa memahaminya, semua hidupmu akan menjadi indah.

Mungkin ada yang setuju dengan pandangan para sahabat pria saya, tapi mungkin saja ada yang tidak.Tapi sungguh perempuan memang dgambarkan sebagai sosok yang unik dalam buku ini. Buku tentang sosok seorang perempuan dari sudut pandang pria.

Renja bersahabat dengan Adel saat Sekolah Dasar. Tanpa sengaja mereka bertemu lagi di Kampus Merah, Fakultas Teknik. Mereka juga bersahabat dengan Rustang. Selanjutnya kita akan diajak mengikuti kegiatan mereka selama di kampus, termasuk urusan mengadakan demo dan persiapan menyambut mahasiswa baru sesuai dengan tradisi mahasiswa fakultas teknik.

Bagian ini agak tidak saya suka. Apakah perlu memperjelas urusan kekerasan dalam kehidupan sosial mahasiswa teknik? Beberapa mungkin ada yang begitu, tapi ada juga yang tidak. Bahkan penulis membenarkan alasan para tokoh untuk melakukan kekerasan pada juniornya sebagai salah satu sarana melampiaskan rasa kesal! Akan lebih baik jika penulis justru membuat konflik lebih dalam antara pihak yang setuju dengan tradisi kekerasan dengan pihak yang merasa sedikit kontak fisik dengan anak baru sangat berguna. 

Pastinya ada juga kisah tentang percintaan diantara para tokoh kita. Bagaimana menghadapi perempuan ternyata bukan hal yang mudah bagi Renja dan Rustang. Meski mereka bersahabat dengan seorang perempuan sekalipun!

"Konon, jika seorang perempuan berkata kau terlalu baik untukku, kau terlalu sempurna, atau semacamnya, itu sama buruknya dengan kalimat aku membencimu. Demikiankah?" Begitu pemikiran Renja saat ia menyatakan perasaannya dan sang wanita menjawab agar mereka bersahabat saja, tidak lebih karena dirinya terlalu baik.

Sampai halaman 60, saya masih belum bisa menangkap mau kemana kisah ini akan dibawa. Artinya dari 242 halaman sudah nyaris seperempat buku saya baca belum bisa membawa saya pada inti cerita. Hanya ulasan mengenai kenangan masa lalu yang diungakp melalui gaya penulisan maju-mundur dan sejumput rasa cemburu yang dipendam. Apalagi pada pembatas buku ada kalimat yang menyebutkan, "Jika kau ingin memiliki seseorang di masa depan, kau pun harus memilikinya di masa lalu." Lalu kita akan terus berurusan dengan masa lalukah?

Secara garis besar, saya menangkap penulis mengajak kita untuk ikut menjadi bingung akan sikap para perempuan yang ada dalam buku ini. Seorang gadis yang begitu mudahnya jatuh hati dengan seorang pemuda dan segera mengajak menikah demi membuat bahagia sang nenek. Gadis yang lain, berusaha mengabaikan rasa kasih dengan mendekati pria lain untuk mengalihkan rasa itu. Kenapa harus dialihkan? Kenapa tidak menerima rasa yang ditawarkan sang pria dan menjalin kisah romantis ala novel roman? 

Betul! Kalau itu terjadi maka kisah ini akan segera selesai. Namun penulis bisa membuat konflik yang lebih mendalam lagi selain urusan perbuatan bapak si gadis di masa lalu yang berujung pada konflik bathin si gadis. Kalau hanya rasa bersalah akan perbuatan bapaknya pada masa lalu yang membuat seorang gadis menolak cinta seorang pria yang rela melupakan urusan masa lalu sepertinya terlalu berlebihan buat saya. Sebagai mahasiswa tentunya mereka bisa lebih berpikiran luas dan menjauhi urusan sentimentil. 

Metode kisah yang tak berakhir dengan jelas berarti menyerahkan akhir kisah pada penafsiran pembaca. Bisa beragam. Tergantung sudut pandang pembacanya. Semoga bukan karena mengikuti mode akhir kisah alam film Hollywood.

Kepribadian ketiga rokoh dalam kisah ini juga berkesan tanggung. Adel, karena perempuan mungkin, dibuat memiliki kepribadian tidak jelas. Kadang bisa bersikap baik kepada kedua sahabat prianya. Lain waktu ia bersikap sangat tegas pada Renja hingga tak mau membalas SMS dan menjawab teleponnya. Sikap rasa bersalah akibat perbuatan bapaknya kurang diungkap. Pembaca hanya menemukan beberapa uraian penyesalan. Tidak dijelaskan juga apa yang membuat ia memilih membantu beberapa keluarga korban kelalaian bapaknya. Sekedar acak atau bagaimana? Dan dari mana ia memperoleh uang jika disebut mereka sudah tidak memiliki uang seperti dulu?

Renja bersikap seperti tidak memiliki keteguhan hati saat mendekati pujaan hatinya. Terlalu lembek untuk urusan perempuan menurut istilah sahabat pria saya. Jika memang ia begitu menyukainya berbuat sesuatu hal gila sekalian, seperti tunggu ia pulang di depan kamar kostnya. Toh kost mereka berdekatan. Begitu juga dengan Rustang, begitu piawai menjadi peserta demonstrasi menuntut hak rakyat tapi tak bisa berkata-kata saat mendekati gadis pujaannya.

Semula saya agak heran, kenapa penulis harus menguraikan tentang hal-hal yang kurang mengandung unsur kekinian seperti Kospin di halaman 60. Ternyata hal terebut terkait dengan kisah selanjutnya di halaman 68. Namun seharusnya masih bisa tetap mengusung beberapa hal yang lebih anyar untuk dijadikan bahan obrolan disandingkan dengan kenangan masa lalu.Termasuk mengganti urusan SMS dengan WA.

Dengan mengambil lokasi di daerah Sulawesi Selatan, terutama kota Makasar dan Pinrang, kisah ini menawarkan sessuatu yang berbeda. Penulis sayangnya hanya sedikit mengangkat tentang kebudayaan lokal setempat. Pasti masih banyak yang bisa diulas selain perihal Sayyang Pattudu, syukuran khataman Quran ala Mandar. Padahal buku ini bisa dijadikan ajang promosi pariwisata setempat.

Pesan moral yang bisa diambil antara lain adalah kekerasan tidak harus diturunkan. Bukan berarti jika kita dipukul orang maka kita berhak untuk memukuli orang lain. Cinta harus diperjuangkan bukan diharapkan akan menjadi indah dengan begitu saja. Pesan lainnya adalah agar kita harus menerima masa lalu sebagai bagian dari kehidupan. Tidak bisa dihapus tapi harus dijadikan sebagai pelajaran kehidupan.

Setiap buku memiliki pembacanya masing-masing. Sepertinya buku ini tidak berjodoh dengan saya karena saya tidak bisa menemukan kenikmatan dalam membacanya, pastinya saya juga ikut bingung pada arah kisah ini. Meski begitu ada juga kalimat yang saya sukai. Kalimat yang saya sukai ada di halaman 201, "Bagaimana perasaanmu jika engkau melihat orang yang paling bersetia kepadamu, paling menyayangimu, tetapi kemudian ia menderita karena dirimu?"

Dalam buku ini sering disebutkan tentang Pinrang. Kabupaten Pinrang adalah salah satu Daerah Tingkat II di Sulawesi Selatan. Letaknya hanya sekitar 185 km dari Makassar. Luas wilayah 1.961,77 km2 yang terbagi ke dalam 12 Kecamatan, meliputi 68 desa dan 36 kelurahan yang terdiri dai 86 lingkungan dan 189 dusun. Sementara Kota Makassar  adalah ibu kota provinsi Sulawesi Selatan, merupakan kota internasionalserta terbesar di kawasan Indonesia Timur. Sejak tahun 1971 hingga 1999, kota ini dikenal sebagai kota Ujung Pandang.  

---------------------- 
Sungguh!
Aku merasa seakan memakan semangkuk sayur asam kesukaanku namun dengan rasa yang sedikit hambar.
Aku sudah terbiasa menikmati racikan chef Shal. Tidak mengurangi rasa hormat, sepertinya sayur kali ini terasa berbeda tanpa sentuhan tangannya.
Dan aku kedanan racikannya ^_^ 

Kamis, 24 Desember 2015

2015 #111-112: Cerita Rakyat untuk Anak-anak

Sebuah permohonan sumbangan buku untuk sebuah sekolah dasar mendarat melalui email saya. Permohonan bantuan buku biasanya saya teruskan pada bihak-pihak yang sekiranya bisa membantu. Tapi ada yang unik dari permohonan kali ini. Mohon diberikan buku cerita yang cocok untuk anak-anak. Syukur jika ada yang memuat tentang cerita rakyat.

Saya jadi teringat akan dua buku Kumpulan Cerita Rakyat yang ada di rak buku saya. Sepertinya mereka akan menemukan rumah baru dalam waktu yang tidak terlalu lama. Sayang memang, tapi sepertinya mereka lebih berguna di perpustakaan sana dari pada rak buku saya.

Jadi ingat, sepertinya sudah dibaca tapi belum direview. Ada dua buku yang memuat Kumpulan Cerita Rakyat. Kedua buku tersebut disajikan dalam dua bahasa. Pada bagian atas dikisahkan dengan mempergunakan bahasa Indonesia, selanjutnya pada bagian bawah mempergunakan bahasa Inggris.

Kumpulan Cerita Rakyat 1
Penulis: Ali Muakhir
Ilustrator: Kabizaku
Penerjemah: Noviana Abdu
Penyunting: Anton Kurnia
Penyelaras: Diksi Dik
Pewajah isi & cover: Aniza Pujiati
ISBN: 9789790245099
Halaman: 150
Cetakan: Pertama-November 2013

Penerbit: Little Serambi

Ada lima kasih yang dimuat dalam buku pertama ini. Mulai dari kisah Timun Emas yang Pemberani, Purbasari yang Pemaaf dan Lutung Kasarung, Cindelaras yang Gigih, Bawang Putih yang Baik Hati, hingga Malin Kundang yang Durhaka.
 
Kumpulan Cerita Rakyat 2
Penulis: Ali Muakhir
Ilustrator: Kabizaku
Penerjemah: Noviana Abdu
Penyunting: Anton Kurnia
Penyelaras: Diksi Dik
Pewajah isi & cover: Aniza Pujiati
ISBN: 9789790245105
Halaman: 150
Cetakan: Pertama-November 2013

Penerbit: Little Serambi 

Buku kedua ini juga memuat lima kisah dari berbagai daerah di tanah air. Ada Keong Emas yang Lembut Hati, Aji Saka yang Suka Menolong, Dayang Sumbi yang Pintar dan Sangkuriang, Putri Tandampalik yang Tabah, Serta Jaka Tarub yang Ceroboh dan Bidadari.

Secara keseluruhan, kedua buku ini memberikan pesan moral untuk para anak-anak. Dengan membaca kisah-kisah dalam buku ini diharapkan anak-anak akan lebih mengenal budaya bangsa. Disajikan mempergunakan dua bahasa, tentunya diharapkan buku ini juga bisa diterima oleh anak-anak asing. Secara tak langsung, kita sudah membantu menyebarkan budaya bangsa.

Ilustrasi yang ada dalam buku ini dibuat dengan sangat indah sehingga mampu menarik perhatian anak-anak. Apa lagi dibuat dalam ukuran yang lumayan besar dan banyak. Bahkan ada yang satu halaman penuh. Sayangnya pemilihan tipe huruf kurang tepat. Huruf yang ada terlalu halus dan kecil sehingga kurang menarik jika dibaca oleh anak-anak. Ditambah jika anak tersebut baru sampai dalam tahap belajar membaca, pastinya akan mengalami kesukaran.
 
Pemilihan kata yang dipergunakan juga sudah sangat sesuai. Tidak terlalu bertele-tele, panjang tapi tetap sasaran. Penulis dan tim sepertinya mempertimbangkan dengan seksama pemilihan kata sehingga mampu menciptakan sebuah kalimat yang sangat efektif tanpa mengurangi makna. 

Dalam http://abasshare.blogspot.com, disebutkan bahwa cerita rakyat adalah cerita pada masa lampau yang menjadi ciri khas setiap bangsa yang memiliki kultur budaya yang beraneka ragam mencakup kekayaan budaya dan sejarah yang dimiliki masing-masing bangsa.

Selanjutnya disebutkan juga aneka contoh cerita rakyat yaitu Roro Jonggrang, Timun Mas, Si Pitung, Legenda Danau Toba, dan ber-Ibu Kandung Seekor Kucing merupakan sederetan cerita rakyat yang ada di Indonesia. Masih banyak sederetan cerita rakyat yang memang diperuntukkan bagi anak-anak. 


Sementara http://mynameis8.wordpress.com, menyebutkan bahwa cerita rakyat adalah cerita yang berasal dari masyarakat dan berkembang dalam masyarakat pada masa lampau yang menjadi ciri khas setiap bangsa yang memiliki kultur budaya yang beraneka ragam mencakup kekayaan budaya dan sejarah yang dimiliki masing-masing bangsa. Pada umumnya, cerita rakyat mengisahkan tentang suatu kejadian di suatu tempat atau asal muasal suatu tempat. Tokoh-tokoh yang dimunculkan dalam cerita rakyat umumnya diwujudkan dalam bentuk binatang, manusia maupun dewa.

Disebutkan juga mengenai ciri-ciri Cerita rakyat:
1. Disampaikan turun-temurun.
2. Tidak diketahui siapa yang pertama kali membuat
3. Kaya nilai-nilai luhur
4. Bersifat tradisional
5. Memiliki banyak versi dan variasi
6. Mempunyai bentuk-bentuk klise dalam susuna atau cara pengungkapkannya.
7. Bersifat anonim, artinya nama pengarang tidak ada.
8. Berkembang dari mulut ke mulut.
9. Cerita rakyat disampaikan secara lisan.

Seandainya buku serupa ini makin banyak beredar dipasaran, tentunya dengan sentuhan moderenisasi, maka akan mampu mengurangi pengaruh serta pesona cerita anak dari luar negeri.









2015 #110: Konsolidasi Paling Update Peraturan Presiden Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

Penyusun: Tim Visi Yustisia
Editor: Zulfa Simatur
Pendesain sampul & tata letak: EM. Giri
ISBN-13: 9789790652484
ISBN-10: 9790652488
Halaman:  204
Cetakan: Pertama-September 2015
Penerbit: Visimedia
Harga: Rp 79.000

Proses pengadaan barang/jasa gampang-gampang susah. Jika kita memahami dan mengerti peraturannya tentunya tidak ada masalah dalam pelaksanaannya. Dengan sering melakukan proses pengadaan tentunya akan lebih memahami dan mengerti kendala apa yang terjadi dilapangan.

Dalam rangka menuju kesempurnaan, tentunya dibutuhkan proses. Peraturan Presiden RI nomor 54 Tahun 2010 yang mengatur mengenai pengadaan barang/jasa  pemerintah juga mengalami perubahan. Hal ini terutama sekali karena menemukan berbagai kendala dalam praktik di lapangan.  Untuk itu maka ditetapkan Perpres Nomor 35 tahun 2011, Perpres Nomor 70 Tahun 2012, Perpres 172 tahun 2014, serta Perpres Nomor 4 tahun 2015.

Dengan begitu banyak perubahan, tentunya akan membuat mereka yang mempelajari tentang pengadaan barang/jasa pemerintah mengalami kendala guna memahami pasal mana yang berubah, bagaimana penjelasan dan penerapannya. Dibutuhka ketelitian dan waktu khusus untuk memahaminya.

Belum lagi jika mereka baru mempelajari tentang 
pengadaan barang/jasa pemerintah. Tentunya tidak bisa memahami dan mengenai bagaimana mana yang mengalami penyesuaian.

Buku ini menawarkan solusi mudah guna mempelajari perkembangan terkini mengenai pengadaan barang/jasa pemerintah. Karena buku ini berisikan konsolidasi terkini mengenai peraturan pengadaan barang/jasa pemerintah. Salah satu terobosan dalam buku ini adalah penggunaan highlight yang berbeda. 

Perbedaan warna highlight menunjukan pada peraturan yang mana bagian tersebut berada. Warna warna merah untuk warna merah untuk Perpres Nomor 35 Tahun 2011, warna hijau merupakan tanda untuk Perpres Nomor 70 Tahun 2012,  warna ungu muda (atau pink ya)  untuk Perpres Nomor 172  Tahun 2014, serta warna kuning untuk menandakan Perpres Nomor 4 tahun 2015.  Hal ini memudahkan pemahaman mereka yang membacanya.

Sebagai contoh, pada Pasal 1 disebutkan, "Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut dengan Pengadaan Barang/Jasa adalah kegiatan untuk mem peroleh Barang/Jasa oleh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi2 yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa."

Highlight hijau merupakan Perpres Nomor 70 Tahun 2012. Perubahan Pasal 1 Angka 1, yaitu penghapusan kata "lannya" setelah kata "institusi"

Pada Pasal 1 angka 9 disebutkan, " Pejabat Pengadaan adalah personel yang ditunjuk untuk melaksanakan Pengadaan Langsung dan E-Purchasing."   Kalimat ini diberi highlight kuning dengan nomor catatan kaki 7. 

Pada bagian bawah halaman, terdapat penjelasan mengenai catatan kaki tersebut. Catatan kaki nomor 7 merupakan Perpres 4 Tahun 215. Perubahan Pasal 1 angka 9, yaitu perubahan pada ruang lingkup kewenangan Pejabat Pengadaan.

Selanjutnya pada  Bagian Ketiga E-Purchasing, Pasal 110 ayat (6) disebutkan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai E-Purchasing ditetapkan oleh LKPP. 

Catatan kaki nomor 233 ini merupakan Perpres Nomor 4 Tahun 2015. Ditambah 2 (dua ayat), yakni ayat (5) dan ayat (6), menyesuaikan dengan perubahan Pasal 1 ayat (9) maka E-Purchasing dilaksanakan oleh pejabat  pengadaan atau oleh PPK secara langsung atau pejabat yang ditetapkan oleh Pimpinan Instansi/Institusi.

Secara garis besar, buku ini sangat membantu pemahaman serta pelaksanaan kegiatan pengadaan barang/jasa pemerintah. Sangat cocok dijadikan panduan bagi para pekerja dibidang pengadaan barang/jasa pemerintah. Atau sebagai tambahan pengetahuan bagi masyarakat umum.

Secara pribadi, saya jadi memahami bahwa pada Perpres Nomor 54 Tahun 2010, Perpres Nomor 35 Tahun 2011, serta  Perpres Nomor 70 Tahun 2012, belum mengatur mengenai persyaratan pajak untuk Metode Pengadaan Langsung. Sementara pada Perpres Nomor 172 Tahun 2014,dan Perpres Nomor 4 Tahun 2015, sudah diatur. Disebutkan bahwa persyaratan pemenuhan perpajakan tahun terakhir, dikecualikan untuk Pengadaan Langsung dengan menggunakan bukti pembelian atau kuitansi.

Dalam perihal penandatanganan kontrak saya juga mendapatkan pencerahan. Pada Perpres Nomor 54 Tahun 2010, Perpres Nomor 35 Tahun 2011, serta  Perpres Nomor 70 Tahun 2012, disebutkan bahwa para pihak menandatangani kontrak setelah Penyedia Barang/Jasa menyerahkan Jaminan Pelaksanaan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak diterbitkannya SPPBJ. Selanjutnya pada Perpres Nomor 172 Tahun 2014,dan Perpres Nomor 4 Tahun 2015, para pihak menandatangani kontrak sebuah Penyedia Barang/Jasa menyerahkan Jaminan Pelaksanaan.  Untuk batas waktu penyerahan jaminan pelaksanaan sudah dihapus.
 
Sekedar usul, sebaiknya konsisten dalam menuliskan sebuah hal. Misalnya di kover belakang dicetak kalimat Perpres Nomor 35 tahun 2011, lalu selanjutnya dicetak Perpres 70 tahun 2012, tanpa kata "nomor".  Demikian juga dengan uraian highlight, ditulis tanpa kata "nomor". Ada baiknya untuk seterusnya mempergunakan kalimat yang konstan, akan mempergunakan kata "nomor" atau tidak.

Demikian juga saat menulis E-Purchasing pada halaman 118. Pada pasal ditulis dengan "E" namun pada uraian catatan kaki dipergunakan "e" padahal keduanya berada dalam sebuah kalimat, bukan awalan kalimat sehingga harusnya dapat dibuat konsisten.

Ada sebuah uraian dengan warna merah berada dalam bagian bawah halaman, oleh karena masih ada kelanjutan di halaman baliknya, maka penerbit tidak mencantumkan asal peraturan tersebut. Sebenarnya dengan mengingat warna highlight, kita sudah bisa mengetahui bagian dari peraturan yang mana. Tapi akan lebih pas jika tetap dicantumkan. Hal yang saya maksud ada di halaman 43.

Semoga buku ini bisa membantu memudahkan dan meringankan tugas para pekerja di bidang pengadaan barang/jasa pemerintah.