Senin, 18 Januari 2016

2016 #9: Waspadalah Pada Bahaya Spora



Judul: Spora
Penulis: Alkadri
Penyunting: Dyah Utami
Penyelaras Aksara: J. Fisca
Perancang Sampul: Fahmi Fauzi 
Ilustrasi Sampul: Fahmi Fauzi
Ilustrasi Naskah: Diani Apsari
Penata Letak: Tri Indah Marty
ISBN-10: 9797959104
ISBN-13: 9789797959104
Halaman: 235
Cetakan: Pertama-2014
Penerbit: Moka Media
Harga: Rp 39.000
Rating: 3/5 

"Hei, hei, hei! Jangan berteriak, oke? Tenang ini bukan masalah pribadi, lho. Tapi kalau ditanya salah kalian apa... yah, bisa dibilang, satu-satunya kesalahan kalan hanyalah ini: kalian menemukanku. Maka aku juga menemukan kalian."

Hidup Alif seakan belum cukup rumit, hingga harus ditambah dengan menjadi sosok pertama yang menemukan mayat tanpa kepala di sekolah. Entah kenapa  dia dari begitu banyak siswa di sekolah. Bayangkan 2 X ia menjadi saksi. Pertama mungkin karena ia adalah siswa pertama yang tiba di sekolah. Tapi selanjutnya, tentu bukan kebetulan.

Selanjutnya kita akan disuguhi dengan upaya Alif untuk mencari penyebab mayat tanpa kepala yang rupanya muncul dalam jumlah dan rentang waktu lumayan dekat di sekolahnya.

Arif yang ditemani oleh Fiona, gadis yang ditaksirkanya, selalu berada diwaktu dan tempat yang salah sehinga mereka terseret dalam urusan mayat misterius. Sementara sahabat Arif, Rina bertindak menjadi sosok yang membantu Arif memecahkan misteri dengan diskusi-diskusi seru.

Sinopsis kisah serta review bisa dibaca lebih lanjut di  sini. Untuk mempersingkat waktu, saya akan langsung pada hal-hal yang membuat saya gatal untuk bertanya atau berkomentar ^_^. Urutan berdasarkan halaman ya.

Pertama-tama saya harus mengakui bahwa saya tertipu!  Begitu membaca prolog selesai, saya menduga akan menemukan hal terkait prolog itu. Saya akan disuguhi kisah mengenai Sasa yang berhasil atau gagal membuka barang yang dipegangnya. Ternyata bukan, saya malah berkenalan dengan Arif.

Kelakuan Sasa yang seenaknya membuka tas orang lain jelas tidak bisa diterima! Bagaimana juga itu melanggar privasi seseorang. Penasaran boleh saja, tapi tidak lantas membenarkan sikap kurang ajar seperti itu. Apakah tidak bisa dibuat cara lain? Terbuka karena sobek atau ada hal lain yang bisa dibenarkan? Misalnya tanpa sengaja Sasa menginjak tas itu saat nyaris jatuh tersandung dan mendengar seperti ada suara barang pecah. Takut ada yang pecah ia membuka tas itu, kebetulan  retsleting tidak tertutup sampai ujung. Penulis pasti lebih tahu bagaimana menulis yang baik dari pada saya.

"Akhirnya, salah seorang polisi yang memiliki cukup akal sehat maju dan menutupi jenazah itu dengan sehelai  kain putih. Beberapa orang yang menonton, anehnya mengeluh." Begitu kalimat yang tercantum di halaman 28. 

Mungkin kerena saya terlalu banyak menonton dan membaca kisah detektif, bagian ini menjadi aneh buat saya.  Biasanya begitu ada korban meninggal, masyarakat sekitar langsung berupaya menutupi kondisi jenazah, minimal bagian dada ke tas.  Entah dengan jaket seseorang, spanduk, bahkan koran. Apapun yang memungkinkan dipergunakan.  Dalam kisah ini, ada seorang polisi yang langsung menuju TKP dan memanggil bantuan. Tiga puluh menit kemudian bantuan datang, baru ada adegan menutupi jenazah. 

Pertanyaan pertama saya, kenapa bukan pak polisi pertama yang menutupi jenazah? Walaupun belum dipindahkan karena adanya penyelidikan, jenazah tetap ditutupi. Selama tiga puluh menit sebelum bantuan datang, pak polisi itu tentunya bisa mengupayakan sesuatu untuk tidak membiarkan jenazah tanpa kepala tergeletak dinonton banyak siswa. 

Pertanyaan kedua, dari mana salah seorang polisi yang memiliki cukup akal sehat memiliki kain putih?  Jika mengingat film detektif yang sering saya tonton, kain putih memang biasanya dipakai untuk menutup jenazah dan dilakukan oleh bagian yang memang bertugas mengurus korban jenazah  (forensik atau apa gitu namanya) sebelum akhirnya dibawa pergi. Jadi bukan sembarang polisi.

Ada bagian yang menceritakan mengenai Alif saling bertukar nomor ponsel, alamat surel dan username Facebook dan Twitter serta keinginannya untuk memberikan pin BB di halaman 84. Kenapa pin BB? Bukankah pada tahun 2014 WA merupakan sarana komunikasi yang lebih terkini dibandngkan BBM? Memiliki ponsel cerdik tentunya lebih menjadi idaman setiap remaja dari pada memiliki BB yang sudah mulai ketinggalan zaman dan cenderung lebih mahal. Dan tentunya sebagai remaja Alif dan Fiona mencari segala hal yang ramah dengan kantong. 

Disebutkan bahwa Alif dan Fiona sedang berjalan menuju ke tangga darurat yang menghubungkan lantai dasar dan atap sekolah. Pada halaman 156 tertulis, "Meski demikian, setelah bertahun-tahun tak digunakan, tangga darurat tersebut sudah dipenuhi lumut dan logamnya berkarat. Alif harus mencengkeram pegangan tangganya agar tidak terpeleset." Sementara pada halaman 158 tertulis bahwa Fiona mencolek sejumput benda lengket yang menempel di pegangan tangga. Disebutkan juga bahwa ia menjerit karena merasa ada sesuatu yang menggoresnya.

Memang Alif dan Fiona berbeda. Tapi kenapa Arif justru lebih memperhatikan lumut dibandingkan sejumput benda lengket?  Apakah ia tidak merasa aneh melihat ada sejumput benda lengket yang berbeda seperti Fiona? Kenapa ia malah disebutkan mencengkeram pegangan tangganya? Bukankah berarti ia bisa saja ikut mencengkram benda lengket yang dilihat Fiona. Mungkin apa yang dijumput Fiona tidak merata ada di pegangan tangga,  Bukankah seharusnya Alif malah tidak menyentuh apapun dan mencari cara lain agar bisa berjalan tanpa merasa was-was jatuh karena licin. Saya jadi menangkap kesan bahwa apa yang dilihat Fiona tidak dilihat oleh Alif. Aneh, padahal mereka berada di lokasi yang sama.

Terkait urusan komputer, saya merasa apa yang dilakukan oleh Rina merupakan hal yang kurang ajar. Ia boleh saja pandai dalam hal komputer. Tapi memasuki komputer ayahnya yang merupakan seorang anggota Polisi merupakan hal yang tidak benar. Apalagi sampai ikut membaca data yang ada. Dan pastinya sang ayah tidak sebodoh itu tidak menyadari ada penyusup.

Selanjutnya pada halaman 219 disebutkan bahwa  Alif langsung tahu bahwa mereka orang tua Fiona ketika menemukan ada dua mayat dalam kamar Fiona. Sementara di halaman 235 disebutkan bahwa seorang pria bernama  Ari sibuk memantau situasi di rumah Fiona, termasuk saat rumah itu "dibersihkan". Ia juga bingung bagaimana menjelaskan pada istrinya bahwa putri tunggal mereka meninggal.

Bisa ditarik kesimpulan bahwa Fiona adalah anaknya. Dan ia harus memberitahu pada istri bahwa putri mereka meninggal. Lalu siapa mayat dua orang yang ada dalam kamar Fiona? Jangan bilang mereka adalah agen rahasia yang menyamar menjadi orang tua Fiona. Karena itu makin membuat kisah ini menjadi tidak asyik lagi.

Biasanya, berdasarkan film  yang saya tonton dan buku yang saya baca, jika benar Ari adalah ayah Fiona tentunya ia tidak bisa duduk diam saja melihat kondisi anaknya. Nalurinya sebagai ayah yang membela anak akan bangkit. Ia bisa berbuat nekat, apapun demi menyelamatkan sang anak. Tapi kok dalam kisah ini sosok Ari sungguh sangat tenang menghadapi segala hal.

Oh ya, bagian ini langsung mengarahkan pembaca pada inti kisah. Tentang apa penyebab kematian mayat tanpa kepala. Padahal sebelumnya pembaca masih menduga-duga."Oke, dengarkan ini, bapak tidak akan mengulangi. Langsung dicatat saja. PR halamana empat puluh buku cetak, soal nomor empat, mengenai morfologi jamur. Batas akhir pengumpulannya hari Rabu besok, Yang terlambat takkan mendapat nilai pratikum untuk minggu terakhir."

Jadi siapa yang meletakkan tas penuh toples di ruang KIR? Salah satu dari ketiga tim pak Ari yang kemudian mengunci pintu dan membawa kuncinya tanpa sadar bahwa salah seorang anggota KIR memiliki kunci duplikat sehingga bisa masuk ke dalam ruangan.  Seperti juga pertanyaan Sasa mengenai isi stoples yang ia temukan, bagaimana bisa lewat sensor pesawat? Sepertinya ini sengaja dibuat menjadi pertanyaan tidak terjawab. Tapi jika jawaban yang diberikan penulis adalah karena campur tangan pihak-pihak tertentu, saya bisa ketawa geli. Aduh deh kocak ah.

Pada halaman 222 disebutkan bahwa kepergian anak-anak KIR bukan kebetulan tapi memang sudah diatur oleh pihak-pihak tertentu. Apakah tidak aneh jika segerombolan murid sekolah menengah bisa mengikuti konferensi ilmiah di Brazil? Sepertinya terlalu berlebihan. Jika satu atau dua orang mungkin masih masuk akal tapi jika sebegitu banyak? Apakah tidak menjadi  kecurigaan banyak pihak mengingat biaya yang dikeluarkan oleh pihak sekolah pasti tidak sedikit. 

Pada salah satu situs saya mencoba memasukan tanggal  22 Januari 2016 sebagai tanggal keberangkatan ke Rio de Janeiro International Airport, Brazil (GIG) lalu kembali tanggal 1 Februari 2016. Hasilnya sungguh luar biasa! Angka tiket yang lumayan untuk ukuran anak SMA, bahkan jika ada campur tangan pihak-pihak lain.  Belum lagi urusan izin dan lainnya. Tidak masuk akal. Andai penulis menjadikan Sasa dan temannya sebagai mahasiswa IPB mungkin lebih pantas.


Sesungguhnya kisah ini lumayan bagus. Idenya luar biasa. Hanya begitu memunculkan tentang hal-hal tentang alien dan sejenisnya, meski tidak dipaparkan secara langsung, keseruan langsung turun. Hal yang penting disajikan secara kilat, sementara urusan lain malah diuraikan panjang lebar.

Bagian yang menarik bagi saya justru ada pada ilustrasinya. Karena diletakkan di bagian awal bab, ilustrasi mampu membangkitkan rasa penasaran untuk mengetahui apakah yang selanjutnya terjadi. Apa isi bab tersebut.

Selain itu, membaca juga mendapat pengetahuan mengenai spora meski tidak terlalu mendetail. Menurut KBBI, spora/spo·ra/ n Bio alat perbanyakan yang terdiri atas satu atau beberapa sel yang dihasilkan dengan berbagai cara pada tumbuhan rendah, Cryptogamae, berukuran sangat halus, mudah tersebar oleh angin, air, binatang dan sebagainya, dan dapat tumbuh langsung pada kapang (bakteri dan sebagainya) atau tidak langsung pada paku-pakuan menjadi individu baru

Spora merupakan alat perkembangbiakan tumbuhan. Spora dibentuk dan disimpan di dalam kotak spora yang disebut sporangium. Sporangium pada tumbuhan paku terletak dibalik daun. Contoh: tumbuhan paku, jamur, suplir, ganggang, paku tanduk rusa, suplir, jamur. Butuh lingkungan tertentu bagi spora untuk bisa bertahan hidup. 

Buku ini berjodoh dengan saya melalui cara yang unik. Saya batal membeli buku ini, padahal sudah membawanya ke kasir. Nyaris beli, karena saat mengantri, sambil iseng saya keluarkan belanjaan saya. Teringat pada kisah horor lokal yang malah membuat saya tertawa, maka saya urungkan niat untuk membawa pulang buku ini.

Tapi jodoh memang tidak akan jauh he he he. Buku ini ada di meja bookswap ^_^. Saya pikir saya akan coba baca kalau seperti dugaan saya, bisa buat modal tahun depan khan ^_^

Dan kebetulan terus bergulir. Biasanya saya malas membaca kata pengantar atau ucapan terima kasih dari penulis. Kali ini saya membaca dan menemukan nama-nama yang sangat saya kenal. Nama mereka biasanya bisa menjadi jaminan untuk mutu sebuah karya.

Hem..... jadi kepingin ngobrol panjang dengan salah satu nama yang disebutkan dalam ucapan terima kasih. 



1 komentar:

  1. kunjungi web kami www.rajaplastikindonesia.com

    CP 021 2287 7764 / 0838 9838 6891 (wa) / 0852 8774 4779 pin bbm 5CFD83E7

    BalasHapus