Selasa, 09 Februari 2016

2016#16: Makan Malam Bersama Dewi Gandari



Malapetaka adalah ketika kita berhenti membaca...

Kalimat singkat tapi menohok ditulis oleh seorang penggiat buku dari Solo pada halaman pertama buku barunya.  Wah, pastinya saya tidak mau berada dalam situasi seperti itu. Apalagi jika melirik timbunan buku yang belum dibaca, duh saya tidak mau jadi penghancur buku!

Baiklah, mari kita ambil sebuah buku, lebih pas lagi jika karya penggiat yang menuliskan kalimat itu, dan mulai membaca dengan rakus.

Penulis: Indah Darmastuti
Ilustrasi sampul: Mas Wid
Tata letak dan sampul: N. Fauzi Sukri
ISBN: 9786020947297
Halaman:127
Cetakan: Pertama-2016
Penerbit: BukuKatta
Rating: 4/5

Seperti yang sudah-sudah, membaca buku sarat makna kehidupan ini tidak butuh lama. Kembali, membuat review lebih lama. Khusus untuk buku yang satu ini, lebih lama lagi karena secara pribadi saya ingin memberikan yang terbaik untuk sang penulis.

Plus..., perasaan rendah hati ketika membaca tulisan pada halaman 112. Apalah saya ini dibandingkan dengan seorang penggiat sastra di Solo. Mendekati jelas jauh, hanya bisa usaha agar minimal tidak memalukan.

Terdapat sembilan kisah dalam buku ini, dimulai dengan Laki-laki dari Langit, Raisha dan Sekotak Tanah, diakhiri dengan Ashima, Titip Rindu dari Calcuta. Dan pastinya beberapa kisah diantara kisah-kisah tersebut.

Semula saya tidak mengetahu bahwa sembilan kisah tersebut pernah dimuat dalam beberapa media. Hal ini karena pada akhir kisah tidak ada embel-embel kalimat yang penyatakan bahwa kisah itu pernah dimuat pada sebuah media. Justru informasi tersebut berada di halaman 126.

Baik kisah, tempat kejadian dan waktu dalam buku ini beragam. Tapi ada benang merah yaitu ada tokoh perempuan dalam tiap kisah. Pada Laki-laki dan Langit, sosok perempuan ada dalam wujud Aku seorang pekerja terkait dunia teh. Kisah Makan Malam Bersama Dewi Gandari, mengusung dua sosok perempuan hebat dalam wujud Dewi Kunti serta Dewi Gandari sendiri. Ashima, Titip Rindu untuk Calcuta, merupakan penggambaran sosok perempuan yang begitu bersemangat membela hak-hak perempuan hingga (mungkin) bisa mengorbankan dirinya sendiri tanpa ia sadari. Duh nama Ashima mengingatkan pada sebuah kisah cinta lain.

Pembaca akan menemukan banyak penggunaan perumpaan atau kiasan dalam kisah. Pembaca diajak untuk tidak sekedar membaca dengan mempergunakan mata, tapi juga mempergunakan mata hati. 

Simak penggalan kisah Laki-laki dari Langit di halaman 8, "Kuharap begitu. Kasihan putriku tak sempat bertemu mamanya karena istriku kehabisan darah dan tenaga saat melahirkannya." Bagi saya kalimat tersebut menandakan bahwa sang pria memberikan kode ia adalah seorang lajang yang mencintai anaknya dan berharap Aku sang tokoh wanita mau membuka hati untuknya serta menerima keberadaan sang anak.

Lalu pada kisah Getir Pesisir di halaman 24,"Kau hanya pemain cadangan. Dan hanya mujizat yang sanggup mengubahmu menjadi pemain inti. Lupakanlah!"
   "Tetapi aku terlanjur mencintai kamu, dan amat mencintaimu," tegasnya pada lelaki yang telah beribu kali menggumuli tubuhnya.
   "Apa pun yang kau minta akan kuberi. Tentu selain pernikahan."

Jika dicermati, sungguh dalam maknanya. Lelaki yang telah beribu kali menggumuli tubuh wanita itu tidak akan pernah membebaskan ia dalam belenggu kenistaan. Bahkan atas nama cinta sekali pun. Mungkin saja, lelaki itu tidak hanya menikmati tubuh sang wanita, tapi juga menikmati pemikirannya bahkan bukan tak mungkin juga mencintai. Tapi ia merasa menikahinya bukanlah hal yang tepat. Mungkin ia merasa jijik membayangkan memiliki istri yang pernah ditiduri banyak pria, bahkan ia sendiri pernah berbagi tubuh sang wanita. Mungkin ia lebih memilih menjaga keharmonisan keluarga dari pada mengangkat derajat sang wanita. Mungkin juga ia hanya ingin mendapat kenikmatan biologis semata. Mungkin saja hanya perwujudan egois seorang manusia. Seribu mungkin pun bisa saja dijadikan alasan,  namun tetaplah tokoh wanita yang merasakan getir hidup.

Baiklah, saya mengaku. Saya memang menyukai Getar Pesisir dan  Perahu Rongsok.   Perahu Rongsok menawarkan sebuah kisah yang sarat makna kehidupan dalam kiasan makna serta permainan kata yang menawan. Kedua kisah ini mengusung tema yang sendu, perempuan yang ingin menjadi tulang punggung keluarga namun justru menjadi obyek penistaan. Sedih, menyentuh dan memicu amarah jiwa.
 
Saya juga menyukai kisah di Jantung Batavia, karena penulis memilih perpustakaan sebagai tempat kisah ini berlangsung. Apa yang dilakukan oleh Karel mungkin romntis bagi beberapa orang tapi bodoh dan konyol bagi orang lain. Mencintai seorang wanita zaman sekarang tidak bisa hanya dengan diam, harus ada aksi yang menjanjikan kepastian.

Sama halnya dengan yang dilakukan oleh lelaki berusia setengah abad bermata gelap dalam kisah Di Pusat Lampu Merah. Entah cinta atau kekonyolan namanya jika ia menunggu seorang wanita di sudut St. Pauli dalam dingin dan pekatnya malam. 

Selain hiburan yang saya peroleh sehabis membaca kisah ini, tak sedikit asupan  pengetahuan yang bisa saya peroleh. Sebagai contoh, bagaiman cara menikmati secangkir teh menunjukkan tingkat sosial pada halaman 94. Saat minum teh, apakah teh atau susu dahulu yang dituangkan. Jika teh terlebih dahulu hal tersebut menunjukkan bahwa peminum berasal dari kalangan Borjuis. Sementara jika susu terlebih dahulu menunjukkan berasal dari kalangan biasa.

Ada juga perihal penulis dari India bernama Arundhati Roy. Buku karyanya yang terbit pada tahun 1977 dengan judul The God of Small Things memenangkan The ManBooker Prize for Fiction. Padahal itu buku pertamanya. 

Judul buku ini,Makan Malan Bersama Dewi Gandari, membuat saya membuka semua koleksi buku tentang wayang yang saya punya. Awalnya saya sedang mencari ilustrasi sosok Dewi Gandari untuk dipasang dalam review, ketika tanpa sadar membaca sebuah kalimat yang menyatakan bahwa sang dewi menutup matanya dengan kain hitam sejak terpilih menjadi istri Drestarata. Kain Hitam! Sementara dilayar kaca sosok sang dewi digambarkan menggunakan baju berwarna merah dengan kain penutup mata juga merah. Betul, jika disebut bahwa versi layar kaca sudah mempertimbangkan estetika. Dan bahwa versi layar kaca adalah versi import yang memiliki perbedaan dengan yang beredar di tanah air. Hanya saja saya merasa penasaran saja. 

Menurut  Ensiklopedia Istri-isri Raja Jawa karangan Krisna Bayu Adji, Dewi  Gendari adalah putri Prabu Subala dari Kerajaan Gandhara. Awalnya, sang dewi menyesal untuk menikah dengan Drestarata yang tua dan buta, tapi akhirnya menerima. Untuk menghormati sang suami ia menutup matanya dengan kain.


Dari Buku Mahabharata terbitan Elexmedia
Dalam komik wayang besutan R.A Kosasih yang diterbitkan oleh Penerbit Elexmedia, saya menemukan bahwa sang dewi menutup mata dengan kain hitam pada  pagi hari dan membukanya disaat senja.

Sementara itu, dalam buku Rupa  dan Karakter Wayang Purwo karya Heru S. Sudjarwo, Sumari, Undung Wiyono, Penerbit Kaki Langit, disebutkan bahwa Dewi Gandari mempunyai sifat kejam dan bengis dan pendendam. Dendam dan kebenciannya terhadap Pandu, menjadi penyebab utama permusuhan Kurawa dan Pandawa. Ia mati terjun ke dalam Pancaka/api pembakaran jenazah bersama Dewi Kunti dan Prabu Drestarasta setelah berakhirnya Perang Bharatayudha. Sepertinya tak ada sosok yang sempurna.  


Mengesankan  bagaimana sebuah cerpen justru memberikan pengetahuan tambahan bagi pembacanya. Demikian juga review saya, semoga yang membaca mendapat tambahan pengetahuan.


Sebenarnya saya penasaran dengan beberapa hal. Kalimat yang tercetak di halaman 46,  , "Membantu ibu membiayai kami hingga sarjana. Membiayai operasi ibu, bahkan membantu menikahkan Mas Pujo, saudara tiri kita...." sementara pada halaman 43 disebutkan bahwa Pujo adalah balita yang dipungut ibunya dari derita sebatang kara sekitar empat puluh tahun lalu. Jadi sosok Pujo itu saudara tiri atau saudara pungut?

Mungkin pemahaman saya yang salah. Menurut saya,  saudara seangkat adalah hubungan kekerabatan yang didasarkan atas pengakuan dari pihak-pihak yang terlibat. Baik orang tua, anak, dan saudara angkat tidak memiliki pertalian darah. Sementara menurut KBBI saudara tiri adalah saudara seibu atau saudara seayah saja. Jadi dalam hal ini mana yang benar Pujo adalah saudara angkat atau saudara pungut.

Entah memang maksudnya begitu ataukah ada kesalahan? Pada kisah Raisha dan Sekotak Tanah, di halaman 37 tercetak, " Halo, Raisha, ayang. Bagaimana." Saya merasa sepertinya terjadi kesalahan cetak semata.

Oh ya, karena ini merupakan kumpulan kisah, kita bisa membacanya tak berurutan. Jika pemberi tanda halaman yang saya pasang hilang, saya hanya perlu melihat di bagian pojok atas. Ada judul tiap kisah pada pojok atas halaman memudahkan kita untuk menemukan halaman dari bagian sebuah kisah.

Membaca data buku, saya terkejut tidak membaca nama seorang penggiat buku dari Solo. Dugaan saya beliau bertindak sebagai editor, ternyata tidak. Tapi mungkin saja beliau memang menjadi editor tapi tidak ingin namanya ditulis di sana. Atau.... mungkin saja karya ini sudah dianggap baik sehingga tidak butuh seorang editor. Semuanya mungkin khan.

Aku hanya perem
puan biasa
Tak mampu membedakan bau daun teh yang bisa menghasilkan rasa spektakuler
Meski aku menggemari minum teh
 Aku tak akan bisa bersikap ramah
Ketika bertemu dengan orang yang mengacuhkan aku selama 2 tahun
Tak juga begitu didambakan seperti Deborah 
Yang mampu membuat seorang pria mati kedinginan
Atau oleh seorang gadis yang selalu membawa kotak tanah 

Meski begitu mungkin saja...,
Aku sedang belajar legowo
Seperti Drupadi yang meminta pelangkah sederhana dari adik-adknya 
Mencoba menjadi  wadah penampungan air mata
Para gadis yang merasakan getirnya pesisir 
Belajar tegar seperti para perempuan penumpang perahu rongsok 
Yang terombang-ambing ombak nasib yang tak jelas
Mungkin belajar berani  membela hak-hak kaum seperti Ashima
Bahkan  menjadi kuat seperti  Dewi Gandari 
Hingga mampu makan malam dengan ibu dari orang yang membunuh anak-anaknya

Tapi yang ku tahu dan pahami saat ini
Aku sedang berusaha menjadi bayanganmu 
Selalu setiap menemani saat duka dan suka
Menjadi tempatmu mendapat ketenangan
Juga kekuatan tak terkalahkan
Dalam mengarungi lautan hidup









1 komentar:

  1. kunjungi web kami www.rajaplastikindonesia.com

    CP 021 2287 7764 / 0838 9838 6891 (wa) / 0852 8774 4779 pin bbm 5CFD83E7

    BalasHapus