Rabu, 30 November 2016

2016 #127: Jelajah Budaya Kuliner Masa Kolonial 1870-1942


Judul asli: Rijsttafel: Jelajah Budaya Kuliner Di Tanah Air Masa Kolonial 1870-1942
Penulis:  Fadly Rahman
Editor: Cici Hardjono & Wikan Retna
Tata letak isi: Mulyono
Desain sampul: Suprianto
ISBN: 9786020336039
Halaman: 151
Ceatakan Pertama-2016
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Harga:Rp 50.000
Rating: 3.5/5



Toen wij repatrieerden uit de gordel van smaragd
Dat Nederland zo koud was hadden wij toch nooit gedacht
Maar ‘t ergste was ‘t eten. Nog erger dan op reis
Aardapp’len, vlees en groenten en suiker op de rijst

(Chorus)
Geef mij maar nasi goreng met een gebakken e
Wat sambal en wat kroepoek en een goed glas bier erbij
Geef mij maar nasi goreng met een gebakken ei
Wat sambal en wat kroepoek en een goed glas bier erbij
Geen lontong, sate babi, en niets smaakt hier pedis
Geen trassi, sroendeng, bandeng en geen tahoe petis
Kwee lapis, onde-onde, geen ketella of ba-pao
Geen ketan, geen goela-djawa, daarom ja, ik zeg nou

(Chorus)
Ik ben nou wel gewend, ja aan die boerenkool met worst

Aan hutspot, pake klapperstuk, aan mellek voor de dorst
Aan stamppot met andijwie, aan spruitjes, erwtensoep
Maar ‘t lekkerst toch is rijst, ja en daarom steeds ik roep

(Geef Mij Maar Nasi Goreng -Tante Lien)

Urusan perut  sudah menjadi kebutuhan dasar setiap manusia.  Bahkan karena urusan perut tak jarang terjadi keributan dan hal-hal buruk lainnya. Namun, melalui urusan perut jugalah kerukunan bisa dibina, rasa kebersamaan dipupuk.

Beruntungnya kita berada di negara dimana  aneka bahan-bahan bisa ditemukan dengan mudah sehingga beragam  variasi kuliner bisa diciptakan.  Maka merupakan hal wajar jika Rendang menjadi masakan terenak di dunia.  Nasi Padang sampai dibuatkan lagu belum lama ini, karena ada yang begitu kepincut dengan rasanya.

Wieteke van Dort  lebih dikenal dengan panggilan   Tante Lien, seorang Belanda yang lahir dan besar di Surabaya hingga berusia 14 tahun, membuat lagu dengan judul Geef Mij Maar Nasi Goreng untuk mengungkapkan betapa lezatnya kuliner di tanah air. Lagu tersebut mengisahkan tentang orang Belanda yang terbiasa menikmati kuliner dengan beragam bumbu lalu harus kembali ke Belanda dan tidak bisa menikmatinya seperti di tanah air. Selain nasi goreng juga disebutkan masakan lainnya. 

Salah satu cara unik terkait urusan perut adalah dengan mengetahui aneka hal terkait dengan budaya kuliner. Bagaimana asal mula masakan,  bagaimana konsep prasmanan zaman dahulu, makan mempergunakan tangan sering dilakukan lalu bagaimana penerapan sendok-garpu di tanah air, merupakan beberapa hal yang menarik untuk ditelusuri. Salah satu sumber informasi yang tersedia adalah melalui buku Rijsttafel.

Buku ini hanya terdiri dari tiga bab, namun sarat akan pengetahuan tentang kuliner.  Seperti umumnya buku,  dimulai dengan pendahuluan yang mengisahkan tentang terbentunya sebuah budaya makan. Bagian pertama berisi uraian mengenai kehidupan sosial budaya di paruh pertama abad ke-19. Termasuk mengenai hubungan budaya Eropa dan pribumi, kebudayaan Indis serta gambaran tentang budaya makan. Bagian kedua bisa dikatakan berisi sejarah rijsttafel, menguraikan mengenai asal-usul serta proses pengenalan. Bagian ketiga, menguraikan mengenai rijsttafel, berupa penyajian, penggunaan alat makan dan komposisi hidangan Serta bagaimana rijsttafel pada masa kekuasaan kolonial.

Modifikasi dan perpaduan bahan makanan serta etiket makan antara budaya kuliner pribumi dan Eropa, khususnya Belanda, sejak paruh kedua abad ke-19 dikenal dengan sebutan rijsttafel. Secara harafiah, rijst berarti nasi sementara tafel berarti meja, kiasan untuk hidangan. Jika dipadukan maka bermakna hidangan nasi. Orang-orang Belanda menggunakan istilah tersebut untuk menyebut jamuan  hidangan Indonesia yang ditata lengkap di atas meja makan. Bisa juga dikatakan sajian nasi yang dihidangkan secara spesial. Spesial dalam arti perpaduan budaya makan antara pribumi dan Belanda. Dengan demikian rijsttafel merupakan cermin adanya keharmonisan budaya dalam kuliner kita.

Rijsttafel bisa dikategorikan dalam kemewahan. Bagaimana tidak, untuk menyajikannya saja dibutuhkan banyak pelayan dikarenakan begutu banyak ragam menu yang disajikan.  Belum lagi pemilihan bahan untuk dimasak,  pemanfaatan beraneka ragam bumbu dalam masakan  lokal, sementara bagi orang Belanda masakan umumnya minim bumbu. Konon butuh beberapa jam untuk menikmati semua hidangan yang ada. Bukan main!

Penulis beberapa kali mengulang menerangkan apa yang dimaksud dengan rijsttafel.  Misalnya ada di halaman 2, 4, 37. Mungkin untuk mengingatkan pada pembaca mengenai maknanya. Seharusnya hal tersebut tidak dilakukan karena menyebabkan pengulang yang tidak perlu.

Saya sibuk mencari perpaduan kuliner apa yang tergolong dalam rijsttafel. Maksudnya, saya mengharapkan ada daftar nama panganan yang sudah mengalami   rijsttafel.  Buku lebih memuat tentang kebudayaan kuliner bukan kulinernya sendiri.  Ada memang namun tak terlalu banyak.  Misalnya Sup (Soep) yang di kalangan orang Belanda akan disajikan panas sebagai masakan pembuka untuk menghangatkan badan, di tanah air justru disajikan sebagai sajian sayur. Di daerah Jawa Timur dan Jawa Tengah mulai dikenal sup kimlo

Tahu Frikadel? Betul! Ini merupajan jenis makanan yang dibuat dari bahan dasar kentang, dihalus dan ditambah isi daging giling. Lidah kita yang susah melafalkannya mengubah menjadi perkedel. Sementara di Jawa Timir dan Jawa Barat menjadi bergedel. Masakan bercitarasa manis khas Belanda yang mempergunakan bahan daging ayam atau sapi, Semur (smoor) diadaptasi sehingga dikenal Smoor Djawa yang mempergunakan ikan sebagai bahan utama.   Begitu juga dengan bistik (biefstuk) yang dijadikan sebagai makanan pendamping nasi. Di kalangan orang Belanda justru dimakan dengan kentang, kacang polong dan wortel. Sepertinya Salat Solo juga terinspirasi dari masakan ini.

Meski banyak masakan kita yang cocok dengan lidah orang Belanda, ada masakan favorit orang-orang Belanda yang ternyata cukup  mudah membuatnya. Yaitu pisang goreng, serundeng, kacang goreng dan telur mata sapi. Bahkan mereka memakannya bersama nasi. Unik juga ternyata.

Pada Catatan Akhir yang berisikan penjelasan mengenai beberapa hal yang dirasa perlu dijelaskan lebh lanjut, saya menemukan banyak informasi tidak saja seputar kuliner namun juga hal lain.  Misalnya mengenai etimologi kata jongos, kebiasaan makan di luar rumah yang memunculkan rumah makan atau restoran, arti kata restoran sesungguhnya, penerapan pemakaian sepatu bagi pelajar di STOVIA dan masih banyak lagi. Saya merasa banyak hal yang belum saya ketahui, sungguh mengejutkan. Setelah membaca buku ini pengetahuan saya  lumayan bertambah.

Sementara pada Lampiran, saya menemukan bahan-bahan memasak, jenis makanan dan buah yang diterjemahkan dari istilah Melayu ke bahasa Belanda. Terdapat pula contoh ragam komposisi hidangan serta menu yang bisa dipilih untuk disajikan di rumah maupun restoran. Terakhir sejenis resep membuat sambal dengan memadukan antara bahan tradisional dengan bahan instan. 

Seiring waktu, banyak nyonya Belanda yang ikut suami ke perkebunan. Karena banyak nyonya Belanda yang belum bisa memanfaatkan bahan-bahan lokal maka sebuah perusahaan jeli melihat peluang bisnis dengan membuat semacam bumbu dasar. Selanjutnya tinngal menambah racikan sesuai dengan masakannya yang akan dibuat. Ternyata bumbu instan sudah ada sejak dahulu. Bagi saya yang kurang (baiklah, tidak bisa masak) tentunya sangat memanfaatkan bumbu instan ini. Biasanya tersedia dalam beberapa jenis dasar bumbu.

Penulis menyebutkan bahwa isi buku ini semula adalah skripsi untuk mendapatkan gelar sarjana pada Program Studi Sejarah di Univeristas Padjajaran. Patut diberikan acungan jempol. Memilih topik yang menurut saya unik,  merupakan tantangan tersendiri dalam membuat skripsi. Selain untuk memperoleh gelar sarjana, buku ini jelas membantu pembaca untuk mengetahui lebih lanjut mengenai kehidupan sosial pada abad sembilan belas, terutama mengenai urusan kuliner.

Untuk urusan kover, sungguh cocok dengan pembahasan. Gambar aktivitas di meja makan sangat mencerminkan urusan kuliner. Ditambah dengan sosok yang duduk menikmati hidangan di meja serta beberapa pelayan yang sibuk melayani. Warna serta desain membuat saya jadi teringat pada buku-buku buluk milik keluarga dan kantor yang sering saya lihat. Pas.

Sayangnya sisi kover yang ditekuk ke dalam hanya dimanfaatkan sebagai pembatas buku semata. padahal bisa dijadikan tempat untuk memberikan tambahan informasi terkait buku. Atau untuk memperkenalkan sosok penulis.

Topik sejarah seperti ini sepertinya cocok dengan saya.
Jadi tertarik membaca buku selanjutnya.

Sementara itu, hayuh nyanyi dulu....












Selasa, 29 November 2016

2016 #126: Ayo dismurf Buku Tentang Smurf


















Judul asli: Smurf Bind Up 14
Penulis: Peyo
ISBN: 9786020295077
Halaman: 143
Cetakan: Pertama- Oktober 2016
Penerbit: PT Elex Media Komputindo
Harga: Rp 70.000
Rating: 3.5/5

Cukup, jangan mensmurf pikiran smurfmu lagi!

Untuk mensmurfmu pelajaran, kau harus mensmurf kenari sampai musim dingin.

Pernah mendengar tentang smurf?
Makhluk mungil dengan tubuh berwarna biru.  Secara umum kecuali keadaan tertentu, mereka digambarkan mempergunakan celana panjang dan topi berwarna putih. Satu-satunya perempuan yang ada, smurfin juga mempergunakan topi biru. Sementara sang pemimpin, Papa smurf mempegunakan warna merah.

Kita akan menemukan berbagai karakter Smurf yang beragam. Ada  Smurf kekar yang kekuatannya tiada tandingan diantara para Smurf, Smurf  Pemalas yang suka bersantai, Smurf Gembul yang doyan makan, Smurf Pesolek yang teramat memperhatikan penampilannya dan cenderung genit. Masih ada yang lain, ada Smurf  Badut yang suka memberikan hadiah dan meledak ketika dibuka,  Smurf Gerutu yang selalu menggerutu, dan masih banyak lagi. Dikisahkan mereka tinggal di Desa Smurf yang letaknya dalam hutan di Eropa.
 
Salah satu cara menikmati kisah para Smurf adalah dengan membaca Smurf Bind Up Titles. Menurut saya ini bisa disebut sebagai bundel Smurf. Berdasarkan informasi yang ada di belakang buku, disebutkan bahwa sudah tersedia  hingga Smurf Bind Up Title 15. Lumayan banyak juga.   Saya membaca Smurf Bind Up Title 14.

Buku yang saya  baca terdiri dari gabungan tiga buku. Pertama Smurf dan Pohon Emas yang mengisahkan upaya para Smurf mencari pengganti pohon emas mereka yang rusak terbakar akibat tersambar petir. Para Smurf merasa mereka akan mengalami kesialan jika tidak segera menemukan pengganti pohon tersebut. Berbagai upaya mereka lakukan, termasuk melakukan perjalanan berbahaya. Sekali lagi berkat kecerdikan Papa Smuf, situasi kembali seperti semula. Pesan moral  yang bisa diambil adalah agar setiap individu menyadari dalam  kehidupan situasi bisa silih berganti. Kadang beruntung, kadang ada saat kurang beruntung. Semuanya harus dicarikan solusi, jangan terlalu percaya pada tahayul.


Pada kisah Smurf Polisi, pembaca akan diajak untuk ikut menciptakan ketertiban dan keteraturan hidup d Desa Smurf. Peraturan telah dibuat, untuk itu perlu dipilih petugas untuk mengawasi peraturan dijalankan dengan benar. Tidak salah lagi, yang dipilih untuk tugas itu adalah Smurf Kacamata  yang terkenal sebagai sosok yang paling taat peraturan. Tapi tidak semua berjalan dengan baik, ada pihak-pihak yang melakukan sabotase. Penyelidikan segera dilakukan. Hasilnya sungguh di luar dugaan. Kadang kita justru tidak mengenali sosok yang berperan dalam suksesnya sebuah kegiatan. Padahal, tiap orang eh smurf memiliki perannya masing-masing dalam kehidupan.

Bagian terakhir adalah Natal di Negeri Smurf. Bagian ini terdiri dari lima bagian kisah. Sesuai dengan  judulnya, kisahnya seputar Natal.  Ada tentang  peri yang disihir menjadi pohon cemara kecil yang pandai bernyanyi, Gargamel yang menyamar menjadi Sinterklas agar bisa menangkap para Smurf, hingga bantuan yang diberikan para Smurf untuk salah seorang anak yang sedang merawat ibunya saat sakit di malam Natal.

Meski bisa dikatakan merupakan bundel tiga buku, namun tiap bagian tidak mengusung kovernya masing-masing. Tiap bagian dibedakan dengan kover yang ada di halaman kedua masing-masing buku, kover kedua bisa dikatakan begitu. Sementara untuk buku ini, kover yang dipergunakan adalah kover dari kisah Smurf Polisi.

Kisah para Smurf  selain menghibur mampu memberikan petuah dengan cara yang unik. Sosok Papa Smurf yang selalu menjadi panutan, dapat dijadikan inspirasi saat mengalami berbagai kesulitan dalam hidup.  Kita juga bisa mendapatkan berbagai tambahan pengetahuan dengan membaca kisah ini.

Sosok Smurf merupakan ciptaan penulis Belgia bernama Peyo. Awalnya mereka menjadi semacam bintang tamu dalam kisah Johan dan Pirlouit, belakangan mereka justru menjadi komik sendiri.

Ciri khas kisah ini selain bentuk fisik mereka, adalah bahasa yang digunakan. Mereka sering mempergunakan kata Smurf dalam dialognya. Meski begitu, pembaca bisa memahami apa yang dimaksud meski ada kata yang diubah. Seru!


Iseng mencari, ternyata ada juga  situs resminya. Silahkan klik di sini untuk situs resminya. 
Hayuh silahkan dismurf ya.

Selasa, 22 November 2016

2016#125: Pekerdja di Djawa Tempo Doeloe


Penulis: Olivier Johannes Raap
Penyunting: Sigit
ISBN: 9786028174800
Halaman: 190
Cetakan: Pertama-2013
Penerbit: Galang Pustaka 
Rating: 3,5/5

Kartu pos ibarat mesin waktu. Kita bisa melihat apa yang terjadi ratusan tahun lalu
~Pra, Goodreads Indonesia~

Seperti buku sebelumnya,  Soeka Doeka Djawa Tempo Doeloe, buku ini juga mengajak pembaca untuk mempelajari serta menikmati sejarah dengan cara yang berbeda, melalui berbagai kartu pos yang pernah terbit di tanah air. Bagi saya yang kurang meyukai membaca teks seputar sejarah, tentunya cara ini merupakan cara yang paling menyenangkan untuk mempelajari, minimal membuat melek sejarah.

Terdapat sembilan bagian atau topik dalam buku ini. Dimulai dari Pedagang Kecil, Pertokoan dan Warung, Kerajinan, Pengabdian dan Penjual Jasa,  Keahlian, Seniman, Pemerintahan, Pertanian dan Perikanan, hingga  Perindustrian dan lain-lain. Kondisi yang ada dalam kartu-kartu pos  tersebut umumnya diambil dari situasi sekitar tahun 1890-1940. 

Pada bagian Pedagang Kecil kita akan melihat foto pedagang  tuak, penjual minuman, tukang es, dan lainnya. Melihat aksi penjual tebu, saya jadi ingat zaman sekolah. Saat itu masih ada pedagang air tebu yang menjual tebu potongan. Anak-anak sekolah asyik mengulum potongan tebu tersebut. Begitulah, kadang kenangan bisa muncul dengan melihat sebuah gambar.

Semua pasti tahu Toko Kelontong, namun tak banyak yang tahu bahwa  Kelontong adalah alat musik kecil yang berbunyi kalau diputar. Zaman dahulu pedagang kelililing Tionghoa memakainya saat berdagang. Ketika artinya si pedagang mampu membuat toko, maka tokonya disebut Toko Kelontong meski alat musik itu sudah tidak ada lagi. Dewasa ini Toko Kelontong diartikan sebagai sebuah toko yang menjual berbagai keperluah sehari-hari. 

Mereka yang mengalami masa kecil tahun 70-an tentu pernah melihat orang yang sibuk memungut puntung rokok. Sisa tembakau yang ada diolah menjadi rokok utuh yang kemudian dijual lagi, umumnya rokok ilegal yang diproduksi. Profesi itu sempat banyak ditemukan zaman dahulu. Entah sekarang, sepertinya saya sudah tak pernah menemukan orang yang memunguti puntung rokok.

Jasa Penukar Uang ternyata juga sudah ada sejak zaman dahulu. Pada bab Pengabdian dan Penjual Jasa di halaman 75, terlihat sosok seorang perempuan yang berprofesi sebagai penukar uang. Mereka umumnya bereda di dekat keramaian, seperti pasar. Saat hari raya tentunya penghasilan mereka meningkat seiring dengan banyaknya orang menukar uang. Data yang ada menyebutkan kartu pos tersebut  terbit sebelum tahun 1906 di Yogyakarta. Manfaat uang logam disebutkan sebagai alat tukar juga sebagai alat kerikan. 

Beberapa profesi seperti tukang siram jalan, kusir cikar per, jongos mobil, pemukul gembreng (memukul semacam gong kecil guna menarik perhatian orang untuk mengikuti lelang), memang sudah tidak ada lagi. Tak perlu jongos mobil untuk mengoperasikan sebuah mobil. Supir merangkap tugas memelihara mobil dan membuatnya mengkilat. Pedagang kelontong  sudah jarang berkeliling kampung menjajakan sutra, jika ingin membeli sutra silahkan menuju toko.

Tugas Kusir Glinding untuk mengangkut beban berat seperti bambu, jagung, tebu sekarang sudah digantikan oleh kendaraan semacam truk. Meski di beberapa daerah mungkin masih ada profesi ini, penyebutannya mungkin berubah seiring waktu.

Profesi tukang  pengasah pisau, pembuat perahu, tukang patri, dukun, pada bagian Keahlian masih bisa ditemui di kampung-kampung walau jarang. Seiring dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi kebutuhan akan keahlian mereka mulai tergantikan.  Namun ada profesi yang justru muncul kembali.  

Sebagian besar foto yang dijadikan kartu pos sepertinya diambil di studio foto, bukan di tempat umum. Model diminta berdiri (bisa juga duduk atau tiduran tergantung kehendak fotografer) dengan latar belakang yang dibuat sesuai dengan profesi model yang di foto. Kadang, ada tambahan asesoris atau model lain atas dasar estetika semata. Tapi hal tersebut tidak mengurangi makna dari sebuah foto.

Dengan melihat isi buku ini, saya mendapat pencerahan mengenai kehidupan sosial pada zaman dahulu. Perkembangan ekonomi pastinya terlihat dalam buku ini. Dari yang sebagian besar penduduknya yang memiliki profesi sebagai petani, berkembang berbagai pekerjaan lain sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Hukum permintaan dan penyediaan kebutuhan terjadi dengan sendirinya. Tidak hanya itu, cara berpakaian alias perkembangan busana bisa terlihat dalam buku ini. Unik.

Mungkin karena ingin menyampaikan informasi yang lengkap seputar kartu pos, kadang uraian yang diberikan terlalu panjang. Bahkan untuk hal yang sepertinya tak diperlukan uraiannya. Karena pengetahuan pembaca tidak sama, bagi mereka yang sudah tanya banyak hal seputar sejarah, tentunya hal ini akan mengganggu. Tapi bagi orang awam seperti saya, ada gunanya membaca banyak detail

Kadang, kita bisa belajar dari cara yang tak biasa.



Kamis, 17 November 2016

2016 #124: Trio Detektif: Misteri Nuri Gagap

Penulis:Robert Arthur
Alih bahasa: Agus Setiadi
Desain cover: Maerin Dima
ISBN: 978-602-03-0665-0
Halaman: 240
Cetakan: Pertama- 2014
Penerbit:PT Gramedia Pustaka Utama
Rating:3.5/5


Kadang, seseorang ingin sekedar kembali pada masa kecil, menikmati serpihan kenangan indah. Entah dari makanan, jajanan saat sekolah, permainan atau buku. Demikian juga saya. Masa 
Sekolah Dasar hingga awal Sekolah Menengah Atas banyak saya habiskan  dengan buku-buku petualangan, misteri dan sejenisnya. Ada karangan eyang Enid Blyton, Djokolelono serta seri Trio Detektif.

Atas nama kenangan, maka saya iseng membeli salah satu buku TD versi baru melalui pedagang OL. Saya memilih Misteri Nuri Gagap. Kisahnya tentang petualangan TD mencari burung nuri milik salah sahabat dari Alfred Hitchock,  Mr. Fentriss, yang hilang. Belakangan mereka bukan hanya berurusan dengan seekor burung yang hilang, tapi ada tujuh burung dan sebuah benda seni. Ketujuh burung tersebut harus mereka temukan jika ingin memecahkan misteri yang dihadapi.
Versi Cetakan Lawas
Urusan yang sepertinya sepele, ternyata mengandung bahaya. Juper berhadapan dengan salah seorang  pencuri barang-barang seni kaliber Internasional yang kejam dan memiliki kemampuan otak tak kalah hebat, Mr Huganay, 
Hanya kecerdikannya serta nasib baik yang mampu membuat mereka bisa menyelesaikan misteri dengan selamat. 

Selain diajak berpikir memecahkan misteri, pembaca juga mendapat informasi mengenai banyak hal melalui pemaparan Jupe yang cenderung panjang. Ia bukan hanya pandai namun juga suka memamerkan pengetahuannya. Tak jarang orang merasa heran ketika mendengarkan ia bicara.

Dalam kisah ini sebagai contoh, saya pertama kali mengetahui mengenai  Shakespeare dan kalimatnya yang terkenal To be, or not to be, that is the question. Rasa penasaran akan sosok Sherlock Holmes juga muncul pada buku ini. Karena saat  itu belum ada mbah Google, saya semakin rajin mengunjungi toko buku untuk mencari kisah Sherlock Holmes.

Versi  Cetakan Kedua
Tahun 1982
Semula, saya mengira buku ini juga mengalami alih bahasa, dengan kata lain saya mengira akan menemukan versi terjemahan yang lain. Ternyata buku ini tetap mencantumkan nama Agus Setiadi sebagai alih bahasa.  Saat membaca versi baru saya sempat menemukan beberapa hal yang agak berbeda. Penasaran, saya jadi pingin membandingkan seberapa jauh perbedaan yang ada antara versi lama dengan yang baru. 

Hal yang pertama berbeda adalah sinopsis di belakang buku. Pada buku lawas, paragraf pertama sebagai berikut, "Trio Detektif mendapat tugas untuk menemukan Billy Shakespeare, seekor nuri gagap yang hilang. Belum lagi mereka tahu tindakan apa yang harus diambil, seekor nuri lainnya juga hilang."  Sementara pada cetakan baru tercetak, "Ketika Trio Detektif menerima kasus mencari nuri gagap yang hilang, mereka mengira penyelidikan kali in bakal santai. Betapa salahnya mereka!"

Sementara untuk isi tidak terlalu berbeda. Misalnya kalimat berikut pada versi cetakan lama,  "Tadi kupungut di pekuburan untuk memukul Adams dengannya," jawab Pete lagi.  Sementara pada cetakan baru menjadi, "Tadi kupungut di pekuburan, untuk memukul Adams," jawab Pete lagi.

Versi Cetakan Pertama
Tahun 2014
Perbedaan lain, pada versi lawas meski tata letak berkesan kaku, namun pembaca bisa menemukan beberapa ilustrasi menarik. Sementara kebalikan pada versi baru, tata letak lebih menarik. Sebagai contoh bagian yang merupakan pesan untuk Jupe dibuat dengan lebih menarik, hanya dengan melihat sekilas pembaca sudah tahu itu merupakan pesan yang ditulis di atas secarik kertas. Tapi tidak ada ilustrasi pada versi baru. 

Untuk kedua kalinya saya membaca ulang versi lawas dan disambung dengan versi baru. Kesimpulan dari pengalaman saya membaca, versi lama lebih terasa resmi. Sementara edisi baru lebih condong mempergunakan bahasa yang santai dan singkat, tentunya lebih mudah dipahami bagi anak remaja. Informasi seputar kisah pada sinopsis juga lebih banyak disajikan dalam versi lama dibandingkan versi baru. Sehingga versi lama lebih menggoda rasa ingin tahu untuk membaca dari pada versi lama.  Jika ditanya lebih baik baca versi mana? Maka kembali pada selera tiap individu.

Judul lengkap seri ini:
  • Misteri Puri Setan
  • Misteri Nuri Gagap
  • Misteri Bisikan Mumi
  • Misteri Hantu Hijau
  • Misteri Kurcaci Gaib
  • Misteri Pulau Tengkorak
  • Misteri Mata Berapi
  • Misteri Laba-laba Perak
  • Misteri Jeritan Jam
  • Misteri Gua Raungan
  • Misteri Tengkorak Berbicara
  • Misteri Bayangan Tertawa
  • Misteri Kucing Bengkok
  • Misteri Naga Batuk
  • Misteri Jejak Bernyala
  • Misteri Singa Gugup
  • Misteri Nyanyian Kobra
  • Misteri Rumah Yang Mengkerut
  • Misteri Danau Siluman
  • Misteri Gunung Monster
  • Misteri Cermin Berhantu
  • Misteri Teka-Teki Aneh
  • Misteri Anjing Siluman
  • Misteri Tambang Jebakan Maut
  • Misteri Setan Menandak
  • Misteri Kuda Tanpa Kepala
  • Misteri Kelompok Penyihir
  • Misteri Kemelut Kembar
  • Misteri Boneka Beringas
  • Misteri Karang Hiu
  • Misteri Pengemis Buta Bermuka Rusak
  • Misteri Tebing Menyala
  • Misteri Perompak Ungu
  • Misteri Manusia Gua
  • Misteri Penculikan Ikan Paus
  • Misteri Hilangnya Putri Duyung
  • Misteri Merpati Berjari Dua
  • Misteri Kaca-kaca Remuk
  • Misteri Kejaran Teror
  • Misteri Reuni Berandal Cilik
  • Misteri Penyamun Horor
  • Misteri Karang Bencana
  • Misteri Penculikan Kolektor Serakah
Saya sempat menemukan link tentang seri ini di sini. Sayangnya sudah tidak terurus menimbang dari postingan terbaru.  Sementara untuk ebook kisah ini silahkan coba intip di sini.

Penasaran, semoga menemukan versi lainnya dengan harga terjangkau.