Sabtu, 07 Oktober 2017

2017 #52: Belajar Dari Sistem Pendidikan Di Finlandia

Judul asli: Teach like Finland
Penulis: Timothy D. Walker
Alih bahasa: Fransiskus Wicaksono
Editor: Adinto F Susanto
ISBN: 978-602-452-0441
Halaman: 270
Cetakan: Pertama-Juli 2017
Penerbit: Grasindo
Harga: Rp 70.000
Rating: 4/5

Meningkatnya kesejahteraan, meningkatkan pencapaian akademik
Ketika pertama kali melihat buku ini, yang ada di benak saya adalah betapa buku ini mampu membuat perubahan akan proses belajar di tanah air.  Minimal mampu penggugah keinginan untuk melakukan perubahan pada sistem pendidikan kita.

Di Finlandia,  jam sekolah lebih singkat. Banyak jeda istirahat diantara pelajaran. Urusan pekerjaan rumah juga tak kalah membuat iri, sangat jarang. Namun siswa Finlandia mampu menduduki peringkat atas Programme for International Student Assessment-PISA. Mengalahkan rekan dari negara lain.

Teach Like Finland, 33 Strategi Sederhana Untuk Kelas yang Menyenangkan (2017), merupakan sebuah buku yang berisikan mengenai pengalaman penulis selama menjadi guru di Finlandia. Ia mencatat berbagai trik dan tips serta penerapannya dalam kelas.

Secara garis besar, 33 strategi tersebut dibagi menjadi  lima bagian. Tiap bagian memiliki beberapa strategi yang jumlahnya tidak sama, tergantung terkait  strategi tersebut. Pada bagian Rasa Memiliki, terdapat enam macam strategi yang intinya mengajak untuk saling berbagi, menghormati dan mencintai seluruh isi kelas. Baik dari guru hingga murid.

Salah satu contoh, di sana, murid bisa belajar di mana saja bahkan dengan cara yang tak biasa tapi membuat mereka nyaman. Mereka bisa belajar di taman, mengerjakan soal sambil mendengarkan lagu melalui handset, bahkan meninjau langsung ke obyek yang sedang dibahas.

Walau sekolah di sana tak memberikan pekerjaan rumah seperti sekolah-sekolah lainnya di dunia, namun ternyata siswa mereka sangat berprestasi. Banyak pihak yang bertanya-tanya mengenai hal tersebut. Menurut pihak Finlandia, ada lima unsur yang membuat siswa mereka lebih baik dibandingkan dengan siswa sebaya dari seluruh dunia.

Empat unsur merupakan hal yang terkait dengan kegiatan belajar-mengajar di sekolah. Sementara satu point  terkait mengenai apa yang dilakukan oleh anak ketika tidak berada di sekolah.

Pertama, sekolah secara komprehensif merupakan tempat anak-anak mulai belajar sejak usia 7 tahun yang menyediakan pendididkan dan perkembangan secara seimbang, menyeluruh dan berorientasi pada anak. Juga meletakkan fondasi pembelajaran yang baik dan pantas

Kedua, mereka sangat memperhatikan mutu pendidikan para pengajar.  Untuk meraih keberhasilan mengajar di kelas heterogen, maka dibutuhkan guru-guru yang terlatih dengan baik. Untuk itu, pendidikan guru beralih dari perguruan tinggi ke universitas  berbasis penelitian.

Ketiga, telah dikembangkan sebuah mekanisme permanen demi keamanan dan meningkatkan kesejahteraan serta kesehatan siswa di semua sekolah. Tujuan utama agar kekurangan kesehatan dan kesejahteraan menasar yang dialami siswa tak membuatnya terhalang untuk menjadi sukses.

Selanjutnya,  kepemimpinan pendidikan di level tengah harus berada ditangan seorang pendidik yang memiliki pengalaman serta berkualitas. Para kepala sekolah di sana, selain melakukan tugas kepemimpinan  juga mengajar. Hal ini dimaksudkan agar mereka tetap  memiliki pengalaman langsung di kelas.

Terakhir, telah diambil kebijakan tertentu yang dirancang bagi kaum muda dan anak dengan jaringan yang  kuat sehingga memberikan dampak besar terhadap kesejahteraan, kesehatan serta modal sosial, yang semuanya berkontribusi bagi pembelajaran mereka di sekolah. Setiap anak menjadi ikut aktif dalam berbagai kegiatan di luar sekolah.

Sebuah penelitian menegaskan bahwa alam dapat membantu proses belajar seorang anak; membangun rasa kepercayaan diri; mengurangi gejala gangguan hiperatif karena kekurangan perhatian; menenangkan anak serta membantu mereka fokus. Tentunya hal ini akan berguna bagi seorang anak agar dapat fokus dalam pelajarannya.

Ah, saya jadi ingat. Suatu ketika saya dikomplain karena mengajak para mahasiswa belajar di taman melingkar depan kantor. Bukan cara belajar yang baik, mereka malah sibuk lihat kanan-kiri bukannya mendengarkan dosen. Begitu alasan rekan yang lain. Semoga buku ini membuka pikiran mereka.

Buku ini sangat perlu dibaca oleh mereka yang sangat peduli pada sistem pendidikan di tanah air.  Dengan demikian bisa mempertimbangkan bagaimana sebaiknya pola pendidikan yang tepat untuk diterapkan di sini.

Juga bagi para mahasiswa calon pengajar, sehingga mereka bisa melakukan inovasi dalam proses belajar di kelas. Tentunya bagi para orang tua (dan calon orang tua) agar bisa memahami, memaksa anak belajar tiada henti bukanlah tindakan yang bijak. Bahkan bermain pun juga belajar dengan cara yang berbeda.

Perlu diingat, contoh kasus yang ada diterapkan di Finlandia, dimana terdapat perbedaan budaya sehingga apa yang diuraikan dalam buku ini belum tentu bisa diterapkan di sini. Minimal, menjadi acuan.

Kekurangan buku ini adalah dari bahasa yang kurang mengalir lancar. Entah karena penulisnya atau alih bahasanya. Beberapa hal langsung memberikan contoh, tanpa ada uraian terlebih dahulu, sehingga pembaca perlu ekstra menelaah mengenai apa yang diuraikan.

Terlepas dari segala kelebihan dan kekurangan yang ada, semoga setelah beredarnya buku ini, banyak perubahan yang terjadi pada sistem pendidikan kita. Minimal tak ada siswa sekolah yang harus mempergunakan tas sekolah ala koper untuk membawa buku pelajaran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar