Sabtu, 07 Oktober 2017

2017 #53: Alcatraz Vs Pustakawan Durjana


Judul asli: Alcatraz Vs The Evil Librarians
Penulis: Brandon Sanderson
Penerjemah: Dyah Agustine
ISBN: 978-602-61099-7-288
Halaman:
Penerbit: Mizan Fantasi
Harga: Rp 79.000
Rating:3.5/5

Bagaimana jika Dinasourus sebenarnya belum punah, bahkan gemar membaca?
Atau, jika bahasa Inggris yang mendunia sebenarnya bukan berasal dari sana?
Lalu, ada bahasa yang sebenarnya bukan dilupakan, namun masyarakat dibuat lupa?
Terpenting! Bagaimana menurutmu jika pustakawan ternyata adalah sosok yang kejam?

Tidak percaya?

Baik, silahkan baca buku ini dan temukan segala hal yang ada di atas. Bersiap-siaplah terkejut!

Sejak kecil, bahkan seumur hidup, Alcatraz Smedry merupakan anak angkat yang (dianggap) menyulitkan banyak keluarga. Bakat luar biasanya dalam merusak barang membuat ia sering berpindah orang tua angkat lebih sering dibandingkan anak seusianya yang lain.

Saat ulang tahun ketiga belas, sebuah paket hadiah datang dari orang tua kandungnya. Hal ini membuatnya bingung, apa lagi hadiahnya berupa sekantung pasir. Apa gunanya pasir bagi seorang anak. Belum lagi kemunculan seorang pria yang mengaku sebagai kakeknya.

Pasir yang ia terima ternyata bukanlah sembarang pasir. Jika diolah bisa menjadi sebuah senjata maha dasyat. Sementara bakatnya merusak bukanlah suatu bencana namun anugrah yang didambakan di dunia lain. Dan ia, sejak lahir sudah menjadi anggota keluarga yang melawan kezaliman Pustakawan Durjana.

Ternyata pasir tersebut dicuri oleh musuh besar mereka. Alcatraz  bersama beberapa orang yang tak kalah unik seperti dirinya berusaha merebut kembali pasir itu. Selanjutnya pembaca akan menikmati bagaimana perjuangan mereka menemukan pasar itu kembali. Seru!
Bagaimana sebaiknya mengolah buku ini?

Buku ini membolak-balikkan banyak hal yang ada di dalam kehidupan nyata. Dimulai dari bakat menghancurkan Alcatraz yang  justru dianggap sebagai keahlian langka. Senjata yang berupa kacamata, sementara bagi banyak pihak kacamata justru dianggap sebagai pengganggu aktivitas. Hingga sosok pustakawan.

Pustakawan biasanya digambarkan menggenakan kacamata berbingkai tanduk dan menata rambut ala kuno atau memiliki janggut klimis,  dan sering diceritakan bersikap konyol (harusnya mereka melihat pustakawan di kantor saya, penuh gaua dan ceria).  Dalam kisah ini, mereka justru merupakan sosok yang menyeramkan. Bukan karena kecanggihannya dalam menggunakan aneka senjata tajam, namun kerena tahu banyak hal dan menyembunyikan berbagai pengetahuan.

Bahkan perpustakaan yang identik dengan tempat yang sunyi, justru menjadi area pertarungan yang lumayan menimbulkan keramaian. Dari sosok yang jatuh terjerembap hingga menimbulkan keributan,  perkelahian tangan kosong, hingga aneka ledakan.

Sang penulis, Brandon Sanderson, juga berlaku seolah-olah bagian dari dunia yang ada dalam buku ini. Kisahnya  akan diterbitkan menjadi kisah fantasi, dan merupakan kisah yang akan disembunyikan oleh para pustakawan.

Perang yang terjadi adalah perang informasi, kekuatan yang sebenarnya di dunia. Orang-orang  percaya saja pada apa yang diberitahukan pada mereka. Bahkan, orang-orang cerdas pun percaya apa yang mereka baca dan dengar, jika tidak diberi alasan untuk meragukannya, begitu yang tertera di halaman 115.

Meski saya bukan pembaca kisah roman, tak urung agak sedikit tak nyaman membaca kalimat di halaman 216, "Novel-novel roman membuat Benda Hidupnya sangat beringat," kata bastille. "Tapi otaknya dangkal."
Hem..., termasuk dalam kelas
yang mana ya?

Sebuah kata mengusik rasa ingin tahu saya. Apa ya arti atau maknanya Rutabangga . Kata tersebut diucapkan oleh Alcatraz ketika ia bersama sang kakek akan memasuki perpustakaan. Penasaran.

Bagi saya pribadi, buku ini jelas sangat menghibur. Beberapa kali saya tertawa lepas tanpa peduli berada di mana. Adegan yang ada seru dan banyak yang mengundang tawa.  Sangat cocok dibaca sebagai selingan, tidak saja oleh remaja namun juga usia dewasa. Untuk para pustakawan, perlu juga membaca buku ini agar bisa lebih membenahi diri dalam melakukan pelayanan di perpustakaan.

Selain sebagai hiburan, buku ini juga bisa dikatakan memberikan motivasi bagi para pembacanya. Seperti yang ada di halaman 186. "Kebulatan tekad yang sesungguhnya-lebih dari sekedar menginginkan sesuatu terjadi. Kebulatan tekad adalah menginginkan sesuatu terjadi, kemudian mencari cara realistis untuk menjamin bahawa apa yang kau inginkan dapat terjadi."

Tentunya, saya memiliki kalimat fovorit yang ada di halaman 97.
 "Informasi para Pustakawan mengendalikan informasi yang beredar di kota ini-di seluruh negeri. Mereka mengendalikan apa yang boleh dibaca, boleh dilihat, boleh dipelajari. Karena itulah mereka memiliki kekuatan. Kita akan menumbangkan kekuatan itu."
Jelas! Siapa yang menguasai informasi, kekuatan maha dasyat,  maka ia bisa menguasai dunia.

Mari lanjut buku kedua.




























Tidak ada komentar:

Posting Komentar